23. Gempar

35.2K 3.5K 30
                                    

“Kamu… cepat basuh tangan mu dengan air!” titah Restia panik. Ia takut racun itu bisa masuk melalui celah pori tangan.

“Ha? Me-memang kenapa tiba-tiba?”

“Sudahlah! Cuci dulu tangan mu! Aku akan menceritakannya nanti,” ujar Restia menggebu.

Tangan bekas memegang timun itu telah dibasuh. Restia mengawasi dengan teliti. Bahkan ia meminta Rowena mengulang cuci tangannya dengan sabun.

“Nona, sebenarnya apa yang terjadi?” ujar Rowena kebingunan.

“Aku baru ingat, saat mereka datang kemari. Hanya Aurora yang memakan mie ayam menggunakan acar. Aku dan Livius tidak memakainya karena terlalu sibuk berdebat.”

“Kenapa aku tidak kepikiran, aku juga baru ingat kalau bahan-bahan pembuatan acar saat itu baru saja tiba dari pemasok bahan. Setau ku, racun tidak akan bertahan lama menempel pada suatu objek. Tapi berbeda kalau langsung digunakan di hari itu. Astaga, jadi pelakunya—“

“Simpan dulu pernyataan mu Rowena. Kita harus mencegah para koki menggunakan bahan-bahan itu!”

Tanpa menghiraukan penampilan yang setengah telanjang. Restia menyaut handuk kimononya dan segera ke dapur. Sedikit saja, walau hanya mencicipi rasa masakan. Hal yang terjadi pada Aurora akan terjadi juga pada mereka. Restia tidak mau melihat hal seperti itu lagi! TIdak untuk para pelayannya!

“STOP!” teriak Restia berdiri di ambang dapur. Nafasnya tersengal hebat. Seisi ruangan dibuat terkejut, bukan hanya kehadiran Restia yang datang tiba-tiba dan langsung memekik. Mereka juga terkejut dengan penampilan Restia yang bisa dibilang sangat vulgar.

Handuk kimono itu tidak terpasang dengan benar. Ditambah aktivitas berlari yang membuatnya berantakkan. Membiarkan Belahan dada dan paha Restia terekspos. Untung Rowena sigap menyelimuti Restia dengan kain.

“Jangan ada yang bergerak!” lugas Restia telak. Ia menyisir area dapur. Terlihat timun yang sudah di potong dan potongan wortel yangs udah dimasukkan ke panci sup. Astaga! Hampir saja Restia kehilangan semua pelayan ini.

“Beritahu aku! Apa kalian sudah mencicipi masakan ini?”

“B-belum, Nona,” jawab kepala koki.

“Hah! Syukurlah!”

Lantai menjadi saksi atas luruhnya tubuh Restia, membuat seisi ruangan panik dan berbondong memapah tubuh Restia lalu mendudukkannya ke kursi. Sajian teh hangat Restia dapatkan. Ia menyeruputnya pelan seraya bergumam, “Jangan ada yang melanjutkan masak!”

“Ta-tapi, bagaimana dengan makan malam?”

“Persetan! Apa kalian mau besok pagi tubuh kalian ditemukan kaku, hah?!” teriak Restia lagi. Ah, dia benar-benar benci keadaan ini. Cukup melihat Aurora saja. Jangan keluarganya.

“Sebaiknya kalian dengarkan kata Nona. Beberapa bahan yang kalian gunakkan untuk masak terkandung racun yang sama dengan yang Nona Aurora konsumsi.”

“A-apa?” sahut panik semuanya.

“Bagaimana bisa?” tanya kepala koki.

Rowena menjelaskan kecurigaan Restia. Tentang pemasok bahan dan juga acar yang hanya dimakan oleh Aurora. Jika tebakan Restia benar, racun itu tidak ditaruh hanya pada satu buah saja. Pastinya satu tong timun dan bahan-bahan lain telah disemprotkan racun. Sehingga si pelaku tidak perlu susah payah membedakkan mana buah yang sudah diberi racun.

Di hari itu, hanya bahan acar lah yang datang. Karena permintaan mendadak dari Restia. Dengan kata lain, bahan-bahan yang datang sebelum hari itu semuanya aman. Terlebih bahan acar memang jarang digunakan untuk masak. Sehingga mereka aman mengonsumsi makanan selama Restia ditahan di istana.

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang