51. Aaaaaaa!!

17.5K 1.9K 113
                                    

“Aku…,”

“Aku menanam lavender di taman mansion ku.”

Ha? Hanya itu?

“Lalu?” sahut Restia. Mungkin karena sangat malu Elgar sampai lupa kalimatnya. Ini bukan kalimat yang benar untuk mengungkapkan perasaan kan?

“Sudah.”

“Itu saja?”

“Humm….”

Krik, krik, krik. Hari masih siang, tapi indra pendengaran Restia seperti menangka bunyi jangkrik. Sangking freaknya suasana ini.

“O-oh… baguslah. Akhirnya kau menyadari lavender itu bunga yang indah.”

“Ya dia memang indah,” Sahut Elgar dengan tatapan teduh. Sayangnya hal itu tidak disadari Restia. Ia malah sibuk menata hati yang terkejut akibat jomplangnya ekspetasi dan realita.

“….”

“….”

Mereka diam cukup lama. Hanya ada suara angin yang membelai dedaunan sehingga pohon rindang itu mengeluarkan bunyi syahdu.

Sudah cukup dengan kecanggungan ini! Restia harus mengakhirinya.

“Emh, Duke Elgar….”

“Tumben kau memanggil ku dengan embel-embel Duke.”

“Tck! Dengarkan dulu! Kau punya kebiasaan buruk memenggal ucapan orang ya!”

“Baiklah.”

“Emh…. Itu….”

Bangke! Kenapa Restia jadi gugup?! Padahal tinggal bilang kembalilah dengan selamat, apa susahnya?!

“Ke-kem….”

“Kem….”

"Ke-kembali...."

“Kenapa kau menatap ku seperti itu?! Kau menikmati kegugupan ku ya?!” ucap Restia marah-marah. Sebenarnya itu adalah pertahanan diri otomatis saat dirinya kepalang malu.

“…..”

Elgar tidak bersuara. Ia justru tersenyum simpul sampai matanya menyipit.
Sialan! Benar-benar keindahan dunia yang harus dilindungi!

“Bicaralah! Kau membuat ku takut dengan senyum seperti itu!” dengus Restia.

“Kata mu aku tidak boleh memenggal ucapan orang. aku hanya menuruti perkataan mu. Apa aku masih tetap salah?”

“Ya! laki-laki selalu salah!”

Terdengar kekehan kemudian Elgar menggapai pucuk kepala Restia. Semakin turun hingga beberapa bagian rambut berhasil Elgar genggam. Lalu ia mendekat dan menciumnya.

Seolah kulkas beribu pintu turun dari langit dan membekukan tubuh Restia. Ia tak bergeming sedikit pun. Masih dalam kondisi syok dengan sikap Elgar.

“Restia….”

“Aku akan menunggu jawaban mu.”

Detik itu juga Restia kebingungan. Jawaban apa bambang?

Setelah itu Elgar beranjak pergi. hendak meminta kepastian namun Restia urungkan karena detak jantungnya masih berpacu kuat.

***

Tubuh Restia telungkap di atas kasur. Merasa pegal karena sudah hampir satu jam ia rebahan, akhirnya gadis itu berubah posisi menjadi telentang. Merasa tidak nyaman ia pun memeluk guling sambil menatap bunga lavender yang biasa menangkring di vas.

“Ah, apa Elgar masih diam-diam menaruh bunga itu?” gumam Restia.

“Ugh! Tidak, tidak, tidak! Bukan saatnya memikirkan perasaan ganjil ini. Aku harus mencari cara supaya Elgar dibebas tugaskan!”

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang