39. Pemeran Utama

23.4K 2.4K 69
                                    

Degub jantung Restia seperti ditabuh lebih cepat dari biasanya. Saat ini ia sedang berhadapan dengan Male lead dan Second male lead. Siapa yang tidak panas dingin jika duduk di antara orang-orang tampan ini. Tapi intinya bukan di situ! Elgar tidak akan seceroboh itu kan membocorkan kelakuannya yang mengambil bunga lavender Livius secara diam-diam? Dia sedang diburu lho! Diburu! Apa dia tidak paham dengan konsekuensinya? Mengingat karakter Livius yang sekarang, sepertinya dia tidak segan memenggal kepala Elgar detik ini juga.

Keringat dingin mengucur di balik dress Restia. Ia kembali meneguk tehnya seraya tersenyum canggung. Sumpah! Lebih baik Elgar pergi saja! Kekhawatiran Restia tidak akan habis jika Elgar masih di sini.

Mereka sibuk mengobrol. Entahlah apa yang sedang mereka bicarakan. Menyangkut delegasi dan sebagainya. Restia tidak peduli itu, yang ia pikirkan adalah bagaimana cara mendapatkan perhatian Elgar supaya dia menyadari isyarat untuk segera pergi.

Ah, ada satu cara!

Otak kecil Restia memikirkan cara itu. Ya, Restia hanya butuh sentuhan untuk mendapat perhatian Elgar. Berkat dress panjangnya, Restia berhasil menginjak kaki seseorang di bawah sana. Tapi… kok yang menoleh Livius?

“K-kenapa?” tanya Restia kebingungan.

“Apa ada yang salah dengan kaki mu?” balas Livius.

Oh shit! Restia salah sasaran!

“Ti-tidak ada kok. Maaf, aku tidak sengaja, hehe.”

Livius hanya tersenyum. Ia menyuguhkan biscuit dan mempersilhkan Restia untuk memakannya.

Sedangkan Elgar diam tak bergeming dengan padangan datar. Jujur ia muak! Tapi harus ia tahan.

Akhirnya pandangan mereka pun bertemu. Restia langsung memberi isyarat agar Elgar pergi. Elgar pun menyadarinya. Tapi responnya justru berbeda. Ia membalas isyarat Restia dengan menggambar bentuk silang di meja.

Tentu saja hal itu di sadari Restia dan berhasil membuatnya naik pitam. Padahal Restia tidak ingin menambah situasi semakin pelik. Dasar orang tidak peka!

Karena geram secara tidak sadar Restia menggigit bibir bawahnya sembari melayangkan tatapan horror ke Elgar. Livius menyadari dan bertanya. “Kau terlihat tidak nyaman. Apa ada yang menganggumu?”

“Ha? Oh tidak ada. Aku sangat menikmati waktu minum teh ini. hehe,” tawanya canggung.

Tangan Livius terulur menyentuh bibir Restia. “Jangan digigit. Kau akan terluka. Jika ada yang tidak nyaman bilang saja. Aku tidak mau kau tertekan.”

Sontak hal itu membuat Restia merinding tujuh benua. Ia tersenyum canggung sembari menurunkan tangan Livius. “Yang Mulia, tolong perhatikan sekitar mu,” ucap Restia kaku.

“Kenapa? Kau malu?”

“Tentu saja!”

“Haha, tidak apa. Pria di depan mu ini adalah pria yang ku percayai sekaligus keluarga ku satu-satunya. Di masa depan dia akan menjadi keluarga mu dan akan melindungi mu juga,” timpal Livius dengan binary keyakinan.

Hati Restia tertohok. Begitupun Elgar. Kata-kata Livius seolah mengatakan dia sebatang kara di dunia ini. Dia tidak tahu, pria yang dia anggap sebagai satu-satunya keluarga justru berencana melayangkan kudeta. Dan mirisnya Restia sebagai calon permaisuri juga ikut andil dalam kudeta itu.

Tapi mereka tidak punya pilihan! Jika terus seperti ini, kekaisaran akan hancur dari dalam. Restia melirik ke Elgar. Ia memasang wajah sendu dengan pandangan entah kemana. Restia tahu, Elgar sama sekali tidak berniat menggulingkan Livius untuk keegoisan semata.

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang