Bab 58 : Miliki sepenuhnya

581 19 39
                                    

Empat tahun berlalu....

Serasa baru melepaskan jas putihnya juga melepaskan penat. Disambut dengan sorotan kamera diarahkan pada seorang wanita. Perawakannya tak berubah, namun rahangnya sedikit lebih tegas.

Jarang sekali menundukkan kepala. Tatapan intens dan kerap disebut punya kesan mengintimidasi lawan bicaranya. Beberapa hal penting masih melekat padanya meskipun bertahun-tahun berupaya ditinggalkan. Badannya bertambah tinggi dan tegap, apalagi ketika memakai high heels. Dia bersinar seorang diri.

Memamerkan kecantikan dan kedewasaan. Kendati tetap terlihat awet muda memancarkan karismatik yang kuat dan menawan menambah daya tarik dokter dengan segudang prestasi ini.

Sekumpulan orang mendekat sekedar mengambil gambar melalui kamera masing-masing secara terburu-buru. Bahkan badannya hampir tersenggol saking cepat pergerakan mereka.

Risih? Tentu. Ia bukan artis atau publik figur semacamnya, hanya saja dia selalu dikabarkan sedang dekat dengan pria kaya raya juga terkenal dari mancanegara. "Anda dikabarkan sedang dekat dengan penyanyi asal negeri Paman Sam. Mohon tanggapannya."

"Bisa beritau kami rahasia awet muda? Anda masih sangat cantik di usiamu yang sekarang."

"Kami melihat Pak Leon sekarang lebih dekat dengan perempuan berambut pirang itu. Jadi bisa kah dijelaskan Anda, siapanya?"

"Apakah setelah ini Anda akan tetap melanjutkan karir sebagai seniman ?"

"Rumornya, Anda menjanda? Belum berencana menikah dalam waktu dekat? Adakah seorang pria yang membuatmu tertarik sejauh ini?"

Pertanyaan terus berdatangan tanpa henti. Kelelahan menjadi incaran para om-om tampan setelah balik ke negara asal. Para wartawan justru menanyakan hal-hal tak penting seputar pasangan. Membosankan.

Dibandingkan menanyakan bagaimana cara menjadi wanita mandiri dan sukses. Untung ada Jessica yang menariknya kabur dari perkumpulan tadi. Usia boleh menua tapi kalau urusan berteman kuncinya adalah setia.

"Iri deh gue, udah laku, sukses, mandiri, terkenal lagi sekarang."

Gelak tawa tertahan wanita itu pecah bersamaan. "Eh gue jadi kangen, Swiss deh." Temannya lantas menatap heran sambil menurunkan kacamata hitam.

"Let's go babyeh. Tapi gue lebih kangen Korea," jawabnya, memang sempat berlibur selama dua bulan juga di sana. Ia beralih memandang keluar kaca melihat jalanan tampak lembab. "Tapi lo nggak pengen ke sana buat mengenang kenangan indah bersama doi kan?

"Suami lo apa kabar?" tanya Mel mengalihkan.

Et?

"Di negaranya lah. Kenapa sih nanya-nanya?! Seharusnya gue yang nanya kali, Mel." Alisnya naik-turun menggoda. Kata wanita mandiri itu ia tidak lagi memedulikan yang namanya pria.

Mengatakan berulang kali tetapi entah mengapa Jessica masih tidak percaya. Lihat saja bagaimana perubahan mimik wajahnya sehabis membahas ke arah sana. Mel mengulum bibir. "Masih nggak butuh cowok? Lo udah tua-"

Plak!

"Baru 31!" bisiknya walaupun tiga satunya itu pula tak terlihat ada di mana. Orang-orang masih akan mengiranya perempuan usia dua puluhan. Luar biasa perawatannya.

"Lo tau lah, males gue," katanya. Sebagai kawan ia tau perempuan ini sering menyembunyikan diri ketika bersedih demi membangun karakter dewasa dan mandiri. Lama-kelamaan pasti ada rasa jenuh menyimpan semuanya sendiri.

"Mel, sadar nggak sih? Lo jadi banyak banget berubah semenjak suka sibuk sendiri. Termasuk diem-diem aja kalau lagi ada masalah, nggak perlu kaya gitu kali-" Dipikir empat belas tahun itu waktu yang sebentar?

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang