Bab 15 : Pengagum Langit

92 23 35
                                    

+62×××

Hari pertama. Lima menit udah harus ada dateng.

-------

Sayup-sayup mata Mel langsung melebar begitu melihat pesan singkat yang dikirim dari sebuah nomor tanpa nama. Segera beranjak ke posisi duduk kemudian melirik jam menghela napas lega, karena ternyata masih pagi. Dia punya nomor berapa sih?

Menggeleng pelan demi mengumpulkan energi dan separuh kesadaran. Gadis yang masih mengenakan celana pendek dan kaus ngepas di badan kecilnya itu berdiri pergi ke kamar mandi.

Melakukan kegiatan wajib terlebih dahulu. Sampai guyuran air bersuhu dingin mengguyur sekujur tubuh bersama kesadaran utuh sepenuhnya.

Tapi dalam hati bertanya-tanya di mana kah sebenarnya tempat yang harus ia datangi? Hanya ada satu tujuan. Sebab Nadi tak juga menjawab balasan pesannya. Maka, di sini Mel berdiri sekarang.

Di depan rumah Bintang. Sepuluh menit sudah menunggu lelaki itu keluar karena sejujurnya Mel kurang kepercaya diri, padahal biasanya tidak ada kendala.

Muncul seorang wanita di samping. "Nak, Mel." Mel tersentak pelan refleks menoleh.

Sebelum berpamitan Bi Zea meletakkan surat yang dititipkan Nadi sebelum pergi. Katanya di sana berisi serangkaian kegiatan yang harus ia kerjakan mulai hari ini.

Langsung mengantarkan ke kamar lelaki itu. Sepeninggalan Bi Zea, Mel mendapati sebuah foto berbingkai terpanjang di dinding sempat lepas dari penglihatannya saat pertama kali berkunjung.

Sekarang matanya terpaku pada gadis kecil, manik besar sangat lucu baginya. Mel terkekeh melepaskan tasnya mencoba mengangkat bayi berusia lima bulan itu dengan hati-hati.

Rengekannya terdengar renyah di samping telinga. Sesuai permintaan Nadi. Untungnya Mel bisa menjadi perempuan berhati lembut dan keibuan kalau sudah urusan balita atau bayi.

Seharian serangkaian kegiatan berhasil dikerjakan. Mel menghela napas lega bisa menikmati waktu istirahatnya, dengan menidurkan si kecil.

Ini pertama kalinya Mel kembali merasakan beratnya bekerja seharian. Yang biasa dia bisa tidur siang sepuasnya, kini tak ada waktu untuk tidur. Maka tak heran matanya terasa berat saat ini.

Ia mulai menguap lalu meletakan bantal di sofa di bawah kepalanya. Berniat tidur sebentar selagi majikannya pergi. Bi Zea yang tak sengaja melihat Mel terlelap menggelengkan kepala.

"Kasian." Wanita itu meraih sebuah selimut kemudian menyelimuti keduanya. Senyuman tulusnya mengembang, berharap mereka bisa tidur lelap setelahnya.

Setidaknya momen mengharukan berlangsung persekian detik lalu. Sampai suara menggelegar seseorang tak ragu-ragu memanggil nama pekerjanya.

"Mel." Bi Zea nyebut saking kagetnya, sebab dia berdiri di belakang wanita itu persis.

Mel menggeliat dan akhirnya terbangun. Melihat Nadi melemparkan tatapan tajam, ia sedikit lega mengingat Nadi selalu melakukan hal itu. Ia mengusap matanya.

"Hum, maaf Ka-"

"Nadi," koreksinya dengan nada muak. Mel menunduk malu.

"Eh, Mas Nadi, ngagetin aja.... Untung cuman saya aja yang kaget," kekehnya. Berniat mencairkan suasana.

"Ikut gue. Ibu sama Bapak sebentar lagi pulang." Mel awalnya menurut saja. Mengikuti lelaki itu sampai ke kamar. Sampai terlintas pertanyaan di benaknya.

"Nad," tegurnya. Suaranya parau sehabis bangun tidur.

"Ya?"

"Kenapa harus ke kamar?" Tak lama kemudian Nadi tertawa kecil. Terlepas dari dia bodoh apa memang polos ia mulai berpikir bahwa gadis itu lucu.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang