Bab 45 : Pulang atau tinggal

72 13 13
                                    

"Nad, kamu kenapa sih? Aku tau sekarang kamu lagi punya masalah tapi bisa nggak jangan bersikap kasar terus sama Leon? Leon juga baru kehilangan ibunya." Mel mengomel di dekatnya dari tadi. "Emang kamu nggak mikirin perasaan Leon pas lagi ngomong kayak gitu?"

"Apa gua harus lebih mentingin perasaan orang juga sekarang? Fuck people." Pria itu bersandar di depan jendela kaca menunggu ibunya bangun.

"Tapi aku marah ya, Nad sama sikap kamu." Mel bangkit dari duduknya mendekati sang suami. "Kalau aku biarin terus malah makin menjadi loh nanti, makanya aku ngomongin sekarang." Wajah Nadi tampak kelelahan. Enggan meladeni Mel karena tau emosinya sulit dikontrol dalam kondisi begini.

"Nad, lihat aku! Aku lihat juga sikap sama ayah juga nggak sopan banget tadi. Pokoknya kamu janji harus minta maaf sama mereka, nanti ya." Nadi yang semula hanya mendengarkan balik memandang Mel penuh tanda tanya.

"Kenapa lo jadi peduli banget sama mereka?" desisnya heran.

"Ya-aku juga peduli sama kamu."

"Lo sibuk marahin gue. Kenapa lo nggak pergi buat marahin Leon?! Kenapa cuman gua?!" bentak Nadi benar-benar marah. Mata menyala Mel semakin terang sebab cairan bening tiba-tiba saja keluar tanpa diminta.

Untung keadaan koridor pada saat itu sudah sepi. "Apa nggak lihat gue juga lagi kesulitan? Kalau lo sukanya sama Leon, silahkan pergi! Gue nggak butuh cewek nyusahin kayak lo di sini."

Kalimat yang dilontarkan Nadi sangat menusuk. Seolah-olah serasa menghacurkan harga dirinya di depan satu pria. Dan Mel yang notabene-nya sama keras kepalanya, alias tidak mau mengalah berpikir terlalu cepat.

"Gila ya...? Apa gue salah nyoba buat perbaikin hubungan persaudaraan kalian? Lo malah berpikir gue sukanya sama Leon, maksudnya apa?!" Mel balik membentak.

Ia memegang dadanya luar biasa sesak, tanpa memikirkan bagaimana perasaan suaminya juga pada saat itu. Sama-sama egois, begitu pun Mel sebenarnya.

"Ya udah terserah. Aku mau pergi jauh dari kamu."

Setidaknya, Mel berharap Nadi mengejarnya. Ia langsung dijatuhkan oleh realita pastinya pria itu akan memilih menjaga ibunya ketimbang mementingkan hati kecil si gadis sekeras batu.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Matanya mengantuk terpaksa tetap terjaga demi menunggu sang suami. Kini semuanya berakhir terlalu singkat. Ia sedang memikirkan kelanjutan hubungan mereka setelah perdebatan tadi. Mel memukul kepalanya sadar terlalu gegabah dalam bertindak.

"Bego banget sih!" Berjalan di pinggir koridor menyadarkan bahunya sejenak. "Mana Nadi ngeselinn, gue juga nggak bisa ngontrol emosi lagi." Bingung mau marah pada siapa, alhasil tembok di samping jadi pelampiasan.

"Mela."

"Hah?! Ih, Leonn ngagetin aja. Udah malem kok bisa ada di sini?" Leon sebenarnya sudah menduga akan terjadi pertengkaran sehingga ia setia menunggu mereka pulang dari sore tadi.

"Mau pulang?" tanya Leon menduga lalu menyunggingkan senyum manisnya. 

Awalnya Mel mau menolak tetapi mengingat semakin malam hawa makin dingin di sekitar mendorongnya untuk cepat-cepat pulang dan tidur di bawah selimut tebal.

"T-tapi aku lagi marahan sama Nadi tadi." Berucap malu. Ia bahkan malas menghitung berapa kali mereka bertengkar sehabis menikah. Leon menyaksikan segalanya di tengah mereka.

"Jadi... kamu nggak mau pulang?"

"Males aja," balasnya. "Aku kan sekamar sama Nadi kalau pulang pasti bakal perang lagi kita, punya kamar sih di sana. Cuma percuma deh, pasti Nadi bakal ngomel juga ngira aku jauhin dia."

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang