58. Vonis Semesta

16.3K 1.6K 57
                                    

Matanya terbelalak sempurna. Bibir ranum sedikit pucat itu menganga. Dadanya berdetak tidak karuan.

“L-Livi….”

Restia berjalan sempoyongan. Mendekati seseorang yang terus mengeluarkan suara batuk. Seakan tak memberi jeda untuk sekedar menyapa kehadiran Restia.

Mata mereka bertemu. Mata yang tanpa sinar itu terus menatap Restia. Entah apa arti dari tatapan itu. Yang jelas hanya satu yang harus Restia lakukan sekarang.

“To-tolong!”

“Tolong!”

“Siapa pun di luar sana. Ku mohon… hiks.”

“Livi….” Restia memeluk tubuh Livius. Perlahan batuknya mulai reda. Namun darah dari mulutnya masih terus merembas.

“Livi, apa yang terjadi?”

“Kenapa bisa begini?”

“Ahh, Tolong!” teriak Restia frustasi.

Livius sudah lemas dalam pelukan Restia. Sebuah sapu tangan Restia keluarkan. Ia bersihkan darah yang tercecer di sekitar mulut Livius. Tak terkecuali di bajunya.

Selimut putih itu telah berubah warna. Restia terisak pelan. Tangannya gemetar mengusap pipi Livius.

“Res...tia”

Tangan Livius terangkat lemah. Ia berusaha menggapai pipi Restia namun ia terlihat sangat kesusahan. Sebagai gantinya Restia menggenggam tangan Livius. Ia arahkan ke pipi Restia.

“Jangan… menangis….” ucap Livius lirih.
Kepala Restia mengangguk patuh. Tapi matanya tak mengindahkan perintah Livius. Air mata bening it uterus merembas keluar.

“Maaf Livi. Maaf….” rancau Restia. Ia benar-benar merasa bersalah. Pengakuannya membuat kesalahan fatal seperti ini.

“Lady!” pekik seseorang di depan pintu yang terbuka. Di sana ada Admand dan beberapa dokter istana.

Restia tahu tempatnya. Ia hendak beralih sehingga dokter istana itu bisa mengobati Livius.

“Lady, mari saya antar,” ucap Admand mempersilahkan keluar secara halus.
Niat hati ingin tetap di sini. Melihat Livius membuatnya tidak tega meninggalkan. Tapi Restia harus rasional. Ia tidak boleh egois mementingkan diri sendiri. Lagi pula, seseorang berhutang penjelasan pada Restia. Dan orang itu adalah Admand! Dia yang paling dekat dengan Livius. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan.

Entah kenapa sejak Restia sadar, semua orang seperti menyembunyikan sesuatu. Baik Rowena maupun Elgar. Mereka bilang Livius belum sadar, tapi nyatanya?

“Admand, bisakah kita bicara?” pinta Restia.

Admand tertegun. Namun, detik berikutnya ia berhasi mengontrol mimik wajahnya. Benar-benar kepala pelayan handal.

“Maaf Lady, jika Lady meminta sekarang. Saya tidak bisa. Tapi akan saya turuti kemauan Lady setelah Yang Mulia selesai pengobatan.”

“Baiklah, saya akan menunggu.”

Selang waktu satu jam lebih. Akhirnya Admand menampakkan diri. Ia terlihat layu dengan tatapan tak kalah putus asa seperti yang terakhir Restia lihat pada Livius.

Ada apa ini? Sungguh perasaan Restia tidak enak! Elgar bilang Livius menerima lebih banyak zat beracun ketimbang Restia. Apa itu yang membuat Livius muntah darah? Apapun itu, semoga bukan hal buruk yang menimpa Livius.

Orang itu sudah banyak terluka. Jangan ada lagi luka lebih lebar dari pada sebelumnya. Kalau tidak, Restia yang akan merasa sangat bersalah. Karena sebagian luka milik Livius berasal darinya.

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang