BAB 56

2K 161 18
                                    

Bangunan kantor Harlan Group mulai terlihat. Ashel menghembuskan napas pelan. Bukan karena gugup, tetapi dia hanya berusaha mengatur napasnya agar tubuhnya lebih rileks. Ia kemudian menatap wajah Pak Aldo yang tampak begitu tenang, seolah sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi semua ini.

Pak Aldo menghentikan mobilnya dan menengok ke arah Ashel.

“Kamu siap?” tanya Pak Aldo sambil mengusap tangan Ashel.

“Iya,” jawab Ashel singkat, sambil tersenyum kecil.

Pak Aldo keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Ashel. Mereka berdua kemudian berjalan masuk ke dalam kantor Harlan Group, melewati security penjaga pintu masuk kantor. Security tersebut mengedipkan matanya berkali-kali, seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat, lalu menggelengkan kepalanya.

“Tidak mungkin...” gumam security itu.

Ashel mengenali security tersebut, Pak Harto. Sejak kecil, Kakek Harlan selalu menjemputnya sepulang sekolah dan membawanya ke kantor, karena kakek tidak tega meninggalkannya sendiri bersama suster Lulu. Setiap kali tiba di kantor, Pak Harto selalu menyambutnya.

“Selamat siang, Nona Harlan,” kata Pak Harto, memanggilnya dengan sebutan yang dulu membuat Ashel cemberut karena tidak suka.

"Apa mungkin Pak Harto masih mengingatku?" pikir Ashel, melihat reaksi Pak Harto.

"Sayang?" ucap Pak Aldo, membuyarkan pikirannya.

"Apa?" balas Ashel.

“Kita langsung ke lantai dua puluh,” kata Pak Aldo saat mereka berada di dalam lift.

“Iya, Mas, kita langsung ke ruang kakek Harlan,” jawab Ashel.

Pak Aldo menekan tombol lift menuju lantai dua puluh. Saat pintu lift tertutup, ia merangkul Ashel dari belakang.

“Ding...” suara lift terbuka, memperlihatkan koridor menuju ruang kerja Kakek Harlan.

"Anna, sini sayang!" terdengar suara Kakek Harlan dalam ingatan Ashel, memanggilnya saat ia masih kecil.

Ashel ingat betapa senangnya ia saat berlari di sepanjang koridor itu dengan boneka Barbie yang dibelikan oleh kakek. Ia berniat memainkannya bersama staf kantor, namun ruang kerja Kakek Harlan yang eksklusif membuatnya tergoda untuk kabur ke lantai bawah. Tapi, kakeknya selalu bisa mengejarnya, menangkapnya, dan membawanya kembali ke ruang kerja.

Ashel duduk di sofa, hendak mengganti pakaian boneka Barbienya, lalu bertanya polos pada kakeknya.

“Kakek, Anna rindu papa. Kenapa papa nggak mau ketemu Anna?”

Mendengar pertanyaan itu, Kakek Harlan terkejut, tapi berusaha tetap tenang.

“Sayang, nanti kakek akan bicara dengan papa kamu, ya. Sekarang kamu terusin main bonekanya,” jawab Kakek Harlan sambil tersenyum.

“Kakek jangan marahin papa!” pinta Ashel, seolah tahu apa yang kakeknya akan lakukan.

Kakek Harlan tersenyum, memberikan gaun baru untuk boneka Barbie milik Ashel. "Ini, ganti baju bonekanya, ya."

Ingatan masa kecil itu terlintas jelas di kepala Ashel saat ia keluar dari lift bersama Pak Aldo. Pak Aldo memanggilnya, “Hei, kamu nggak apa-apa?”

Ashel mengangguk sambil tersenyum lemah, dan mereka melanjutkan langkah menuju ruang kerja Kakek Harlan.

Saat tiba di depan pintu, Pak Aldo mengetuk.

“Masuk!” suara Kakek Harlan terdengar dari dalam.

Mereka saling bertukar pandang sejenak sebelum Pak Aldo membuka pintu. Di dalam, Kakek Harlan duduk di kursi kerjanya, menatap ke arah mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ashel merasa tegang, takut kakeknya marah karena belum memberitahu soal lamaran Pak Aldo.

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang