BAB 14

1.3K 106 6
                                    

Semua orang selalu bilang bahwa hari Senin adalah awal baru, entah karena hari Senin adalah hari pertama dalam seminggu atau karena hari Senin adalah awal dimulainya aktivitas segala sesuatu, entahlah…

Hal baru juga terjadi pada Ashel saat tiba di kantor. Para staf di kantor mulai memperlakukannya dengan aneh, sementara Atin melihatnya dengan senyuman lebar.

"Oke, ini mulai aneh," pikir Ashel.

Ia menarik tangan Atin dan membawanya ke ruang kerja mereka.

"Shel, tunggu! Shel, bentar dulu!" Atin mencoba melepaskan tangan Ashel.

"Enggak, lo ikut gue!"

Ashel tak memperdulikan rengekan Atin dan terus menariknya hingga sampai ke ruang kerja mereka.

"Tin, barang-barang gue ke mana?" Ashel kaget melihat meja kerjanya kosong, semua barang-barangnya hilang. Ia bahkan membuka laci kerja dan semua kosong.

"Tin, lo tahu kemana barang-barang gue?" tanya Ashel, memperhatikan Atin yang terus tersenyum.

"Itu kenapa gue nolak, lo bawa kesini. Soalnya gue mau ngasih tahu," jawab Atin sambil membuka kedua tangannya ke udara.

"Selamat, lo diangkat jadi sekretaris pribadi Bos Aldo!"

Ashel terpaku. Ia baru ingat dengan pengumuman dirinya di meeting tahunan minggu kemarin.

"Jadi, ruang kerja lo dipindahin dan semua barang di meja lo juga ikut dipindahin. Selamat ya, Shel! Lo memang the best!" Atin memegang tangan Ashel, berniat memberi selamat.

"Tin?" Ashel terdiam, membuat Atin mengerti.

"Gue nggak tahu di mana, Shel. Kayaknya lo harus tanya Bos Aldo langsung."

"Thanks, Tin," jawab Ashel, menepuk punggung Atin dan berjalan menuju ruangan Pak Aldo.

"SHEL!" Atin berteriak, membuat Ashel menengok ke belakang dan melihat Atin mengacungkan kedua jempolnya.

"Good luck!" ucap Atin dengan semangat.

Melihat tingkah Atin, Ashel tersenyum.

Tangan Ashel menggenggam gagang pintu, keringat membasahi tangannya. Ia seperti deja vu, mengingat dirinya pernah dipanggil ke ruangan Pak Aldo untuk mendapatkan hukuman, hanya saja kali ini berbeda.

"Tok, tok, tok."

Ashel memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Pak Aldo dengan tangan kiri. Ada hal yang selalu Ashel tidak mengerti: tidak peduli seberapa sering ia bertemu dengan Pak Aldo, dirinya masih merasa sangat gugup.

"MASUK!" suara dingin dan berat dari dalam membuat Ashel menelan ludahnya sendiri. Ia segera membuka pintu, memperlihatkan sosok Pak Aldo yang sedang duduk di kursi, membelakanginya.

"Silahkan masuk!" Setelah mengucapkan kalimat itu, Pak Aldo berdiri lalu membalikkan badannya ke depan dan tersenyum.

Apa Ashel sedang berhalusinasi melihat sosok di depannya tersenyum?

"Kamu nggak mau masuk?"

Mendengar itu, Ashel langsung masuk ke dalam ruangan Pak Aldo.

"Silahkan duduk!" Pak Aldo menunjuk kursi yang ada di depan dengan tangan kanannya, membuat Ashel langsung duduk di kursi tersebut.

"Pak, maksud saya kesini..." Ashel mengeluarkan suara "God", bahkan dari tadi apa yang ia lakukan hanya menuruti perintah Pak Aldo, tetapi perkataannya langsung dipotong oleh Pak Aldo.

"Saya sudah tahu."

"Oke, jadi?" tanya Ashel, ia tidak ingin banyak basa-basi.

"Ya jadi..." jawab Pak Aldo, menjawab pertanyaan Ashel dengan singkat.

"Are you serious?" Ashel mulai kesal.

"Oke, saya serius. Kamu sekarang saya tunjuk jadi sekretaris saya."

"Kenapa?" pertanyaan itu langsung keluar dari mulut Ashel.

Wajah Pak Aldo berubah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Ashel.

"Karena kamu orang yang tepat yang selama ini saya cari dan saya tidak mau selamanya menunggu." Pak Aldo mengucapkan kalimat itu sambil menatap mata Ashel dalam-dalam.

Tentu saja, Ashel tak mengerti dengan ucapan Pak Aldo.

"Maksud Bapak?"

"Sudahlah, sekarang ruangan kerja kamu saya pindahkan ke depan ruangan kerja saya, barang-barang kamu juga sudah ikut dipindahkan ke sana."

"Di depan ruang kerja Bapak?"

"Iya, emang tadi kamu nggak lihat?"

Bagaimana bisa Ashel tidak melihat semua itu? Apa mungkin karena ia merasa sangat gugup menghadapi Pak Aldo?

"Apa kamu mau saya anterin ke meja kamu?"

"Nggak usah, Pak, saya bisa sendiri. Kalau gitu, saya permisi dulu ya." Ashel buru-buru beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar, tetapi tiba-tiba Pak Aldo memanggil namanya.

"Ashel!"

"Iya, Pak?"

"Tugas kamu sudah saya taruh di atas meja, tolong segera selesaikan dengan baik. Saya tunggu ya."

"Baik, Pak." jawab Ashel singkat dan keluar dari ruangan Pak Aldo.

Ashel melihat ke arah kanan. Itu dia, semua barang-barangnya tergelatak di atas meja. Ia langsung berjalan menuju meja tersebut dan duduk di kursi kerja barunya. Setelah itu, ia melihat sekeliling ruangan.

Ruangan ini hanya diisi oleh dirinya sendiri. Melihat ke belakang, hanya terdapat pintu ruangan Pak Aldo, dan di depan terhalang oleh kaca, terlihat para staf sedang sibuk mengerjakan tugas mereka. "God," pikir Ashel, ia memang sudah biasa dalam kesendirian.

Ashel mulai membuka file-file yang ada di meja, ia memeriksa satu per satu dengan teliti. Setelah selesai, ia membuat jadwal pertemuan Pak Aldo dengan klien.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan waktu makan siang. Ashel berniat menemui Atin. Ia pun segera membereskan file yang ada di atas meja lalu bersiap-siap untuk pergi.

"Ashel, kamu mau pergi kemana?"

Sosok Pak Aldo tiba-tiba berada di depannya, hal tersebut tentu membuat Ashel kaget.

"Oh, Bapak? Emm, saya mau pergi makan siang, Pak."

Ashel memperlihatkan jam yang ada di pergelangan tangan kirinya. Namun, melihat hal itu, Pak Aldo malah memegang pergelangan tangan Ashel dan menariknya dengan pelan ke depan wajahnya, atau lebih tepatnya, ke depan mulut Pak Aldo. Ashel dapat merasakan hembusan nafas Pak Aldo di permukaan kulit tangannya, yang membuat tubuh Ashel bereaksi aneh. Ia pun segera menarik tangannya.

"Oke, iya, kamu benar, ini sudah jam makan siang." Pak Aldo terlihat sedikit kikuk.

"Saya pergi dulu, Pak, permisi." Ashel sedikit mundur, mencoba menjauh dari Pak Aldo.

"Kamu mau makan siang di mana?"

"Di kantin kantor, Pak."

Ashel mencoba melihat keluar kaca, banyak staf yang sudah pergi dari tempat kerja mereka.

"Kayaknya staf lain udah pada pergi, Ashel." Pak Aldo ikut melihat arah mata Ashel yang memperhatikan staf.

"Kamu pergi sama saya aja makan siangnya."

"Apa? Nggak usah, Pak. Saya mau pergi sama Atin, kebetulan tadi udah janjian."

Bagaimana bisa Pak Aldo menawarkan makan siang bersama? Ashel tidak habis pikir.

"Saya tidak menerima penolakan. Ini adalah tugas kamu sebagai sekretaris saya," kata Pak Aldo dengan tegas. Ia memegang tangan kanan Ashel dengan erat dan membawanya keluar ruangan bersama-sama.

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang