Bab 46 : Gagal

70 12 16
                                    

Tiba di depan rumah. Mel terus memandang ke arah rumahnya yang sudah lama tak ia kunjungi dengan perasaan campur aduk sampai Leon harus menyadarkan dirinya agak tidak larut.

"Aku turun dulu ya."

Rumah itu bahkan terlihat lebih sepi serta seperti ada kesan mistis di sana, tentunya hanya perasaan yang lewat saja. Mel melangkahkan kaki masuk ke dalam gerbang disambut burung yang hinggap.

Memang sudah bukan hal baru melihat rumah sepi tanpa penghuni di sore hari menjelang malam. Ia berjalan menuju ke atas berhati-hati, ya siapa tau ada penghuninya.

Sekian meraba-raba namun nihl. Berharap ibunya pulang lebih cepat. Harapan putus di tengah jalan, sebelum ia menemui Chikan di depan pintu kamarnya, berlari ke arahnya sambil mengeong keras.

"Aaaa sayang…." Menangkap anak kucing malang tersebut tetapi sepertinya masih aman. Ia tidak melihat Chikan bertambah kurus atau kelaparan.

"Kamu nggak papa? Uuu cayang, maaf." Mel menggesekkan bulu lembutnya pada rambutnya hal biasa yang selalu ia lakukan saat mereka bertemu.

Selesai melepaskan rindu. Melebarkan pandangan ke sekeliling di mana seisi rumah itu tampak lebih berantakan sedikit. Sebab tak biasanya orang rumah mengesampingkan kebersihan.

Dahinya mengernyit heran berputar ke berbagai arah. Rumahnya seperti sudah agak lama tidak lagi dihuni oleh manusia. "Aneh banget," ucapnya.

Dari atas ia mendengar aktivitas. Ternyata itu Bi Rana sedang membuang sampah ke luar. Bibirnya tersenyum. Setidaknya masih bisa bertanya kondisi rumah selama dirinya pergi. Ia bergegas turun hingga menimbulkan suara alas kaki menggema."Bibi!" Bisa dilihat senyuman Bi Rana mengembang namun seperti ada keraguan. "Bibi, yaampun apa kabar Bi?"

"Saya baik, Non. Selama ini ke mana aja?" Senyuman ramah di bibir Mel ikut luntur bersamaan. "Soalnya Nyonya sama Tuan makin suka rusuh kalau nggak ada Nona Mel di rumah."

"A-aku udah nikah Bi," jawab Mel refleks.

"Hah?! Ya Allah, Non. Ibu, bapak udah tau?" Mel mengangkat dagunya lagi.

"Tau kok. Kan udah minta restu."

"Oalah... Tapi Nyonya jadi pisah rumah sama Tuan Ginanjar sudah lama. Dan apa Non Mel tau? Mereka udah nggak pernah pulang lagi udah tiga hari!" Mel membeku di tempat. Sementara otaknya mulai berpikir jauh.

Tentang ke mana kira-kira ibu dan Ginanjar pergi. "Bibi nggak tau mereka ke mana?" Perasaan pun gelisah pasti selama ia pergi ada hal yang terjadi.

"Nggak Nonn. Malah tadi Bibi mau nanya." Wajah Bi Rana tampak sama gelisahnya. "Udah coba dihubungi belum?"

"Aku udah ada nelpon Mama sih, tapi coba aku mau hubungin cari ayah dulu ya." Bi Rana mengangguk cepat ikut tak tenan saat Mel memangkat ponselnya ke telinga.

"Nyambung!"

"Nyambung Non?? Alhamdulillah."

"Hum?" Mata Bi Rana menatap ke sekeliling harap-harap sama cemasnya bila dugaannya benar. "Siapa ya? Tolong di mana ayah saya–"

"Apa? Kantor polisi?"

Saling lirik keduanya menampilkan ekspresi sama terkejutnya. Badan Mel seketika saja melemas semua rasanya. "Aku–ayah ada di kantor polisi sekarang dan katanya aku juga disuruh ke sana."

"Non?? Kok bisa Tuan ada di kantor polisi?"

Jujur Mel pun masih tinggal menduga-duga. Ingat di masa lampau ibunya pernah mendampingi pergi ke kantor polisi demi mendapatkan proses mendapatkan keadilan.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang