Bab 42 : Ceroboh

155 11 24
                                    

Sehabis mendirikan tenda seorang diri. Nadi sempat terduduk beristirahat beberapa menit sembari mengurus nyalanya api penghangat seluruh tubuh di cuaca dingin.

Dirinya betah termenung mulai merindukan negara asalnya. Ditemani oleh secangkir kopi hangat ia melirik arloji menunggu rombongan Mel dan yang lain menyusul.

Ia juga menggelar tikar seperti terakhir kali berkunjung. Setelahnya berdiri memandang danau luas membentang tersebut serta pemandangan alam dan perkotaan pada saat malam hari.

Kalau dipikir-pikir lama tidak menghabiskan waktu menyendiri apalagi setelah menikah dengan Mel. Serasa semula hidupnya yang sepi, biasa-biasa saja berubah drastis semenjak kehadiran si gadis manis di sisinya.

Saat kecil Nadi sering ikut ayahnya mendaki gunung, momen kebersamaannya selalu ditunggu-tunggu. Seiring berjalan waktu semuanya jelas berubah. Termasuk cara dunia memperlakukan manusianya, usia yang terus bertambah tak dapat dipungkiri hadirnya. Akan terus menciptakan perubahan baru.

Nadi melempar bahan bakar ke kobaran api, makin membesar nyaris menyentuhnya. Orang bilang sepi itu tenang, selebihnya kesepian. Bibirnya tersenyum miris.

Ke depannya akan membuang ponselnya sekalian. Ia pun mulai bosan akan kesendirian. Maka dihadirkanlah Mel, gadis ceria yang sangat cantik dan manis. Sayang, hatinya belum sepenuhnya berpaling dari luka masa lalu.

"Nadii," begitulah orang-orang memanggil namanya. Bukan lagi si Dilan anak bertubuh gempal yang mengharapkan Mama berada di sisinya. Suara hewan-hewan mendadak lenyap ketika suara dari arah belakang lebih mendominasi. Meski demikian, tak bergerak di tempat.

"Ayaangg!" Mel menyambut dengan pelukan hangat. Ia bisa merasakan aroma rambut dan badannya sangat wangi.

"Aduh, aduh manja kali lah yang punya ayang," ledek Casey.

"Gelar tikar dong, ayah mau rebahan di sini." Leon yang tadinya melamun langsung saja menuruti perintah ayah. Pria itu menonton drama korea sambil rebahan makan cemilan.

Tapi maksudnya bukan drama korea sesungguhnya. Melainkan pemandangan di depannya, Jordan tersenyum senang tak perlu bersembunyi untuk menyaksikan gemas pasangan itu. "Leon, kamu emang nggak mau kayak mereka?" tanyanya kelihatan girang namun begitu ingatan pulih, anak satu itu juga menyukai wanita yang sama wajahnya mendadak ikut bersedih.

"Aku harus cari perempuan lain, ayah," gumamnya pelan memastikan tidak ada yang mendengar.

"Sesedihnya ayah, nggak pernah sampe ditinggal nikah sama cewek yang ayah taksir," balasnya tiba-tiba memelas. "Rasanya gimana? Yang sabar kamu."

Leon mengukir senyuman palsu. "Nggak enak, Yah. Semoga ini yang terakhir kalinya," ungkapnya, menjelaskan bertapa sakitnya ia. "Tapi aku nggak boleh egois. Karena Nadi dan Mel pantas bahagia." Jordan kagum pada anaknya.

Rela berkorban demi kebahagiaan orang lain sudah biasa. Terbalik dengan dirinya di masa lalu, justru berperilaku kasar dan cenderung egois mengambil langkah.

"Nadii, Mamm, laper tau," akunya.

Tak tinggal diam Nadi berbalik badan hendak mengambil barang bawaannya di dalam. Ia mengangkat bungkus mie instan untuk dimasak dan beberapa jenis mentahan seafood.

"Mauuu."

"Sini, masak dulu." Datang Casey membawa Nawa yang baru terbangun dari tidurnya. Melihat mata besar bayi itu menatap ke arah pasutri entah mengapa momen ini sangat mengharukan.

"Aku gendong yaa." Mel mengambil alih si bayi. Nawa sudah bisa duduk dengan normal di usia jalan delapan bulan. "Ututututu, tayang akuu, udah gede kan? Muach!" Dan untuk pertama kalinya Nadi tampak sangat bahagia meskipun mukanya agak lelah.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang