Epilog

635 21 44
                                    

Yang kemarin selesai ya, ini sisa epilog.

.

.

.

.

Kuhabiskan siang dan malamku merenungi, ke mana kah pergimu tak luput selalu kunanti? Kepulangan yang membawaku menyelami, seberapa dalam kumelukai. Ke mana binar mata tempat kutemui kehidupan, cinta kekal abadi, hanya padamu pelabuhan hatiku, mendarat kembali.

~ Nadi

****
𝓝𝓪𝓭𝓲 𝓭𝓪𝓷 𝓣𝓾𝓪𝓷 𝓟𝓾𝓽𝓻𝓲𝓷𝔂𝓪.

"Terus, yang meninggal siapa?"

Masih menjadi pertanyaan besar. Mel tak mau mati penasaran hanya karena memikirkan hal tidak penting. Nadi melepaskan peluknya memberi akses bebas si wanita bergerak leluasa.

"Papa," katanya. Mel mengerjapkan mata heran. Untuk apa Nadi menjual rumahnya kembali di saat sepertinya permasalahan ekonomi hidupnya masih terjamin.

"Papa, Jordan? Untuk apa jual rumah ke Papa kamu lagi?"

"Hum, hidup gue--emang berantakan banget tanpa tuan putrinya," desahannya bingung. "Gue nggak tau harus ngejelasin dari mana tapi, aku jual rumah supaya bisa ngelupain segalanya tentang kamu," jelasnya langsung saja ke inti.

"Ohh I see. Tapi kalau Papa lo udah nggak ada berarti ujung-ujungnya semuanya jatuh ke elo sama Leon juga. Percuma dong." Ia amati ada perubahan, nadinya menyipitkan mata tak terima ketika istrinya menyebutkan nama pria lain.

"Apaa?"

"Jangan sebut," rengeknya memeluk tubuhnya lagi.
Astaga, makin tua malah makin manja Mel dibuat geleng-geleng kepala tapi juga senang.

"Nadi... Terus kenapa kamu nggak pernah nemui aku kalau aslinya sekangen ini? Aku kira udah nggak peduli," gumamnya berat. Tak pernah menyangka takdir mempertemukan mereka biar berlalu bertahun-tahun lamanya.

Nadi masih betah bersembunyi di balik lekukan leher hangat sang istri. "Kisah kita berakhir bertahun-tahun lalu. Dari Nawa bayi sampai jadi gadis remaja."

Apa? Jadi selama itu Mel meninggalkan anak dan suaminya pergi? "Lo inget kan Leon ngancem bakal mukul gua kalau nekat nemuin lo. Kesepakatan itu masih berlaku. Sebenarnya Nadi sering banget mantau tuan putrinya dari kejauhan. Kita hidup di kota yang sama, nggak terlalu jauh juga. Tapi ketemu kamu, nyaris jadi hal mustahil."

"Bukannya gue takut, gua cuma nggak berani buat nyakitin kamu ke sekian kali." Hatinya terenyuh. Nadi sama sekali tidak pernah mengingkari janjinya. "Kalaupun suatu hari, kamu minta aku buat pergi itu nggak akan terjadi. Dan kalaupun kamu yang pergi, aku akan selalu ada di sini." Dia pernah berucap begitu, demi mengusir kegelisahan hati kala itu.

"Nggak akan ke mana-mana."

Scene membawangkan macam apa ini? Ingatannya tiba-tiba terasah kuat, teringat ucapan Nadi saat berada di negeri orang. Seolah-olah dia memahami kelabilan hati seorang Amelea.

Selain itu tak sampai terpikirkan Leon, pria yang menggantikan posisi ayahnya masih menepati janji melindunginya dari jangkauan Nadi hingga kini. Padahal tahun-tahun belakangan mereka jarang bertemu.

"Mau tau tentang Lisa?" Buyar lamunan Mel menoleh cepat. Anggukan kecil beserta senyuman tipis ia tampilan sebagai jawaban. "Dulu, gue manggil dia 'Mel' sama kayak lo, mau tau kenapa?"

"Kenapa?"

"Dia gantiin lo pas lo nggak ada. Alasannya, dia kasian sama gue–––yang setiap hari dateng ke rumah, dan Bi Rana selalu bilang... lo nggak ada." Ingat sekali Nadi katanya hanya diperbolehkan menemui gadis itu sehabis diizinkan keluar membeli kebutuhan dapur dan lain-lain. Hingga takdir membawa mereka bisa langsung dipertemukan di atas altar.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang