Bab 20 : Lautan berapi⚠️

550 23 33
                                    

"Lo kuliah pagi?"

"Iya lah." Artinya waktunya mengobrol saat ini tak lama. Asdar menghela napas menepuk bahu Leo, seakan-akan menguatkan anak itu.

Nyatanya, tidak juga. "Lo harus bergerak cepet sebelum Bintang berhasil dapet uangnya." Leo mengernyitkan dahi tak paham.

"Bukannya bagus kalau dia berhasil lunasin?" tanya Leo serius.

"Ya itu artinya. Kita nggak bakal dapet bonuss!" celetuk Asdar.

Leo menimang-nimang tampak ragu. Memang bagaimana caranya menggertak Bintang tanpa cara melakukan licik? Pasalnya, di luar kapasitas, mereka jadi berurusan dengan perempuan.

"Tapi gue nggak tega nyentuh cewek ah." Leo mematahkan semangat menggebu Asdar dalam hitungan detik. Tersenyum kecut menanggapi.

"Kita bisa ngelakuin apapun tanpa takut berurusan sama polisi. Inget? Itu tanggungjawab dia," terang Asdar. "Cuma gertak kok, aman aja."

"Gini aja. Gimana lo sewa orang." Jelas itu sekedar saran bukannya solusi yang dibutuhkan.

Datar ekspresinya masih teramat ragu. "Gue sih, punya temen. Udah pro kalau urusan culik-menculik orang sih, tapi–" Asdar menjentikkan jari cepat.

"Nah! Bener juga, temen lu kan preman semua." Entah pujian atau malah sebuah ejekan, Leo mengendus tak peduli asal nanti ia dapat bagian.

"Ya udahlah , atur aja dah gimana."

~~~~

Sepulang Nadi, tengah malam. Baru bisa meninggalkan beban di kepala, sekaligus juga punya kesempatan mengistirahatkan fisik letihnya. Mengintip ke kamar Bi Zea.

Wanita paruh baya itu sudah tidur pulas setelah lelah bekerja, sudut bibir Mel terangkat tipis. Lalu meletakkan kotak berisi berbagai macam barang peninggalan Lisa, bingung harus dikemanakan.

Ia membalik kursi di dekatnya agar dia bisa bertumpu dagu dengan sandaran. Cukup lama mengamati saja, matanya menyipit melihat benda lain yang lebih menarik perhatian.

Selain kertas-kertas polos tadi. Di sana ada dua jenis cincin, kemungkinan besar adalah cincin kawin dan pernikahan. Jemarinya bergerak pelan membolak-balikan guna mendetail.

Ternyata, itu benar adalah dua buah cincin asli bukan terbuat dari bahan imitasi. Mel terdiam kembali, mengingat-ngingat apa Lisa pernah memakai benda tersebut.

Menyayangkan. Tapi perlu diakui, Mel memang sangat jarang menemui adiknya itu dikarenakan ia sibuk mencari pekerjaan yang menyesuaikan jam sepulang sekolah dulu.

"Masih bagus-bagus banget. Kenapa disuruh buang ya?" Bermonolog ria, hendak sedikit merapihkan kembali isi kardus.

Gaun hijau menarik perhatian penuh kini berada di genggaman. Desainnya sangat cantik dan terlihat berkilau. Mel tidak menyangka adiknya bisa seberbakat itu dalam bidang seni.

Lalu iseng mencocokkan dengan beberapa gambar sketsa di salah satu kertas dan ternyata benar, itu sebuah desain karya seni tangan seseorang. Sudah jelas siapa.

Satu pertanyaan muncul kembali. Tentang mengapa, Nadi begitu tega membuang peninggalan istrinya selama hidup? Apa mungkin berpotensi mengingatkan pada sosok sang istri, hingga dia menyerah dan memilih untuk menghanguskan segala bentuk jejak kenangan tertinggal.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang