BAB 28

1.1K 105 6
                                    

"Selamat siang kepada keluarga besar Harlan Saputra, para klien, pihak media, dan tidak lupa kepada yang terhormat CEO Harlan Group, Bapak Harlan Saputra, M.B.A."

Sambutan dari seorang wanita yang Ashel pikir mungkin adalah MC acara seakan tak terdengar oleh dirinya. Ia hanya terpaku, matanya tak bisa beralih dari sosok pria yang berdiri di atas panggung. Pria itu, Abraham Harlan Saputra, tampak berdiri dengan penuh keangkuhan, seakan menandakan perasaan ketamakan dan kesombongan yang terpancar dari wajahnya. Tidak seperti yang lainnya, ia tidak duduk bersama keluarga Harlan lainnya, melainkan berdiri terpisah dengan aura yang sangat berbeda.

"Kenapa Anda begitu angkuh?" gumam Ashel dalam hati, berbicara seolah kepada pria itu yang tak bisa mendengarnya.

Acara dilanjutkan dengan sambutan dari para petinggi Harlan Group. Ketika MC memanggil Abraham untuk memberi sambutan, Ashel tidak bisa menahan senyumnya yang sinis. Ia menggelengkan kepala, tak percaya bahwa lima tahun berlalu tanpa mengubah apa pun dari pria itu. Abraham memulai sambutannya dengan ucapan terima kasih yang klise.

"Saya ucapkan terima kasih kepada yang terhormat CEO Harlan Group, Bapak Harlan Saputra, kepada istri saya tercinta, Anindia Mulyono, dan anak saya tersayang, Mutia Harlan Saputra, karena selalu mendukung saya sehingga menjadikan saya pribadi yang sukses. Saya yakin dengan kredibilitas saya yang sudah terjamin dalam memimpin dunia bisnis selama berpuluh-puluh tahun, saya bisa menjadi acuan sebagai pertimbangan calon CEO Harlan Group yang baru."

Sambutan itu mengundang Ashel untuk tersenyum sinis. Ia merasa tak habis pikir, pria itu benar-benar tidak berubah. Seolah-olah tak ada perkembangan dalam dirinya meski sudah lima tahun berlalu.

Setelah Abraham selesai memberi sambutan, kini giliran CEO Harlan Group, Kakek Harlan, untuk berbicara. Ketika Kakek Harlan mulai berbicara, suasana langsung menjadi hening.

"Saya, Harlan Saputra, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah hadir di acara pertemuan tahunan perusahaan Harlan Group. Semoga kalian dapat menikmati acara ini dengan baik. Dan satu lagi, saya sangat gembira karena ada tamu istimewa yang datang untuk cucu saya, "Annata". Terima kasih banyak karena telah berkenan datang ke acara hari ini."

Pernyataan Kakek Harlan itu mengguncang semua orang yang hadir. Mereka saling berbisik, bertanya-tanya siapakah Annata yang disebut-sebut oleh Kakek Harlan. Mereka belum pernah mendengar atau melihatnya sebelumnya, kecuali tentu saja keluarga Harlan. Anak pertama Kakek Harlan, Jino Harlan Saputra, terlihat kebingungan, sedangkan anak kedua, Gito Harlan Saputra, hanya menatap wajah ayahnya dengan tenang. Namun, anak ketiga, Abraham Harlan Saputra, tampak sangat terkejut. Wajahnya yang semula penuh percaya diri kini berubah menjadi dingin, seolah ketakutan. Ia mulai memalingkan wajahnya ke arah hadirin, seakan berusaha mencari sosok yang disebutkan oleh ayahnya.

"Abraham, diam di sini!" seru Kakek Harlan, memperingatkan Abraham yang beranjak dari kursinya.

Abraham menatap wajah ayahnya dengan tatapan dingin, namun Kakek Harlan hanya membalasnya dengan senyuman kemenangan. Atmosfer ruangan seketika terasa tegang.

Ashel yang duduk di kursi media merasa cemas mendengar ucapan Kakek Harlan. Ia berpura-pura sibuk memotret, mencoba tidak terlihat mencolok.

Kakek Harlan melanjutkan pembicaraannya, kali ini mengenai masalah perusahaan. Beliau mengungkapkan bahwa salah satu anak perusahaan mereka, HG Construction, sedang menghadapi masalah besar dan membutuhkan solusi segera. Ia juga mengungkapkan bahwa jabatan CEO Harlan Group akan segera berakhir. Menyadari usianya yang sudah semakin tua, Kakek Harlan ingin melakukan regenerasi kepemimpinan perusahaan dan memberikan tantangan kepada ketiga anaknya untuk mencari solusi atas masalah tersebut. Siapa yang dapat menemukan solusi terbaik, akan diangkat sebagai CEO yang baru.

Tentu saja, ini adalah tantangan besar bagi ketiga anak Harlan Saputra. Jino dan Gito mendengarkan dengan seksama, sementara Abraham hanya diam, tampak gelisah, masih berusaha mencari sosok yang disebut-sebut oleh Kakek Harlan.

Begitu pembahasan soal perusahaan selesai, Abraham segera bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke meja keluarga Harlan, memeriksa wajah setiap orang di sana satu per satu, tampak mencari sosok yang Kakek Harlan sebutkan. Tak menemukan siapa pun, ia kemudian berjalan menuju kursi klien.

Ashel yang merasa tegang segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan cepat menuju pintu keluar. Namun, tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"Brak!"

"Pak Aldo!" spontan nama itu keluar dari mulut Ashel saat ia melihat sosok yang ia tabrak.

"Ashel?" suara Pak Aldo terdengar mengenali suara wanita itu.

Ashel buru-buru beranjak pergi, namun Pak Aldo dengan cepat menggenggam tangan kanannya dengan erat. Ashel tak bisa berkutik.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Pak Aldo, menatapnya dengan tajam.

"Emm…" Ashel merasa terperangkap, bingung harus menjawab apa.

"Kamu ngapain di sini?" Pak Aldo kembali bertanya, tangannya mencoba merapikan rambut Ashel yang berantakan akibat kejadian tadi.

"Engh… Pak!" Ashel mencoba menyingkirkan tangan Pak Aldo dari rambutnya, merasa tidak enak.

Beberapa orang di sekitar mereka mulai memperhatikan, dengan ekspresi gemas.

"Pasangan jaman sekarang so sweet banget ya," ucap salah satu wanita yang melihat mereka.

"Iya, lucu banget, mana cowoknya ganteng banget lagi," balas teman wanita tersebut.

Mendengar hal itu, Pak Aldo menarik tangannya dari rambut Ashel, menatapnya dengan serius.

"Kamu belum jawab pertanyaan saya. Apa yang kamu lakukan di sini?" Pak Aldo bertanya lagi, suaranya tegas.

"Saya di sini lagi…" Ashel berusaha mencari alasan, namun pikirannya semakin kacau.

Tiba-tiba, suara keras memanggil namanya.

"KAYLA!!"

Ashel menoleh dan melihat Dheo berlari menghampirinya.

"Habis sudah," gumam Ashel pelan, merasa terpojok di antara keduanya.

Pak Aldo kini melihat Dheo yang datang dengan ekspresi curiga. Sementara Ashel hanya bisa terdiam, tak tahu lagi bagaimana harus menghadapinya.

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang