“Nona?”
“Nona?”
“Ha?”
“Ayo bangun, tidak baik tidur di sofa terlalu lama. leher Nona akan kaku.”
“Tenang saja. Kasur di kosan ku lebih buruk dan leher ku baik-baik saja.” Beo Restia setengah sadar. “Bahkan empat tahun aku ting—“
Astaga!
Restia spontan menutup mulutnya ketika pandangannya menangkap Rowena menatap bingung. Mampus! Ini kan bukan dunianya.
“Ehem, aku baru saja mimpi aneh. Jangan hiraukan rancauan ku tadi,” perintah Restia kikuk.
“Apa leher Nona baik-baik saja?” tanya Rowena khawatir.
“Humm… aku baik-baik saja,” jawab Restia sambil memiringkan kepala ke kanan dan kiri.
“Syukurlah, saya sempat kaget ketika masuk kemari dan menemui Nona sudah tidur di sofa.”
Ah iya, tadi kan ada Livius. Gara-gara ia diam saja jadi Restia ketiduran.
“Ngomong-ngomong apa kamu melihat Yang Mulia keluar?” tanya Restia.
“Saya tidak melihatnya Nona. Sepertinya Yang Mulia keluar sudah cukup lama.”
“Ah, begitu.”
Kurang ajar! Dia meninggalkan Restia begitu saja di sofa? Benar-benar laki-laki dingin!
“Liat aja! Aku buat dia minta maaf sambil bersujud nanti!” gumam Restia.
“Nona, saya diberi tahu oleh Tuan Chalid. Besok Nona akan pulang ke rumah sedangkan Tuan Chalid masih di sini mengurusi hal-hal yang harus diselesaikan.”
“Humm… baiklah.”
“Kalau begitu saya permisi dulu Nona. Panggil saya kalau Nona butuh sesuatu.” Rowena hendak pergi namun pekikan Restia menghentikannya.
“Tunggu!”
“Iya Nona?”
“Rowena… apa tidak ada yang bisa ku lakukan?” tanya Restia tertunduk. Ia terlalu bingung dengan kondisi ini. tentang pertunangannya dengan Livius yang ingin ia akhiri.
“Tentang apa Nona? Ceritalah, aku akan mendengar keluh kesah Nona,” ucap Rowena lembut.
Tatapan Restia menyendu. Rowena memang tempat terbaik untuk berkeluh kesah.
Restia menceritakan kondisinya. Tentang pertunangan yang ingin ia akhiri namun ditolak Livius. Tak kurang-kurang, di setiap kalimatnya terselip hardikan bukti kekesalannya yang ditujukan untuk Livius. Sedangkan Rowena menjadi pendengar yang baik sambil sesekali mengerutkan kening saat kata sarkas keluar dari bibir Restia.
Dia Kaisar lho! Kalau Rowena jahat mungkin ia sudah melaporkannya ke Livius.
"Anu... maaf menyela Nona. Itu... emh... sebaiknya Nona mengurangi nada suara Nona saat menghardik Yang Mulia. Saya takut ada pelayan istana yang dengar," bisik Rowena.
Ah benar juga! Restia langsung mengatupkan bibirnya. "Ups! Aku kelepasan."
"Hehe... Nona seperti anak kecil saja."
"Jadi aku harus bagaimana? Tolong beri aku pencerahan," keluh Restia.
"Apa Nona benar-benar ingin mengakhiri pertunangan ini?"
"Humm!" angguk Restia yakin.
"Aku terkejut. Aku pikir itu hanya keinginan sesaat Nona yang lelah dengan keadaan. Pasti ada alasan khusus Nona akhirnya menyerah. Apa karena pengadilan kemarin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Want to Die (END)
FantasyHanya karena nama karakter dalam novel sama, tanpa sebab Restia Wardani masuk ke dunia novel dan bertransmigasi ke tubuh Restia Alder D. Freya. Pemain antagonis yang selalu mencelakai female lead. Seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Restia tau akhir...