“Nggak habis pikir!”
“Apa jangan-jangan aku juga mulai terpengaruh sama perasaan antagonis Restia Adler? Soalnya setiap kali lihat Livius sama Aurora rasanya mendidih nih otak. Kok bisa ya?”
“Yang diomongin Livius tadi juga… masak dia bilang dirinya kaya dikendalikan. Berarti kan selama ini tindakannya sesuai sama alur novel dong?”
“Bentar-bentar… coba kita pandang dari segi pembaca. Kalau ini dunia novel berarti udah sampai bab… berapa ya?”
“Hah!” Restia memegangi kepalanya sendiri. “Kok aku baru sadar sih. Semua yang aku lalui kayanya beda banget sama alur novel. Mana ada Restia ngundang Aurora minum teh di rumah? Atau pergi berperahu kayak kemarin.”
“Wah gila! Secara nggak sadar aku udah rubah semua alur di novel ini.”
“Hais! Makin rumit aja. Terus ending buat karakter Restia gimana dong? Jangan bilang kalau Restia Adler bakal hidup bahagia bersama Livius? Terus aku nggak bisa balik dan menetap di sini dengan segala keruwetan hidup bangsawan. Ugh! Bayanginnya aja males banget!”
“Aku harus buat rencana biar dunia ini kembali ke alur sebenarnya. Ya, operasi pendekatan Livius dan Aurora dimulai!”
Tadinya Restia sempat memikirkan hal itu sebelum kandas ulah seseroang yang terpantau berjalan mengendap di bawah sana. Kamar Restia ada di lantai dua. Jendelanya mengarah langsung ke taman belakang dan di situlah Restia melihat seseorang tengah mengendap. Terlebih di hari larut dan cara berjalan itu tampak familiar.
“Aurora?”
“Bukannya itu dia?”
“Eh, iya bukan ya?” Restia semakin mempertajam pandangannya. “Iya! Itu dia! Tapi… mau ngapa dia keluar larut gini?”
Saat itu juga Restia kepikiran dengan peringatan Elgar untuk tidak terlalu dekat dengan Aurora. Curiga, Restia pun beranjak untuk memastikan kegiatan apa yang akan dilakukan Aurora.
Sebelum kehilangan jejak Restia berlari. Untung saja Livius memberikan duplikat kunci utama yang bisa diakses ke pintu mana pun. Tujuannya supaya Restia bisa melarikan diri saat terjadi sesuatu di istana. Semua anggota keluarga kerajaan memilikinya. Begitupun Restia yang dianggp spesial oleh Livius.
Peluh membanjiri kening Restia. Mungkin ini yang namanya usaha tidak mengkhianati hasil. Restia berhasil menyusul Aurora tanpa ketahuan. Perlahan ia mengikutinya. Praduga-praduga negatif pun mulai bermunculan.
Apa benar Aurora pantas dicurigai? Mengingat dia adalah Female Lead sepertinya berat untuk menaruh curiga. Tapi jika mengingat alur novel banyak berubah, apa ada kemungkinan kalau Female Lead menjadi antagonis?
Restia langsung menggelengkan kepala. Ia tidak boleh overthingking di waktu krusial seperti ini.
Langkah Restia berhenti tatkala Aurora berhenti di depan pintu kayu dengan banyaknya tumbuhan menjalar di tepinya. Itu kan pintu yang tidak bisa dipakai lagi. Livius pernah memberitahu Restia dulu. Lalu kenapa Aurora…
Ceklek!
“Hah? Pintunya kebuka?” lirih Restia.
Sialnya Restia berpegangan pada pot bunga tidak kokoh. Pot itu jatuh hingga terdengar suara gaduh yang berhasil menyita perhatian Aurora.
“Siapa di sana?” ucap Aurora.
Restia semakin merunduk. Ah shit! Tidak mungkin kan Aurora percaya kalau pot jatuh itu ulah kucing lewat. Derap langkah terdengar mendekat. Ini sudah game over!
Dalam satu tarikan nafas. Restia keluar dari tempat persembunyian. Ia menampakkan diri di depan Aurora. Sdperti dugaan, Aurora terkejut dengan bibir gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Want to Die (END)
FantasyHanya karena nama karakter dalam novel sama, tanpa sebab Restia Wardani masuk ke dunia novel dan bertransmigasi ke tubuh Restia Alder D. Freya. Pemain antagonis yang selalu mencelakai female lead. Seolah sudah jatuh tertimpa tangga. Restia tau akhir...