BAB 40

1.2K 108 7
                                    

         
            Di Kantor Setelah Rapat

Setelah rapat yang panjang dan memeras pikiran, Ashel tetap duduk di kursinya berusaha untuk menyelesaikan beberapa hal dalam file yang dibahas tadi. Semua staff sudah keluar, hanya tersisa dirinya yang masih betah duduk, meskipun suasana kantor sudah mulai sepi.

"Masih betah di sini?" tanya Pak Aldo, yang mendekat melihat Ashel masih sibuk memeriksa file.

"Iya, Bapak duluan saja, saya masih mau duduk di sini," jawab Ashel, tetap fokus pada pekerjaan meskipun sebenarnya pikirannya mulai teralihkan oleh keraguan dan kebingungannya tentang masa depan.

Pak Aldo berdiri di sana sejenak, menatap Ashel yang sibuk dengan pikirannya sendiri. "Ini udah sore, kamu gak mau pulang?" tanya Pak Aldo dengan nada yang lembut.

"Em, saya mau pulangnya nanti, Pak. Kalau Bapak mau pulang duluan aja," jawab Ashel dengan sedikit senyum, berusaha untuk tetap terlihat profesional meski hatinya sedang kacau.

"Benar?" tanya Pak Aldo, menegaskan apakah Ashel serius dengan jawabannya.

"Iya," jawab Ashel, kali ini sambil menatap Pak Aldo dengan senyuman, yang seolah memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja meski perasaannya sedang bercampur aduk.

Pak Aldo mengangguk, seolah mengerti, lalu ia berjalan keluar dari ruang meeting. Ashel tetap duduk di sana, merasakan keheningan yang menyelimutinya. Pikiran tentang hubungan masa lalu dan masa depan yang tidak menentu membuatnya merasa semakin bingung.

Beberapa detik setelah Pak Aldo keluar, ponsel Ashel berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Aldi, yang langsung membuatnya sedikit terkejut.

Pesan dari Aldi:

"Malam ini kamu ada acara gak?"

Ashel segera membalas dengan cepat, mencoba mengalihkan perhatian dari kerumitan pikirannya. "Kita mau pergi kemana?"

"Pergi makan malam, mau gak? 😊" balas Aldi.

"Ashel tahu apa maksud Aldi, tapi dia merasa agak ragu." Meskipun ia ingin bertemu Aldi, ada banyak hal yang mengganjal di pikirannya.

"Makan malam doang?" jawab Ashel, dengan sedikit rasa heran.

"Kamu gak kangen sama aku?" tanya Aldi dalam pesan berikutnya. Ashel membaca pesan itu dengan hati yang berdebar, merasa bingung antara perasaan rindu dan ketakutannya terhadap hubungan yang bisa semakin rumit.

Ashel terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk menanggapi. "Makan malam di mana?" ia bertanya, mencoba untuk tidak terlalu mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan, Aldi kembali bertanya, "Kamu udah pulang kerja belum?"

"Belum, masih di kantor. Emang kenapa?" jawab Ashel, sedikit bingung dengan pertanyaan Aldi.

"Aku jemput yah, sekalian kita langsung pergi makan malam."

Mendengar pesan itu, Ashel merasa sedikit tertekan. Ia mulai berpikir keras. "Kenapa mereka selalu mengajakku keluar setelah kerja?" pikirnya. "Apa mereka tidak berpikir kalau aku butuh waktu untuk mandi, untuk mempersiapkan diri?"

Beberapa saat kemudian, Ashel merasa seperti harus memberitahu Aldi secara jujur tentang perasaannya yang sedang kacau. Ia membalas pesan Aldi.

"Em, Aldi, aku capek banget, mau mandi dulu biar segar. Jadi gak usah dijemput di kantor yah," tulis Ashel, mencoba memberikan alasan yang wajar.

"Oh, kalau gitu aku jemput kamu di apartemen, gimana?" balas Aldi.

Ashel menatap pesan itu beberapa detik sebelum akhirnya memutuskan untuk menjawab, "Iya." Ia tahu perasaan rindu itu ada, tapi ia masih merasa sedikit cemas tentang apa yang akan terjadi setelah ini.

---

Di Kantor yang Sepi

Ashel bangkit dari kursinya dan mulai membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Suasana kantor yang sudah mulai sepi semakin terasa mencekam. Hanya beberapa staff yang masih lembur, sementara sebagian besar sudah pulang. Ia berjalan keluar ruang meeting, menuju pintu keluar. Tak ada lagi yang mengganggu pikirannya selain perasaan cemas tentang pertemuannya dengan Aldi.

Tiba-tiba, ia merasa seperti ada yang hilang. Pak Aldo. Seperti biasanya, Ashel tidak tahu kenapa dirinya selalu merasa terikat dengan Pak Aldo—meskipun di dalam hati ia tahu, hubungan mereka tidak bisa sesederhana yang ia harapkan. "Tapi kenapa Pak Aldo terus memandangku seperti itu?" pikirnya, menutup pintu kantor di belakangnya.

Begitu sampai di gedung parkir, Ashel merasakan udara malam yang dingin. Ia meraba tas tangannya dan mengecek ponselnya. Aldi sudah mengonfirmasi bahwa ia akan menjemputnya di apartemen.

Melangkah menuju tempat parkir, Ashel tiba-tiba teringat pada percakapan dengan kakek Harlan tentang cita-citanya menjadi dokter. Itu semua terasa sangat jauh sekarang. Mimpinya untuk menyembuhkan orang-orang, untuk membuat orang lain sehat, kini seperti kenangan yang sangat jauh.

"Kalau aku jadi dokter, mungkin aku bisa menyelamatkan orang yang kucintai," pikir Ashel, mengenang nenek Ratna dan perasaan penyesalan yang tak pernah hilang.

Namun, dalam kekosongan itu, satu hal yang selalu hadir adalah harapan. Ashel berharap bisa menemukan jalan yang benar, bahkan jika itu berarti harus melewati banyak kebingungan dan keraguan.

Begitu sampai di apartemennya, Ashel merasa lega, meskipun sedikit cemas tentang apa yang akan terjadi malam ini bersama Aldi. Ia hanya bisa berharap bahwa malam ini akan memberinya sedikit ketenangan, untuk bisa menghadapi hari-hari yang penuh ketidakpastian.

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang