29. Penculikkan

31.2K 3.3K 49
                                    

Malam semakin larut. Temaram cahaya bulan purnama tampak cantik menghiasi langit malam. Dua insan itu masih setia di tempat yang sama. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga akhirnya salah satu dari mereka buka suara.

“Kenapa Duke tidak kunjung pergi? Aku sudah bosan berbagi oksigen dengan mu di sini,” ketus Restia.

“Mulut mu tajam sekali Nona. Aku yang pertama kali ke sini. Lagi pula aku tidak bisa meninggalkan wanita yang sedang menangis begitu saja.”

“Aku tidak nangis!”

“Oh ya?” ledek Elgar menaikkan satu alisnya.

“Tck! Menyebalkan! Jangan bilang siapa pun!” kecam Restia.

“Memangnya ada gunanya buat ku?”

“….”

“….”

“Hei!” sahut Elgar.

“Kenapa? Ingin mengusir ku?”

“Tidak. Apa Lady sudah tenang?” Restia spontan menoleh. Mendapati wajah sendu Elgar.

“Humm….”

“Aku punya sesuatu untuk ditanyakan. Tapi, mengingat situasi ini sepertinya bukan waktu yang pas.”

“Tanyakan saja. Rasanya canggung jika kita diam saja.”

Terdengar kekehan singkat. Laki-laki itu tersenyum menampakkan barisan gigi rapihnya. Berkat potensi two male lead, Restia dibuat terpana sejenak. Yah, bisa dibilang Elgar ini tak kalah tampan dari Livius. Kalau ketampanan Livius itu memancarkan aura soft boy. Maka ketampanan Elgar akan memancarkan aura bad boy. Kurang lebih seperti itu.

“Menurut mu bagaimana keadaan negeri ini?” tutur Elgar. Ada tatapan prihatin di sorot matanya dan Restia menyadari itu.

“Negeri ini ya? Emh…. Entahlah, mana tahu aku tentang negeri ini,” ujar Restia menaikkan bahu di akhir kalimat.

“Begitu ya….” timpal Elgar layu. Rupanya calon permaisuri yang Elgar harapkan bisa membantu rakyat miskin ternyata sama saja dengan bangsawan lain yang tidak peduli. Jujur saja, kudeta adalah pilihan terakhir Elgar untuk menata kembali negeri ini. sebisa mungkin, ia tidak ingin menggulingkan Livius. Mengingat kedekatan mereka saat kecil.

Di negeri ini, kedudukan permaisuri setara dengan Kaisar. Bedanya hanya di tugas masing-masing. Jika Kaisar punya wewenang untuk memutuskan jalan mana yang akan diambil kekaisaran maka wewenang permaisuri adalah mengurus masalah internal khususnya para bangsawan. Hal itu sejurus dengan niat Elgar yang berencana menumpas bangsawan korupsi yang menyalahgunakan kekuasaan.

Sekarang percuma saja! Mau tidak mau Elgar harus mengambil jalan kudeta. Seblum negeri ini benar-benar mati!

Tadinya Elgar sudah mematenkan niat. Namun niat itu melebur saat Restia mengucakan hal ini.

“Begitulah jawaban dari putri bangsawan yang tidak pernah keluar rumah selain acara tea party yang isinya membcarakan kejelekan seseorang. Mungkin akan berbeda jika aku melihat secara langsung.”

Sudut bibir Elgar perlahan mengembang. Kekehan kecil terdengar yang lama kelamaan menjadi tawa lepas.

“He-hei! K-kau kenapa? Ja-jangan bilang Duke kesurupan?!” rancau Restia.

“Hahaha… Ah, kau benar-benar sesuatu… aku tidak menduga Lady akan menjawab seperti itu. Yah, sebenarnya ini kesalahan ku karena mananyakkan hal demikian. Aku minta maaf.”

“Aneh sekali!” gumam Restia lirih.

“Lady?” panggil Elgar. Restia merasa aneh. Kenapa dia menatap dengan senyum misterius seperti itu?

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang