BAB 43

1.2K 123 4
                                    

Ashel datang ke kantor dengan wajah ceria, entah mengapa hari ini ia merasa sangat bahagia. Mungkin karena hal yang terjadi semalam.

"Ish," wajahnya memerah mengingat hal tersebut.

"Cie cie, ada yang seneng banget nih gue lihat-lihat," ucap Atin, melihat Ashel yang baru saja datang.

"Pagi Tin," balas Ashel.

"Ada apa nih? Boleh di-spill doang?" tanya Atin, penasaran.

"Gak ada apa-apa sih Tin, gak tahu gue lagi senang aja hari ini."

"Yang bener?" Atin mengatakan itu dengan senyum smirk.

"Iya, ih kepo deh."

"Yaudah kalau gak mau cerita." Atin menyerah.

Mendengar itu, Ashel tertawa kecil. Ia kemudian berbisik di telinga Atin, "Nanti gue ceritain, sekarang gue mau masuk ke ruangan gue dulu. Bye Tin." ucap Ashel, berjalan ke ruangannya.

"Ish, dasar anak itu," kesal Atin, kemudian tertawa kecil.

Ashel begitu sibuk menyelesaikan pekerjaannya, membuat ia tak sadar ada sebucket mawar biru yang tiba-tiba berada di depannya.

Saat Ashel melihat bucket mawar itu, ia terdiam.

"Untuk Ashel yang cantik," bunyi pesan dari bucket tersebut.

Ashel kemudian menengok ke belakang, dan benar saja dugaannya. Pak Aldo berdiri di belakangnya dengan senyuman manis menghiasi wajahnya.

"Selamat pagi Ashel cantik, ini bunga mawar buat kamu," ucap Pak Aldo, kemudian mencium pipi Ashel.

Sontak, hal itu membuat Ashel kaget dan langsung berdiri. Ia menjewer kuping kanan Pak Aldo pelan.

"Aw, Ashel, sakit sayang."

"Ini hukuman buat bapak karena melakukan hal kaya tadi."

Ashel melepaskan tangannya dari kuping Pak Aldo, kemudian berdecak pinggang dengan ekspresi marah. Tapi ekspresi itu malah terlihat lucu bagi Pak Aldo.

"Gimana kalau ada yang lihat apa yang bapak lakuin tadi, mereka bakal bilang apa coba?"

"Ya tinggal bilang kamu pacar Pak Bos, apa susahnya coba. Lagi pula siapa yang bakal berani ngomong macam-macam sama kamu?"

"Bukan gitu Pak, tapi gak enak dilihat yang lain."

"Jadi kamu gak mau nih bunganya? Ada coklatnya loh, kamu suka banget kan sama coklat?"

"Em, Bapak tahu dari mana saya suka coklat?" tanya Ashel penasaran dari mana Pak Aldo bisa tahu dirinya menyukai coklat.

"Oh itu, mas feeling aja sih kamu suka coklat." jawab Pak Aldo simpel.

Bukan jawaban itu yang membuat Ashel terkejut, tapi kata "mas" yang dipakai Pak Aldo.

"Mas?" Ashel menahan tawa ketika mendengar kata itu keluar dari mulut Pak Aldo. Seorang Pak Aldo menyebut dirinya "mas."

"Iya, mas," tegas Pak Aldo, seakan meyakinkan Ashel, kata itu keluar dari mulutnya secara sadar.

"Pak, apaan sih, jangan pake kata mas deh."

"Enggak, sekarang mas mau kamu panggil mas. Kalau kita ngobrol, jadi jangan panggil Pak lagi."

"Ih, enggak ah, gak enak sama yang lain Pak."

"Ya kan kamu panggil mas pas kita berdua doang."

"Gak mau ah, saya gak mau Pak," Ashel menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.

Menyimpan bucket bunga di atas meja Ashel, Pak Aldo mendekatkan tubuhnya ke tubuh Ashel. Ia kemudian berbisik di telinga Ashel pelan.

"Kalau kamu gak mau, nanti mas hukum." bisik Pak Aldo pelan, membuat Ashel menelan ludahnya. Ia melihat wajah Pak Aldo yang begitu menawan.

"Emang Bapak berani?" ucap Ashel, menatap kedua mata Pak Aldo dengan senyuman menantang.

Merasa tertantang dengan perkataan Ashel, Pak Aldo memangku tubuh Ashel lalu menaruhnya ke atas meja kerja.

Ashel hilang keseimbangan tubuhnya, terjatuh di atas meja kerja. Tapi ia refleks menarik bahu Pak Aldo, membuat Pak Aldo jatuh dengan posisi tubuh Pak Aldo berada di atas tubuhnya.

"Pak?" ucap Ashel pelan, wajahnya begitu dekat dengan wajah Pak Aldo. Bahkan Pak Aldo menaruh hidungnya di atas hidung Ashel.

"Apa sayang?" ucap Pak Aldo nakal, menggesekan ujung hidungnya ke hidung Ashel.

Memandang mata Ashel lekat, Pak Aldo bersiap menyatukan bibir mereka. Ashel seketika menutup kedua matanya.

"Tok... Tok..."

Suara ketukan pintu membuat Pak Aldo mengurungkan niatnya. Ia lalu melihat ke arah suara tersebut. Ashel yang mendengar ketukan pintu malah melihat wajah Pak Aldo.

"Pak, ada orang," ucap Ashel pelan, mencoba mendorong tubuh Pak Aldo yang berada di atasnya.

"Ish," Pak Aldo mendengus kesal lalu bangkit dari tubuh Ashel.

Ashel juga ikut bangun dari atas meja kerja, lalu merapikan bajunya yang berantakan karena ditindih Pak Aldo.

"Tok... Tok... Tok...." suara ketukan kembali terdengar.

Membuat Ashel berjalan menuju pintu, tapi Pak Aldo menghentikannya.

"Biar mas yang buka pintunya." ucap Pak Aldo.

Mendengar itu, Ashel kembali duduk di kursi dan berniat melanjutkan pekerjaannya.

"Klek," suara pintu terbuka.

"Selamat pagi Pak."

Mata Ashel membulat mendengar suara itu. Ia mengenal betul suara itu, ia menengok ke arah pintu. Matanya melihat sosok Pak Aldo, kemudian sosok tersebut…

SOSOK SEMPURNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang