Bab 22 : Bentang rintang

88 20 32
                                    

Pintu toilet sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat awal berkumpul. Mel menenteng tas masih mengendus kesal sejak tadi. Mengutuk takdir mengapa mereka harus kuliah, dan dipertemukan di satu kampus yang sama setelah semua yang telah terjadi.

Mel melemas mengentakkan kakinya malah memilih mengintip perkumpulan itu. Memang lebih baik dirinya menjauh, tepatnya menjauh dari Nadi.

Tanpa dijelaskan jelas lelaki itu terlihat menolak kehadirannya di sekitar. Dipikir dirinya mampu berada di dekatnya? Mungkin kalau bukan karena Casey Mel sudah jauh melarikan diri.

"Males banget." Mulutnya maju ke depan sudah gatal ingin mengumpat kasar. "NADI ITU COWOK BRENGSEK YA EMANG! ENAK AJA PADAHAL DIA YANG UDAH BUAT GUE OVERTHINKING SABAN HARI TAPI DIA JUGA YANG SOK JUAL MAHAL, PAKE NGEJAUHIN GUE SEGALA. HIHH!"

Selain mulut, badannya pula panas meletik-letik. Gadis itu hendak melempar sendalnya ke arah belakang meluapkan emosi.

"Anjing emang!" Gerakan tangannya ditangkis lebih cepat. Mel melebarkan mata menyaksikan hal di luar dugaan.

"Ka-kak Nadi?"

"Oh, beraninya ngomong di belakang."

"Berani! Gue berani kok ngomong di depan, ayo mana sini maju kalau berani!"

Suaranya mengundang atensi banyak orang ikut mengamati, Mel memaju-majukan bibirnya marah sedangkan Nadi diam saja. "Sengaja bikin malu lo ya?" duga Mel kemudian menginjak kakinya.

Mendapat respon terlalu datar. Mel semakin heran, dia itu sebenarnya manusia bukan sih? "Emang kurang keras?"

Sengaja Mel menginjak kakinya lebih lama. Kini guratan kesal muncul dan selanjutnya malapetaka yang lain keluar. "Harus banget bertingkah kaya anak kecil gini ya? Lo pilih diem, atau gue cium?" bisiknya tepat di telinga.

Nadi menarik pinggangnya kuat mengikis jarak, posisi berdiri mereka sekarang sangat dekat. Mata Mel melotot benar-benar takut bila cowok itu melakukan hal buruk lain selain menciumnya di dalam kamar atau ancaman menurunkan celana.

Membayangkan saja, Mel jadi ingin kabur jauh ke luar angkasa. "K-kak, jangan." Jadi, itu kelemahan perempuan?

Tapi kalau dipikir-pikir Nadi memang agak terlalu berlebihan mengancam seorang perempuan dengan cara-cara keji seperti ini. "Huwaaa jahat!" rengeknya memukul dada lebarnya lemah duluan.

"Males ah! Jahat terus!" Gadis itu menghentakkan kaki kemudian pergi begitu saja.

"Anak kecil." Seringainya tipis.

"Ekhemm, tapi lo suka kann Bang?" goda Harun. Entah bagaimana dia teleportasi ke sini, Nadi menatap horor agak heran.

~~~~

"H-halo? Ketika terbangun kepalanya berhadapan guling, adalah satu-satunya benda pertama yang ia lihat.

"Lima menit dari sekarang." Lagi? Kedua, benda yang ternyata masih ada digenggamannya. Ia angkat tinggi-tinggi.

"Apa nih? Aku nggak lagi mimpi kan?" Saking ingin menolak kenyataan. Sedikit berharap realita hanya sekedar mimpi.

"Lima menit dari sekarang harus sampe ke sini." Tambah lagi daftar lain menyusahkan, belum lagi masuk sehari langsung mendapat tugas dari dosen.

"Gua baru-" Sambungan telepon terputus. Mel meringis pelan melemparkan benda itu ke ujung kasur. "Ah, sialan, baru aja istirahat bentar."

Tatkala beranjak menyiapkan pakaian dan benda penting lainnya, termasuk laptop dilipat. Biarpun menyusahkan sekuat tenaga akan dilakukan, semua adalah tanggungjawab yang harus dijalaninya.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang