BAB 17

1.1K 111 5
                                    

Keluar dari ruangan Atin, Ashel berjalan menuju ruangannya, tapi tanpa sengaja mendengar pembicaraan staf.

"Lho, harus kaya Ashel cuy, kalau mau jadi staf kesayangan Pak Bos," ucap Mila.

"Maksud lo, langsung mau diajak ke hotel gitu, gak perlu disahkan?" Ashel mendengar Lia menjawab perkataan Mila.

"Ya gitulah, namanya juga cewek murahan," balas Mila.

"Eh guys, gue denger si Ashel tinggal di apartemen mewah. Coba kalian pikir, gaji dia selama jadi staf divisi Y berapa sih, tapi bisa tinggal di apartemen mewah, dapat duit dari mana coba? Kalau bukan jadi cewek begituan, mungkin Ashel itu cewek simpanan bos-bos ..."

Perkataan Lia terpotong saat ia menyadari kalau sejak tadi Ashel berdiri di belakang mereka.

"Oops! Orangnya datang. Bye guys, gue balik kerja dulu," ucap Lia, pergi ke meja kerjanya.

Staf lain yang menyadari Ashel di sana dan mendengarkan percakapan mereka satu per satu mulai kembali ke meja mereka masing-masing.

Ashel benar-benar marah. Bagaimana mungkin ia menjadi bahan gunjingan staf di kantor? Apalagi mereka menganggap dirinya perempuan murahan. Ia rasanya ingin memaki mereka satu per satu, tapi mengurungkan niatnya karena percuma saja menjelaskan semuanya kepada mereka. Ia pun pergi ke ruangannya dengan muka marah dan mata berkaca-kaca. Baru saja satu hari dirinya menjadi sekretaris Pak Aldo, hal-hal seperti ini sudah terjadi. Ish, membuat dirinya malas untuk kembali bekerja.

"Ping," suara pesan masuk.

Entah kenapa bunyi pesan itu malah membuat Ashel senang, seakan tahu dari siapa pesan itu datang. Ia langsung membuka pesan tersebut.

"Shel, lo tau nggak, nonton film horor bisa buat orang rileks (emoji bertapa)."

Membaca pesan itu membuat Ashel tersenyum. Jujur saja, pesan dari Aldi selalu membuat mood-nya naik. Ia sedikit melupakan masalah yang sedang terjadi.

Ashel langsung membalas pesan tersebut.

"Masa, bukannya nonton film horor malah bikin orang takut, yah?"

"Enggak, percaya deh sama gue. Saat lo nonton film horor, mungkin lo bakal takut di awal, tapi kalau udah tau akhir ceritanya, pasti langsung rileks," pesan dari Aldi kembali masuk.

"Gue tetap nggak percaya," balas Ashel.

"Yaudah 😟."

Saat Ashel ingin membalas pesan Aldi, ia tiba-tiba mendengar suara Pak Aldo yang sepertinya marah besar. Mendengar namanya disebut membuat Ashel penasaran dan pergi menuju arah datangnya suara.

Ashel terkejut melihat para staf yang berdiri berjajar. Mereka semua menunduk, sedangkan di depan mereka, Pak Aldo berdiri dengan tatapan dingin. Mukanya merah padam, tanda menahan amarah.

"Siapa? Siapa orang yang pertama menyebarkan gosip saya dengan Ashel?" Suara Pak Aldo menggema ke seluruh ruangan tempat para staf dikumpulkan.

Ashel melihat hal itu dengan ekspresi takut. Jujur saja, ia belum pernah melihat Pak Aldo semarah sekarang.

"Kalian tahu perbuatan kalian bisa merusak reputasi saya."

Tentu saja, Ashel tahu bahwa Pak Aldo melakukan semua ini bukan karena dirinya, tapi karena takut reputasi Pak Aldo jadi buruk. Ashel mengerti, emang siapa dirinya yang perlu dibela oleh Pak Aldo.

Melihat para staf yang hanya terdiam tanpa bicara sepatah katapun, tentu membuat Pak Aldo semakin naik pitam.

"Oh, tidak ada yang mau mengaku? Kalau seperti itu, kalian semua akan saya keluarkan dari perusahaan!"

Ucapan Pak Aldo membuat para staf mulai gaduh. Mereka mencoba mencari orang yang pertama menjadi sumber gosip. Staf yang tidak tahu menahu merasa kesal dengan hal ini karena mereka ikut kena getahnya.

"Kalau kalian sudah menemukan orang yang pertama menyebarkan gosip ini, laporkan ke saya. Saya tunggu sampai pulang kantor. Kalau tidak ada satu orang pun yang mengaku, kalian semua saya pecat."

Setelah mengatakan itu, Pak Aldo keluar dari ruangan. Ia baru menyadari Ashel sejak tadi berdiri di depan pintu.

"Kamu ngapain berdiri di sana? Ayo balik ke ruangan kamu," ajak Pak Aldo, menarik tangan Ashel

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang