Mansion Duke Elgar
“Selamat datang kembali Tuan. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk membasuh tubuh Tuan,” sambut kepala pelayan kediaman Elgar.
“Humm, terimakasih.”
Sesaat setelah Restia berhasil kembali ke istana. Elgar tak bisa langsung pulang ke mansionnya dikarenakan kesaksian sekaligus laporan yang harus ia buat untuk kasus penculikan Restia tempo hari.
Urat lehernya terasa tegang berkat berhadapan langsung dengan dewan legislatif untuk menjabarkan detil kejadian saat Elgar menemukan Restia. Jujur saja, apa yang Elgar sampaikan semuanya hanya rekayasa. Itu hanya majinasi yang ia karang untuk melancarkan rencana.
Count Aslan yang menjadi korban amukan Livius hingga lehernya putus adalah sesuatu di luar ekspetasi Elgar. Siapa yang menyangka Livius akan bereaksi seperti itu? Yang Elgar tahu, laki-laki itu selalu membuat Restia menangis ketika mereka berjumpa. Ia pikir Livius tidak peduli dengan tunangannya. Ternyata Elgar salah!
Elgar merebahkan dirinya ke kolam mandi lebar yang dibangun khusus. Ia menyugar rambutnya seraya menatap langit-langit.
Akhir-akhir ini perasaannya seperti sedang dilanda badai. Kadang ia merasa gusar, tiba-tiba tersenyum dan yang paling tidak habis pikir, Elgar sering melamun di tengah kondisi sedang pelik ini. sepertinya ia benar-benar terkena itu! Ya itu! Penyakit berbahaya yang bisa membuat orang paling rasional mendadak jadi budak cinta.
Sukar diakui tapi itu memang terjadi padanya. Ia juga heran, apa yang menarik dari gadis bermulut tajam itu. Elgar berusaha menepis bayang-bayangnya namun nihil. Yang lebih parahnya lagi ketika ada barang yang pernah dipakai gadis itu dan kebetulan Elgar temui di tempat lain, seolah-olah Restia mendadak muncul begitu saja.
“Argh! Aku benar-benar sudah gila!” gerutu Elgar seraya mengacak-acak rambut.
“Bagaimana bisa… aku dan dia….”
“Tck! Ada-ada saja!”
“Dia mencintai laki-laki lain….” lirih Elgar kemudian menenggelamkan kepala dalam kolam. Berharap air dapat menjernihkan pikirannya. Lagi-lagi sia-sia!
Tak lama Elgar beranjak. Ia berdiri. Menampakkan six pack tubuh terlatihnya. Menunduk sayu dengan bulir air menetes turun dari anak rambutnya yang basah. Ia melangkah keluar dari kolam. Menyahut handuk dan mengaitkannya ke pinggang.
“Siapkan teh,” titah Elgar pada kepala pelayan yang sejak tadi menunggu Tuannya dari balik pintu.
Mungkin dengan beberapa hari berjauhan dengan Restia, Elgar bisa berpikir jernih lagi. Ya, itu harus dicoba. Pasalnya Elgar tidak mau selamanya digandrungi masalah perasaan seperti ini. Ia kenal seseorang yang menjadi tidak waras hanya karena seorang wanita.
“Silahkan Tuan,” tutur kepala pelayan.
Kini Elgar sudah mendiami kursi di kamarnya. Sajian teh bercampur aroma mint menjadi kesukaan Elgar sejak dulu. Teh itu seperti sihir yang bisa menenangkan pikiran Elgar detik itu juga.
Namun sepertinya sihir itu tak berlaku untuk kali ini. Ia memperhatikan motif gelas cantik dalam genggamannya. Ia memejamkan mata sejenak kemudian memekik.
“Kepala pelayan!”
“Iya Tuan?”
“Ganti gelas ini!”
“Maaf?” tanya si kepala pelayan gagal paham. Pasalnya Tuannya tidak pernah serandom ini sebelumnya.
“Ganti gelas ini dengan yang baru. Jangan ada motif bunga lavender atau warna ungu!” celetuk Elgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Want to Die (END)
FantasyHanya karena nama karakter dalam novel sama, tanpa sebab Restia Wardani masuk ke dunia novel dan bertransmigasi ke tubuh Restia Alder D. Freya. Pemain antagonis yang selalu mencelakai female lead. Seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Restia tau akhir...