36. Dress Pink

27.5K 2.7K 61
                                    

"Aku tahu kau belum tidur," sahut suara bariton.

"Hah. Ternyata Duke Elgar. Aku kira siapa."

Entah dapat kunci dari mana orang ini. Itu adalah salah satu pertanyaan yang menggantung di benak restia.

Elgar terkekeh. Matanya memandang sendu ke arah lentera. "Kau berharap yang datang Livius?"

"Tidak! Aku penasaran karena Aurora bilang pernah memergoki Livius membawa lavender itu di malam hari."

"Oh ternyata dari dia kau menyadarinya. Jadi... apa kau kecewa ternyata aku yang menaruh lavender itu."

"Tck! Bukan itu intinya. Yang penting rasa penasaran ku sudah terjawab. Ah. Ngomong-ngomong dari mana kau tahu aku menyukai lavender?"

"Kau yang bilang."

"Kapan?"

"Ketika mengigau saat demam tinggi."

"Ha? Jangan bercanda!"

"Aku serius. Kau benar-benar jelek waktu itu."

"Hei! Kau baru saja mengejek calon permaisuri. Ingat! Aku bisa menghukum mu kapan saja!"

"Wah. Takutnya," ledek Elgar.

"Terimakasih ya. Aku merasa nyaman dengam bunga itu."

"Y-yah... bukan berarti aku melakukannya karena peduli padamu. Aku hanya ingin kau segera sembuh dan beraktifitas seperti biasa. Agar kau bisa menemukan dokumen penting secepatnya." ucap elgar malu-malu.

"Hemm... iya, iya."

Mereka sama-sama diam. Tidak ada pembicaraan lagi namun anehnya Elgar tidak kunjung keluar.

"Emh.... apa ada lagi yang ingin kau sampaikan?" ujar Restia. Ia kesal dengan situasi kikuk ini. Selalu seperti ini. Tiba-tiba mereka diam setelah mengobrol panjang lebar.

"Tidak ada."

"Kalau begitu, selamat malam Duke Elgar."

"M-malam...."

Restia hendak menutup dirinya dengan selimut kembali. Namun Aksinya dicegah oleh Elgar yang tiba-tiba berbalik.

"Ah, aku ingin menyampaikan satu hal lagi."

Restia spontan duduk kembali. Orang ini susah sekali ditebak. Pasti otaknya berbentuk labirin tanpa jalan keluar!

"Apa?!" sungut Restia kesal.

"Sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengan Aurora."

"Memangnya kenapa?" tanya Restia. Pasalnya Aurora adalah female lead. Tidak mungkin ia mempunyai rencana licik seperti Restia Adler yang memang antagonis.

"Apa kau tidak curiga ketika dia bilang memergoki Livius menggenggam seikat lavender di tengah malam?"

"Ha? Memang apa yang harus dicurigai?"

"Hah! Ku pikir kau terlahir cerdas. Ternyata sama saja dengan burung beo yang harus diajarkan cara berbicara."

"Tck! Kau sudah menghina ku dua kali di malam ini. Hati-hati dengan leher mu!" cibir Restia.

Elgar terkekeh kemudian tatapannya berubah serius. "Buat apa dia kelaur di tengah malam? Untuk seorang gadis. Bukankah itu hal tabu?"

Benar juga! Kenapa Restia tidak kepikiran?

"Dari kedatangannya ke istana. Aku sudah menaruh curiga padanya. Lebih baik kau jangan terlalu percaya. Apalagi membocorkan tujuan kita."

"Humm. Aku tidak akan membocorkan pada siapa pun. Tapi... untuk mencurigai Aurora. Rasanya.... tidak mungkin."

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang