19. Menyerah untuk Melindungi

46.8K 4.8K 96
                                    

"A-aku sudah besar! Lihat! A-aku dan kamu lebih tinggi aku!" kata Livius.

"Tapi menurut ku Yang Mulia sangat imut dan pemberani. Hehe."

"Pemberani dari mana...." gumam Livius. Sayangnya didengar oleh Restia.

"Tentu saja pemberani. Yang Mulia kan Kaisar termuda kedua setelah Laziel Zen Eraslan, pendiri Eraslan. Akhir-akhir ini aku sedang belajar sejarah Eraslan. Tidak ada yang menyenangkan selain kisah pendiri Eraslan yang memperjuangkan kedaulatan negeri."

"Aahh, aku ingin bertemu dengan Yang Mulia Laziel Zen Eraslan. Kata ku waktu itu. Tapi hal itu tidak mungkin kan? Karena beliau sudah meninggal seratus tahun yang lalu."

"Lalu di tengah kebosanan ku, saat itu Yang Mulia Livius dinobatkan menjadi Kaisar. Saat itu aku seperti melihat Yang Mulia Laziel sedang berdiri di singgasana. Sungguh hebat! Yang Mulia Livius hebat!" pekik kegirangan Restia. Matanya penuh binar ketakjuban. Membuat Livius sempat goyah dengan tujuannya ke atas balkon ini.

"Hah... itu kan Yang Mulia Laziel. Berbeda dengan ku...." Livius duduk ke tepi pagar. Memandang langit malam bersenandung alunan musik dari aula pesta. "Aku hanya anak kecil yang dimanfaatkan," sambungnya layu.

"Hup.... yah...."

"Uwaa!" pekik Livius. Terkejut dengan Restia yang tiba-tiba naik pagar dan duduk di samping Livius.

"K-kamu... jangan naik kemari! Kalau jatuh bagaimana?!" ucap Livius khawatir. Apalagi dengan bajunya yang penuh rumbai-rumbai bergelantungan.

"Itu tidak akan terjadi. Karena aku yakin Yang Mulia tidak akan membiarkan ku. Eh...."

Srek!

"Ah! Jatuh...."

Mata Restia terpejam. Tubuhnya telah limbung ke bawah akibat kelilit baju sendiri. Lalu untuk pertama kalinya Restia merasakan dingin telapak tangan Livius menyentuh pergelangan tangannya.

"Hah... hah... bodoh! Sudah ku bilang jangan naik!" cecar Livius. Ia berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Restia yang sudah bergelantungan.

"Jangan menyerah! Gunakan tangan mu yang satunya untuk meraih pegangan!" titah Livius.

"Hehe... maaf tapi aku...." bibir Restia menekuk ke bawah. Matanya berkaca-kaca. "hiks... aku takuuutt! Ah! Aku tidak mau mati. Tolong aku. Tolong aku Yang Mulia. Jangan lepaskan tangan ku," raung Restia. Kepanikan melanda dirinya hingga tak biaa berpikir jernih.

Livius semakin kesusahan akibat Restia yang banyak gerak. "Berhentilah bergerak!" tegur Livius.

Ah, kenapa jadi seperti ini? Jika tidak ada gadis aneh ini. Mungkin tubuh Livius sudah ditemukan tidak bernyawa di bawah sana. Tapi sekarang? Ia justru harus mempertahankan nyawa seseorang.

"Huaaa... Yang Mulia tolong aku. Aku masih belum mau mati. Aku belum menikah! Aku juga belum punya pacar. Hiks."

"Bodoh! Tenanglah! Aku akan menyelamatkan mu!"

Livius semakin gencar menarik Restia. Pokoknya gadis ini tidak boleh jatuh! Itu adalah janjinya.

Tak berselang waktu lama. Restia berhasil diselamatkan. Mereka terjatuh ke lantai dengan posisi Restia dipeluk oleh Livius.

"Sial! Kamu berat sekali!" dengus Livius.

"Hiks... huhuhu... hiks...."

Ah, seharusnya Livius tidak bilang seperti itu. Bagaimana pun juga gadis ini baru saja bersinggungan dengan maut karena dirinya.

"Maaf... aku tidak bermaksud...."

"Jahat! Hiks... huhuhu...."

DEG!

Lagi, Livius tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik. Menyelamatkan seorang gadis pun tidak sanggup. Bagaimana masa depan negeri ini nantinya? Semua ini membuatnya semakin terkubur dalam perasaan pesimis.

"Pergilah ke dalam. Suruh pelayan mengganti pakaian mu yang robek," titah Livius. Ada nada sedih dalam tutur katanya. Niat itu kembali hadir. Mengakhiri dirinya sendiri.

Yah, mungkin ia akan benar-benae melompat dari balkon jika Restia tidak melontarkan kalimat seperti ini,

"Jahat! Memangnya aku gendut? Aku tidak seberat itu! Hiks."

"Ha?"

"Huhuhu... Aku tidak berat. Yang Mulia nya saja yang kecil. Apa istana tidak pernah memberi mu makan?! Hiks...." rajuk Restia terisak sambil memukul dada Livius.

Tanpa sadar pipi Livius merona. "Tentu saja aku makan dengan teratur! Aku sedang masa pertumbuhan tau!"

"Hiks... tapi...."

"Menyingkirlah dari atas ku. Kamu berat!" dengus Livius lagi.

"Hiks... huwaaa. Jangan bilang aku berat! Aku sudah diet sampai tidak makan biskuit selama tiga hari demi datang ke pesta ini dan bertemu Yang Mulia! Hiks. T-tapi... Yang Mulia tidak tahu penderitaan ku saat itu dan malah mengatai ku berat!"

"Hais... baiklah, kamu tidak berat. Sekarang menyingkirlah!"

Restia menurut. Ia pun menyingkir dan Livius bisa berdiri. Bersamaan dengan itu alunan musik berhenti. Menandakan sudah waktunya bagi Livius menampakan diri di depan publik.

"Aku harus ke sana. Kamu juga, sebaiknya temui pengawal mu."

"Humm...."

"Bagus," senyum Livius mengembang. Sebenarnya gadis ini cukup penurut juga.

"Anu... " Livius merasakan ujung bajunya ditahan. Ia segera menoleh dan mendapati Restia terseyum. "Terimakasih sudah menyelamatkan ku Yang Mulia Livius. Benar kan? Yang Mulia memang hebat."

DEG!

Ada degub jantung yang berpacu tidak normal. Untuk pertama kalinya Livius merasakan kejanggalan ini. Pipinya semakin memerah. Hinhga tanpa sadar ia menutupnya dengan tangan.

"I-itu... s-siapa nama mu?"

"Oh iya! Aku belum memperkenalkan diri," Restia kemudian mengambil posisi berdiri tegak. Menekuk sedikit lututnya dan mengembangkan gaunnya. "Perkenalkan, nama saya Restia Adler De Freya dari keluarga Marquess Adler Yang Mulia. Senang berkenalan dengan Yang Mulia."

Senyuman itu lagi-lagi membuat Livius merasa aneh. Terutama di bagian dadanya. Ia pun hanya berdehem kemudian masuk kembali ke aula.

Derap langkahnya semakin melambat setelah dirasa jauh dari balkon sampai akhirnya Livius berhenti di koridor ruangan.

"Res... tia?"

Senyumnya mengembang tanpa sadar. Senyum indah yang tidak pernah menampakan wujudnya setelah dirinya di angkat menjadi Kaisar.

Si Kaisar pesimis itu baru saja menemukan cahaya dalam perjalanan gelapnya. Diam-diam menjadikan Restia sebagai penyemangat hidupnya. Hingga acara pendewasaan diri tiba. Sebuah titah diturunkan. Tentanh Kaisar yang harus memiliki pendamping hidup. Dari sini semua bermua. Ketika surat permohonan pertunangan dengan Restia diajukan di mejanya.

Saat itu adalah saat-saat menegangkan yang membuat Livius memutuskan untuk membatalkan pertunangan supaya Restia tidak diincar, Livius tahu. Perjalanan cintanya tak semudah yang orang lain kira.

Tentang rasa yang terpaksa Livius pendam untuk melindungi gadis pemilik manik zamrud. Karena istana adalah gladiator yang disamarkan. Tempat di mana yang menang akan berkuasa. Segenap hati, Livius tidak ingin Restia terlibat pada tempat di mana Kakaknya terbunuh oleh kebengisan orang-orang menginginkan kekuasaan.

Flash back off







TO BE CONTINUE.

VOTW KOMEN YAAH

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang