Bab 50 : Menguak kematian Lisa

111 15 23
                                    

"Mel, hamil?" Menarik alisnya ke atas diiringi tawaan geli mengusap perih matanya."Gua nggak lagi ngimpi?" Menepis kepercayaan kemudian hanya agar tidak berharap jauh.

"Huwaa, Kakak! Nggak enak banget aku sakit ya?" Mel berjongkok di depan ambang pintu malah makin kesal melihat suaminya tersenyum lebar. 

"Pusing juga," rengeknya memasang wajah jengkel. Mel melangkahkan kaki ketika melihat Nadi merentangkan kedua tangan gadis itu membuka muka lalu berjalan cuek keluar. 

Di dalam Nadi masih bertanya-tanya sebenarnya ada apa. Apakah dirinya menjengkelkan? Disambut suara berisik dari bawah melihat Jordan dan Yoana main kejar-kejaran, lalu yang duduk anteng di sofa itu jelas Leon. 

"Hum, baru dateng, Eon?" 

"Eh, hei Mel. Kebetulan banget saya mau ngomong sesuatu." Leon bangkit dari duduknya mempersilahkan Mel jalan duluan mendahului.

"Mau bicarain apa sih? Kayaknya serius banget." Jujur saja Leon senang bisa melihat Mel lagi sejak sekian lama. Bibirnya gatal ingin tersenyum lebar.

"Biar agak tenang aja kalau jauh dari keributan." Kesannya menyindir ayahnya sendiri yang kembali muda. Mel hanya tertawa kecil menanggapi.

"Jadi... Saya mau bicarakan tentang ayahmu. Jadi maaf, apabila pembicaraan kita nanti akan agak berat nantinya." Mendadak senyuman ramah memudar berganti serius menyesuaikan.

Leon menarik napas panjang sebelum bicara. "Ayahmu mengungkapkan, kamu yang jadi penyebab mengapa Lisa menurut. Kamu mau dengar rekamannya?" Mel akhirnya mendapatkan kesadaran sepenuhnya. 

"Boleh," ucapnya serak. 

"Baik. Tapi aku mohon jangan bersedih," pintanya sebelum memutarkan rekaman tersebut. Barulah ada persetujuan maka ia segera memutar file audio agar semuanya transparan. 

Audio terputar. Sepanjang suara dari rekaman menggema Mel tidak lagi berbicara. Keduanya sama-sama fokus mendengarkan agar lebih mudah mendapatkan seluruh poinnya. Itu, adalah rekaman keterangan dari Ginanjar bulan lalu.

Tau-tau Nadi muncul di antara mereka. Namun hanya diam saja sebatas mengawasi istrinya dari dekat. Leon sekedar menyapa dengan senyuman.

"Pijam dulu, ada keperluan," ucap Leon memerhatikan kejengkelan Nadi. 

"Mel?" 

"Jangan memaksa dia. Biarkan saya yang bicara dulu." Nadi ingin menanyakan sesuatu tapi dengan sigap Leon menahan kemudian membawa Mel menjauh. 

Durasi berakhir. Semuanya terlihat tenang begitu pun wajah Mel walaupun menyisakan kecemasan dari mukanya. "A-aku, kalau gitu aku mau cerita Kak, boleh?" Langsung diangguki. 

.   . 

.   .   . 

Khususnya malam ini, adalah hari bahagia mereka. Jadilah satu kampung berkumpul sekaligus persiapan perayaan hari raya natal dan menjelang tahun baru bersama-sama di kediaman mereka. Mela cemberut tak sesenang yang lain, begitu pun Lisa.

Terus menekuk dari siang ke malam. Tak sengaja terbangun dirinya. Matanya beralih menatap jarum jam pada dinding rupanya tepat tengah malam. 

Ia mengusap kelopak mata memaksakan bangkit dari tidur panjang. Sembari menunggu kesadaran terkumpul matanya memerhatikan segalanya, yang berada di sekitar ruangan tempat sekeluarga tidur. 

"Lisa manja banget sih," cibirnya kesal. 

Di dekatnya ada ibu, dan di tengah-tengah mereka ada Amelisa dan di samping kanan adalah ayah sambungnya. Awalnya semua terlihat normal sampai ekor mata menangkap hal-hal aneh. 

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang