Cakrawala di siang hari ini perlihatkan warna biru yang indah, dengan ditemani mentari menyinari tanpa ada masalah.
Hadsa tengah berdiam seorang diri di pesisir pantai dengan kelapa muda berada di genggamannya, sesekali ia hisap minuman menyegarkan itu.
"Nyaman banget rasanya, jauh dari orang-orang yang suka menghakimi." Gumamnya, Hadsa putuskan untuk membolos dan pergi ke pantai yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Dia memang sengaja tak mengajak siapapun, mau menawarkan pada Jenggala pun keduanya tengah berada di hubungan yang memusingkan.
Hadsa tahu jika Ayah Jenggala sakitnya semakin parah, yang membuat kekasihnya itu lebih memfokuskan untuk mencari uang, hingga sekolah tak di jamah lagi.
Namun untuk mengabari barang sedetik pun apa tidak bisa? Pesannya selalu berujung tidak dibalas, Hadsa ini merasa tidak berguna.
Hadsa tidak tahu saja, jika Jenggala sudah frustasi, minta dikasihani, Jenggala ingin semuanya berhenti sampai di sini. Namun dia kepalang sayang dan enggak mau kehilangan.
Walau masih siang Hadsa putuskan untuk pulang, ia sudah bosan, tidak ada yang mengajaknya mengobrol.
Kelapa muda tadi ia letakkan sembarang arah, biar ibu penjual yang membuangnya.
Setelah membayar parkir, motor bercorak merah itu dikendarai olehnya dengan kecepatan sedang.
Sudah 1 jam ia mengendarai sepeda motornya, hanya beberapa kilometer lagi akan segera sampai di rumah. Namun ini masih siang, Hadsa takut dimarahi kedua orang tuanya, apalagi omongan Derza membuat panas telinga.
Hadsa berhentikan motor di depan cafe, ia putuskan untuk membeli makanan dahulu agar pulang Hadsa membawa perut kenyang.
Pintu yang bisa dibuka dari luar dan dalam pun Hadsa dorong, tanpa mencari tempat duduk, Hadsa langsung berjalan ke arah kasir, guna memesan apa yang dirinya ingin makan.
Setelahnya ia beritahu jika dirinya duduk di meja nomor 7 yang terlihat mata kirinya tidak ada yang mengisi, lantas Hadsa berbalik arah, hampiri tempat yang ia sebutkan tadi.
Hadsa sudah mendudukkan tubuhnya di sana, tanpa melihat jika ada sebuah tas di kursi sebelah kanan yang tidak terlihat oleh matanya.
Sembari menunggu pesanan datang, Hadsa membuka ponselnya, guna melihat apa Jenggala sudah membalas pesannya yang dari kemarin tidak terbaca.
"Permisi, tempat ini udah ada yang isi." Beritahu seseorang yang Hadsa dengar suaranya dari belakang.
Hadsa lekas berdiri untuk meminta maaf sudah menduduki tempat tersebut, namun kala ia berbalik niatnya untuk ucap maaf hilang begitu saja, melainkan berganti dengan emosi yang kembali datang.
Pemuda itu sama terkejutnya, juga diselimuti emosi. "Ngikutin gue?" Mendengar penuturan kata yang dilontarkan penuh percaya diri, Hadsa ingin sekali kembali memukul wajah itu penuh dengan dendam yang kemarin belum sepenuhnya dikeluarkan.
"Najis." Hadsa ingin sekali mandi pasir setelah ini.
Marley menggertak gigi, ia sudah kepalang emosi. Dirinya urungkan untuk berbuat rusuh, sebab di depan, teman-temannya sudah berjalan menghampiri keduanya.
"Siapa ini?" Tanya Hendra setelah sudah berada di sisi Marley.
Hadsa berniat untuk pergi namun ternyata pesanannya sudah diberikan dan diletakkan di atas meja. Dia ambil nampan berisi makanan serta minuman itu, namun tertahan oleh ucapan pemuda yang sebelumnya bertanya jika dirinya itu siapa.
"Eh, mau ke mana? Di sini aja, temen Marley, ya? Santai aja sama kita."
Ditimpali oleh kedua gadis yang ikut serta, "Iya di sini aja, enggak apa-apa."
![](https://img.wattpad.com/cover/326902270-288-k550231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanfictionBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...