Matahari belum menampakkan wujudnya, namun Hadsa kini sudah berada di atas boncengan motor yang dikendarai oleh Jenggala.
Entah mengapa, kekasihnya itu memaksanya untuk berangkat bersama. Awalnya Hadsa menolak, sebab biasanya juga mereka berangkat sendiri-sendiri menggunakan motor masing-masing.
Pukul 5 lewat 15 menit, perjalanan terasa lama. Entah Jenggala yang dengan sengaja memelankan lajunya atau ada maksud lain yang Hadsa belum ketahui.
Kedua tangan Hadsa sedari tadi diletakkan di belakang punggung sang kekasih, saling digenggam untuk mencari kehangatan, sungguh, pagi ini mengapa terasa sangat dingin.
Lantas Jenggala tarik kedua tangan tersebut satu persatu, kini lengan Hadsa telah melingkari pinggang milik Jenggala dengan kedua tangan miliknya terhalang ransel yang sengaja ditaruh di depan.
Hadsa terkesima, hampir saja ia akan melepaskan pelukan itu, namun tentu saja Jenggala menahannya sembari mengusap lengan tersebut.
Sungguh, Hadsa tidak berbohong. Jika dirinya sekarang tengah merasa malu, ia yakin jika wajahnya sudah memerah. "Apa sih, Gal. Kayak anak kecil aja." Ucap Hadsa malu-malu.
Jenggala terkekeh, "Emangnya enggak boleh ... ya?" Sontak membuat Hadsa menggeleng ribut, "Enggak!"
"Aduh, maksud aku boleh kok!" Jelasnya yang terlihat menggemaskan.
Hening seketika dan mereka menikmati itu, hanya ada suara bising kendaraan yang menjadi teman. Jenggala masih mengusap tangannya, sebelahnya lagi untuk memegang setir, jangan ditiru, jelas itu sangat membahayakan.
Gerobak dengan tulisan Bubur Ayam terpampang jelas di depan, hanya beberapa kilo meter lagi motor yang dikendarai oleh Jenggala akan segera sampai.
"Sarapan dulu, ya?" Lantas motor tersebut ditepikan, keduanya turun tanpa menunggu jawaban dari Hadsa.
"Pak, bubur ayam-nya dua. yang satu pedes, yang satunya sedang aja pak."
Keduanya telah duduk di atas bangku yang sudah disediakan, sembari tunggu matahari menampakkan wujudnya mereka berdua memilih untuk mengganjal perut sampai siang tiba. Pun lengan Hadsa kini sudah tidak berada pada usapan Jenggala.
Obrolan yang mengalir begitu saja dan secara mendadak tanpa persiapan terlebih dahulu, Jenggala dekatkan tubuhnya pada Hadsa, seraya berbisik agar tidak terdengar oleh orang sekitar. "Hadsa, kamu kenapa cantik banget?"
Hadsa terdiam untuk beberapa saat, sebenarnya Hadsa tidak suka mendengar pujian itu, akan tetapi jika pujian tersebut keluar dari bilah bibir kekasihnya, Hadsa sungguh sangat menyukainya. Bagaimana detak jantungnya yang berpacu lebih cepat, dan beberapa kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya.
Hadsa sungguh ingin merasakannya lebih lama lagi, Hadsa sungguh sangat menyayangi pemuda yang kini tengah tersenyum padanya, Hadsa sungguh tidak mau nantinya dia tidak akan bersama dengan Jenggala.
Keduanya pun telah sampai di dalam pekarangan sekolah, dengan Jenggala yang memegang erat tangan sebelah kirinya. Semua itu terasa sedikit baru baginya, bagaimana tidak jika Jenggala itu jarang melakukan hal tersebut di luar ruangan, kecuali jika keduanya hanya berdua saja.
"Kamu kenapa, deh?" Tanya Hadsa merasa aneh, Jenggala menukik alis tak paham apa yang dimaksud kekasihnya itu.
Hadsa pun mengangkat tangannya yang digenggam oleh Jenggala, dan Jenggala pun paham. "Aku takut kamu hilang." Jawaban Jenggala mendapatkan sebuah tendangan pelan dari Hadsa, sampai membuat Jenggala meringis.
Hadsa jelas-jelas tengah salah tingkah.
Keduanya tetap lanjutkan langkah dengan lengan tetap saling menggenggam, sampai mendapatkan sebuah protes dari arah belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/326902270-288-k550231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanfictionBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...