BAB 41

1.1K 98 5
                                    

"Ting tong" Suara bel berbunyi, membuat Ashel langsung berjalan membuka pintu apartemennya.

Ashel terkejut melihat Aldi yang berdiri di depan pintu, mengenakan jas rapi, celana bahan hitam, dan sepatu kets yang terlihat sangat terawat.

"Hai, Shel," ucap Aldi sambil tersenyum, menatap Ashel dengan penuh perhatian. Dia lalu memberikan setangkai bunga mawar biru kepada Ashel.

Ashel memandang bunga itu sejenak, lalu menatap Aldi, merasa terkejut. "Mawar biru? Dari mana kamu tahu aku suka mawar biru?" tanyanya, bingung.

Aldi tertawa ringan, "Bisa di bilang kalau aku tahu itu dari Ilham."

Ashel ingin tertawa mendengar jawaban Aldi yang sedikit bercanda itu. "Aldi, aku serius!" jawabnya sambil menahan tawa.

Aldi tersenyum lebih lebar, "Aku tahu dari Instagram kamu," ujarnya dengan nada bercanda, masih tak bisa menahan tawa.

"Oh..." Ashel akhirnya paham dan menerima bunga itu dari tangan Aldi. "Makasih," katanya, meskipun dalam hati masih sedikit terkejut.

Setelah itu, Ashel bertanya, "Mau mampir dulu ke apartemen atau langsung pergi?"

"Gak usah, Shel, kita langsung pergi aja, ayo!" jawab Aldi sambil mengulurkan tangannya kepada Ashel.

"Bentar, aku tutup dulu pintunya," jawab Ashel sambil keluar dari apartemen dan menutup pintu dengan hati-hati.

Mereka berjalan beriringan menuju mobil, dan saat masuk, Ashel merasa ada yang berbeda. Aura Aldi terasa serius malam ini, dan Ashel sedikit tidak menyukainya. Ia lebih menyukai Aldi yang dulu, yang lebih santai dan penuh canda.

Aldi berhenti di sebuah tempat yang gelap, membuat Ashel menoleh keluar jendela. "Tempat apa ini?" pikirnya. Ashel merasa ragu, belum melihat restoran di sekitar mereka.

Begitu keluar dari mobil, Aldi mengetuk kaca mobil dan memberi isyarat untuk Ashel turun. "Shel, kamu tunggu di sini," katanya sebelum beranjak meninggalkan Ashel.

"Ashel takut dengan kegelapan,"

" Aldi , jangan tinggalin aku, please..." ucap Ashel sambil dengan cepat meraih tangan Aldi, takut ditinggal sendirian dalam kegelapan.

Aldi menatapnya dalam-dalam, "Kamu percaya aku kan?" tanyanya lembut, berusaha meyakinkan.

"Tapi aku takut..." jawab Ashel, masih sedikit ragu.

"It’s okay, semua akan baik-baik saja," kata Aldi sambil mencium punggung tangan Ashel, lalu melepaskan genggaman tangan mereka.

"Ok..." ucap Ashel, merasa takut dan gugup.

Aldi melangkah pergi sambil berkata, "Tutup mata kamu, hitung satu sampai sepuluh, dan kemudian buka mata kamu."

Ashel menutup matanya seketika, mencoba mengikuti instruksi Aldi. "Satu," ucapnya pelan, mulai menghitung.

"Two..."

"Tiga..."

"Empat..."

"Lima..." Jantung Ashel berdetak cepat.

"Enam..."

"Tujuh... Aldi, aku mohon!" Ashel mulai panik.

"Delapan..."

"Sembilan..."

"Sepuluh!" Begitu angka sepuluh keluar dari mulutnya, Ashel langsung membuka kedua matanya.

Lampu-lampu mulai menyala di sekitar Ashel, begitu terang dan indah. Senyum lebar muncul di wajahnya. Tiba-tiba, ia mendengar suara panggilan, "Ashel!"

Ashel menengok, dan di atas panggung, Aldi berdiri dengan gitar di tangan. Sejak tadi, Ashel tidak melihat panggung itu karena semuanya gelap, tetapi sekarang karena lampu-lampu itu menyala, Ashel bisa melihat dengan jelas.

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang