Minuman the itu bergoyang saat sebuah tangan mengangkap wadahnya dan menyeruputnya sedikit demi sedikit. Mulut Restia terasa jemu merasakan minuman kekusakaan para bangsawan ini.
“Pingin es cendol,” gumam Restia seraya mengawang-awang langit bergumul awan.
Ia sendiri sedang berada di gazebo taman. Sepertinya tempat ini sudah menjadi kebiasaannya menghabiskan waktu siang. Selain udara yang segar, Restia senang melihat bunga-bunga di sekitar.
Peristiwa klarifikasi insiden racun yang menimpa Aurora telah lewat sepekan lalu. Nama Restia pun sedikit dibersihakan namun tak menutup kemungkinan kesan jeleknya masih tertinggal berkat perilaku Restia Adler yang sudah-sudah.
Restia menaruh gelas teh ke pangkuannya. Pikirannya tak di tempat ini dan melayang pada peristiwa sepekan lalu. Masih tentang kejanggalan pelaku racun. Restia punya feeling ada manipulasi dalam penyelidikan.
Mungkin orang-orang tidak akan menaruh curiga atas perampokkan yang terjadi di kediaman Rosword. Itu adalah kejadian naas di pandangan rakyat. Tapi tidak untuk Restia. Ia curiga fraksi penentang kaisar murka karena tuduhan racun itu diarahkan pada mereka. Kemudian mereka membalasnya dengan pembantaian berkedok perampokkan.
Praduga-praduga seperti ini menyita waktunya di dunia. Hingga tidak sadar seseorang memanggil.
“Nonaaaa!” teriak Rowena yang ternyata sudah berdiri di samping Restia.
“Kenapa teriak-teriak seperti itu?Aku tidak tuli,” dengus Restia.
Rowena tersenyum masam. Padahal dia sudah memanggil Nonanya dari nada lembut, sedang, sampai nekat meneriaki. Bukan tanpa alasan Rowena melakukan itu. Kini ada hal mendesak yang harus ia sampaikan.
“Nona, kereta kuda Yang Mulia Livius tiba-tiba datang. Saat ini beliau sedang menunggu di ruang tamu.”
“APA?!” pekik Restia. Sangking terkejutnya ia sampai berdiri. "Masalah apa lagi ini?” keluh Restia memegangi kepalanya. Ia beranjak seraya melangkah sambil menghentak-hentakkan kaki.
“Nona tunggu dulu!” pekik Rowena ketika hampir sampai ke ruang tamu. Ia segera berdiri di depan dan inisiatif merapihkan penampilan Restia. Dari baju, pernak-pernik yang dipakai sampai anak rambut yang tercerai. “Untung saja hari ini aku punya firasat kuat. Riasan dan pakaian Nona tidak terlalu santai. Oke! Penampilan ini sudah cukup baik. semangat Nona!” ujar Rowena kegirangan. Lagi-lagi dengan ideologi perfeksionisnya dalam hal penampilan majikannya.
“Aku bahkan tidak peduli sedikit pun,” gumam Restia. “Secantik apapun tubuh ini dia tidak akan tertarik.”
Restia hadir di tengah-tengah Chalid dan Livius yang sedang mengobrol santai. Seperti biasa, salam formalitas merepotkan itu harus Restia lakukan.
“Salam hangat kepada matahari Eraslan. Semoga kemuliaan selalu melimpahi mu.”“Restia kemarilah,” ucap Chalid setelah Livius merespon sambutan Restia. Mereka duduk berhadapan dengan Chalid di tengahnya.
“Restia, Yang Mulia menyempatkan diri kesini untuk bertemu dengan mu. Di sela kesibukannya ia repot-repot kemari. Kamu harus menghargai bentuk ketulusannya.”
Restia terseym canggung. “Iya Ayah,” jawabnya terpaksa.
“Ehem… Ayah tidak ingin berbicara banyak hal. Sepertinya kalian lebih senang jika menikmati waktu bersama tanpa Ayah. Jadi… saya undur diri Yang Mulia,” bungkuk Chalid sopan.
“Terimakasih atas waktu yang kau berikan Chalid.”
“Sama-sama Yang Mulia,” ujar Chalid sebelum pergi.
Sudut bibir Restia kembali ke posisi semula setelah sejak tadi terangkat membentuk senyum terpaksa. Restia tidak akan munafik. Ia tidak suka kehadiran Livius kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Want to Die (END)
FantasyHanya karena nama karakter dalam novel sama, tanpa sebab Restia Wardani masuk ke dunia novel dan bertransmigasi ke tubuh Restia Alder D. Freya. Pemain antagonis yang selalu mencelakai female lead. Seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Restia tau akhir...