Bab 35 : Salah siapa?

74 13 24
                                    

Kilas ingatan Jordan memutar beberapa menit yang lalu. Di mana ia bicara empat mata dengan salah satu putranya. Caranya mendidik Leon akhirnya sukses menjadi kepribadian yang baik.

Dulu ia pikir, menjadi kepribadian yang keras akan membuat anaknya menjadi penurut dan berubah lebih baik. Nyatanya, pemikiran itu salah besar." Pertama-tama, Leon mau minta maaf, sebab karena aku mungkin hubungan ayah dan Nadi tidak pernah membaik. Bahkan sampai saat ini pun ayah masih kesulitan membangun kimestri."

Pria itu melupakan satu hal yang luput dari pengawasan selama ini. Adalah bagaimana cara Nadi berperilaku dari hari ke hari, kalau dipikir-pikir ia sangat jarang memerhatikan pertumbuhan anaknya. "Bukan salah kamu kok. Lagian Nadi memang sudah begitu sejak setahun lalu, ayah nggak kaget lagi jadinya. Masalahnya ada di ayah, seandainya saya bisa lebih sabar menghadapi anak itu dan ibunya, mungkin semuanya nggak akan serumit ini."

Tentang mengapa Nadi berperilaku acuh tak acuh dan mudah tersinggung. Nyaris semua sifatnya dulu turun pada anak kandungnya sendiri.

"Ayah perlu ingatkan sekali lagi ya. Nggak ada yang salah, kalian anak baik dan kalian semua pantas untuk berbahagia."

Telat menyadari bahwa sebenarnya bukan kesalahan Nadi, atau Leon, bukan siapa-siapa. Semuanya hanya terus berjalan sesuai dengan apa yang ditanam dan apa yang akan kita tuai pada akhirnya."Ayah.... Sejak kapan ayah tau Lisa menikah dengan Nadi?" Menerima pertanyaan tiba-tiba. Yang sebenarnya agak jauh dari konteks awal.

"Memangnya kenapa? Memang kamu masih menyukai Lisa pada saat itu?" tanyanya berhati-hati. Menatap curiga.

"Iya. Tapi-tenang saja, Ayah. Leon harus berhenti menjadi penyuka istri orang. Terlebih wanita itu sudah tiada. Dan sepertinya aku menemukan jodohku yang sebenarnya. Ah, pasti nanti akan tunjukan ke ayah." Terkekeh pelan Jordan setelah lama, Leon berniat membuka hati. Ia senang anak-anaknya sudah bisa menjalani hidupnya sendiri-sendiri.

"Nah, baguss, bagus anak pintar. Kamu harus sadar kamu pantas bahagia, Nak. Semua anak ayah harus hidup bahagia." Setelah sekian lama mengunci hati untuk satu orang wanita, Leon mengatakan ia ingin fokus menyayangi ibundanya dulu.

"Terima kasih, Ayah."

Maka, hati ayah mana yang tidak tersentuh?

.

. .

. . .

"Lo duluan," kata Nadi mundur selangkah mempersilakan Leon lebih dulu.

Masih diselimuti oleh kecanggungan di antara mereka sampai Leon angkat bicara. "Kamu aja dulu, biar saya belakangan."

Barisan belakang Casey merasa aneh di sini. Mulai terbang ke mana-mana pikirannya. Terpikirkan satu pertanyaan, atas dasar apa keduanya bisa mengucapakan kalimat yang hampir sama di waktu bersamaan.

Mel melirik Casey tampak kebingungan menghadapi situasi juga. Sama halnya Jordan, waktu masih tetap berjalan ke depan. Memang harus berjalan dengan semestinya.

"Kamu aja, saya bisa nanti." Leon menggeleng keras menarik Nadi maju.

Kini di mata Nadi semuanya membingungkan. Jadi mau tak mau meng-iyakan saja kemauan Leon namun jujur saja menurutnya pria itu bersikap aneh seperti menyembunyikan sesuatu di belakang badan tinggi tegapnya.

Mencoba mengintip sedikit kesulitan. Acuh tak acuh Nadi memposisikan diri ingin melanjutkan kembali niat tertunda. Sebelum gilirannya dirampas oleh wanita yang diyakini, adalah ibunda Mel menghampiri.

Wajahnya jelas awut-awutan sejak awal menampakkan diri. Perasaan Mel jadi tidak enak, sedikit-dikit gambaran masa depan dapat terbaca jelas hanya dari raut mukanya.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang