Bab 14 : Menjadi dia?

115 23 36
                                    

"Itu juga ngapain pada ngumpul di sana!"

Satu berbuat semua kena. Itulah situasi yang tergambar saat ini. Tidak banyak yang berbuat macam-macam, hanya beberapa oknum saja mungkin. Kecuali Erlan yang memegang botol anggur dengan sangat santai.

"WOI KABUR!" sorak si pelaku menghimbau yang lainnya agar segera bergegas pergi dari tempat.

"Heh kalian, anak nakal semua! Pake pangku pangkuan lagi."

Ketika pencahayaan dari kendaraan para petugas itu menyoroti keberadaan mereka. Jantung Mel berdetak sangat kencang takut-takut hal buruk akan terjadi.

"Nad?!" bisiknya.

"Kabur," balas Nadi lalu menggenggam erat tangan si gadis. Mel tak bisa menebak apa yang akan dilakukannya sampai dirasakan pergelangannya ditarik.

Meski kedua kaki masih terus menapak pada permukaan jalan yang kasar dan padat. Sejak Nadi mengeratkan genggaman tangannya ia serasa terbang bebas, badannya melayang-layang laju.

Menemukan tempat bersembunyian sekiranya aman. Mel menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk meraup napas panjang ia nyaris mati karena kekurangan oksigen sementara para petugas masih gencar mencari keberadaan mereka.

Nadi langsung memutar kepalanya menghadapnya. Inginnya melontarkan pertanyaan klasik, ya mau bagaimana lagi? "Lo nggak papa?"

Hanya terdengar dehamnya susah payah dilakukan keluar dari mulutnya. Dengan begitu cukup menjawab pertanyaan singkat barusan.

Nadi memejamkan matanya sambil menghela napas. Lalu
memberanikan diri mengintip. Sedangkan ia baru bisa leluasa bernapas saat pemburu telah menjauh pergi.

Bukannya apa, Nadi hanya tidak tega bila harus memaksa si gadis berlari lebih jauh lagi sedangkan keadaannya saja sudah tak memungkinkan.

"Nad?"

"Hm?" jawab Nadi lebih cepat dari yang Mel kira.

"Udah sejak kapan tau Bintang punya pacar?" Sebenarnya sampai di sini sedikit tak enak hati menanyakan hal semacam itu di waktu kurang tepat, apalagi saat melihat tatapan khawatir dari si pria.

Benar saja. Dia mengendus kasar tampak kecewa. "Emang penting?" Sekali berucap, selalu terdengar sarkas di telinga.

"Penting banget lah! Kan lo tau kalau gue punya hubungan istimewa dari dulu sama Bintang. Ya walaupun belum jelas sih-tapi"

"Istimewa?" Mel mengangguk cepat. Apa Nadi baru tau?

"So, apa itu masih penting?"

"Y-ya gue nggak tau dia itu brengsek!" pekik Mel kesal. "Lo juga kenapa nggak ngasih tau coba? Kan tega banget...."

Enggan memancing emosinya di saat-saat begini. Nadi memilih diam kembali, menyibukkan diri membakar putung rokok ke sekian kali.

Bau asap yang langsung menyengat ke penciuman baru tersadar. Mel terlalu sibuk menata perasaannya sampai melupakan keadaan fisiknya, juga melupakan kekhawatiran Nadi.

Bukannya dia sedang baik-baik saja kan? Selama hidup dirinya tak pernah melihat pria berpenampilan acak-acakan, rambut lepek, wajah berminyak, masih terlihat sangat tampan meskipun benda yang menurutnya, jelek itu ikut terus terlibat.

"Jelek."

"Lo yang jelek."

"Bintang-"

"BERHENTI SEBUT NAMA DIA, LO BERISIK, BISA DIEM NGGAK SIH?!" Tunggu, matanya mengerjap kesulitan mencerna ucapannya barusan. Suaranya terlalu keras dan beruntun menyerbu.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang