Balutan kain putih yang disematkan diantara rangkaian bunga mawar putih dan merah. Menjuntai dari sisi satu dengan lainnya sehingga membentuk rangkaian yang sangat indah untuk menyambut para tamu yang datang.
Keluarga Asral memang di kenal sebagai pencinta mawar. Mereka bahkan memiliki divisi riset khusus untuk memproduksi mawar dengan warna yang berbeda.
Tema kali ini mawar merah dan putih. Sebenarnya ini terlalu berlebihan untuk sekedar Tea Party. Rasanya Restia seperti datang ke acara pernikahan bangsawan dibandingkan acara kecil.
"Rowena, tunggu aku di ruang tunggu. Mulai dari sini hanya para tamu yang boleh masuk," titah Restia ketika melihat seorang pelayan menunggu di depan pintu kaca sebuah taman.
"Baik Nona."
Pelayan berjas hitam dengan pita kupu-kupu sebagai dasinya meminta Restia untuk menunjukan surat undangan. Ia pun mengeluarkannya sebagai bukti bahwa ia salah satu tamu yang diundang.
"Silahkan Nona," ucap pelayan itu santun.
Di depan sana Restia melihat banyak sekali mawar bermekaran sempurna. Pemandangan ini tentu saja membuat takjub mata Restia hingga bibirnya hampir saja menganga.
Bagaimana tidak?
Di dunia modern mana ada pemandangan bak dunia fantasi seperti ini. Seolah-olah peri tingkerbell benar-benar ada untuk menjaga bunga tetap bermekaran.
"Mari saya antar," ucap pelayan tadi. Oh rupanya Restia akan diantar sampai lokasi tujuan.
Sesampainya di tempat, di sana ada meja cukup panjang dan kursi yang di tempatkan sesuai tamu undangan. Beberapa ada yang kosong karena tamu belum datang. Di tengahnya ada berbagai dessert dan kue-kue kering yang disusun cantik di atas standing cake.
Sejenak Restia melirik penampilannya sendiri lalu membandingkan dengan penampilan para sosialita di sana. Ah, rupanya ini yang dikhawatirkan Rowena saat Restia ngotot mau pakai baju simple saja.
Siapa yang menyangka kalau selera pakaian di era ini benar-benar ampas. Dibanding elegan mereka terlihat seperti kumpulan badut yang sedang reuni. Tapi tetap saja, namanya wanita. Pasti yang berbeda akan jadi pusat perhatian. Seperti Restia yang menjadi sorotan saat ia datang.
Baju silver berbalut donger dengan renda minim. Rambut di gerai dengan bergelombang apik. Tak ada hiasan apapun kecuali jepit bematakan batu ruby sebagai pelengkap hiasan kepala.
"Ehem... terimakasih atas undangannya Lady Tarra. Dan terimakasih karena sudah mengkhawatirkan kesehatan ku melalui surat sebelumnya," ucap Restia elegan. Yah, bagaimana pun ia tidak bisa mempermalukan dirinya sendiri di acara seperti ini. Restia masih butuh citra baik sampai dirinya kembali.
"Ah... emh... iya sama-sama Lady Restia. Saya sangat senang Lady sehat kembali. Silahkan duduk."
Restia pun mengambil tempat paling pinggir. Entah kenapa hanya tempat itu yang tersisa. Lalu di depannya pun hanya kursi kosong.
Terdengar perbincangan unfaedah dari mereka. Di dunia nyata pun Restia termasuk orang yang lebih banyak mendengar dari pada bercerita. Di dunia ini pun ia menerapkan hal yang sama. Mungkin hal itu juga yang membuat mereka memberi tatapan aneh. Karena sebelumnya kan Restia Adler selalu membawa gosip terhangat sebagai bahan perbincangan.
Yah, Restia tidak peduli. Toh, dia tidak berencana hidup panjang sampai beranak pinak. Yang ia pedulikan hanyalah satu. Di mana Aurora? Di antara salah satu dari mereka Restia yakin tidak ada Aurora.
Walau belum bertemu apalagi tau wajahnya. Restia yakin Aurora punya aura female lead yang kental dari pada keroco-keroco ini.
Sedang asik memakan camilan kering di depannya. Seketika indra pendengaran Restia terasa disumpal hingga tak mendengar satu kata pun dari bibir mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Want to Die (END)
FantasyHanya karena nama karakter dalam novel sama, tanpa sebab Restia Wardani masuk ke dunia novel dan bertransmigasi ke tubuh Restia Alder D. Freya. Pemain antagonis yang selalu mencelakai female lead. Seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Restia tau akhir...