Berhari-hari Restia berkecimpung dengan arsip dan buku kesehatan. Berharap ada satu kasus sama yang berakhir sembuh. Namun sampai detik ini nihil! Penyakit Livius masih asing dan hanya terjadi di garis keturunan kekaisaran.
Kepala Restia terasa akan pecah. Barisan kata seolah mengejeknya dengan membuat ilusi menari-nari. Restia menutup arsip tebal itu dengan keras hingga terdengar suara. Seisi orang di perpustakaan ini pun langsung menyorot ke Restia.
“Hah, aku tidak boleh begini.”
“Ayo semangat Restia!”
Ia kembali membuka arsip tebal itu. Tanpa ia ketahui ada sepasang mata yang memandang sendu dari ujung sana. Ia pun mendekat guna memperingatkan. Supaya Restia tak terlalu memaksakan diri.
Elgar menyentuh pundak Restia. Tentu saja hal itu membuat Restia terlonjak kaget. Ia menoleh ke belakang dan mendapati tubuh tegap Elgar dengan kantung mata tebal.
“Aku pikir panda yang datang. Ternyata Duke Elgar.”
“Panda?”
Oh! di dunia ini kan tidak ada panda. Lebih tepatnya orang dunia ini belum tahu binatang endemik cina itu.
“Bukan apa-apa. Ada perlu apa?” tanya Restia mengalihkan pembicaraan.
Elgar tak bersuara namun ia memberi isyarat pada Resia untuk ke ruang tertutup di ujung sana. Itu adalah daerah khusus untuk para orang penting membaca buku di perpustakaan ini. Tadinya para pustakawan meminta Restia untu membaca di sana mengingat posisinya sebagai calon permaisuri. Namun Restia tolak karena ia malas bolak-balik menambil buku.
Mereka pun pergi ke ruangan itu. sepanjang jalan tak satu pun dari orang-orang yang ada di perpustakaan ini tidak menunduk hormat. Selama hampir tiga bulan ini Elgar menggantikan sementara posisi Livius dengan baik. Ketegasannya dalam memimpin membuat para bangsawan bandel itu takut. Terlebih label dewa perang membuat kekaisaran semakin disegani.
“Jangan memaksakan diri,” ucap Elgar setelah mereka menempati kursi masing-masing.
“Bagaimana aku tidak memaksakan diri. Semua ini terjadi karena aku.”
Baik Elgar maupun Restia merasakan hal yang sama. Hati mereka dipenuhi rasa bersalah. Hanya saja, Elgar menebusnya dengan memperbaiki kekaisaran. Supaya kelak saat Livius sehat, ia tidak akan kerepotan lagi.
Sedangkan Restia? Sebenarnya ia tidak memiliki keahlian apapun. Yang ia bisa hanya membantu tim medis mencari tahu penyakit yang diderita Livius. Sayang sekali, di dunia nyata pun Restia tidak paham dengan medis. Membuatnya semakin merasa tidak berguna."
“Kau tidak perlu berpikir serumit itu. Kalau kau jatuh sakit bagaimana?”
Restia tersenyum miris. “Jika jatuh sakit bisa meringankan rasa bersalah ini. Sepertinya aku akan menukarnya dengan senang hati.”Secara garis besar, Elgar belum sepenuhnya tahu. Apa gerangan yang membuat Restia merasa sangat bersalah. Padahal jika dipikir-pikir. Elgar yang paling merasa bersalah karena telah memiliki perasaan pada tunangan Livius. Dan berani mengungkapkannya walau secara tidak langsung. Elgar juga tidak yakin apakah maksudnya tersampaikan atau tidak.
“Elgar….” panggil Restia.
“Hm?”
“Mau melihat bunga lavender bersama?”
DEG!
Senyum Restia mengembang syahdu. Berbanding terbalik dengan Elgar yang terbelalak kaget. Ah, ternyata perasaannya tersampaikan. Sukar diakui, tapi hati Elgar kian melemah. Niat yang tadinya ingin melupakan perasaannya terhadap Restia. Langsung kandas hanya dengan seluas senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Want to Die (END)
FantasyHanya karena nama karakter dalam novel sama, tanpa sebab Restia Wardani masuk ke dunia novel dan bertransmigasi ke tubuh Restia Alder D. Freya. Pemain antagonis yang selalu mencelakai female lead. Seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Restia tau akhir...