12. Rindu dan Sakit Hati

1.5K 128 12
                                    

TW / DADDY ISSUE

°°°

Akhirnya— akhirnya Jenggala mengabarinya, Hadsa tentu merasa senang, ia sudah sangat merindukan kekasihnya itu. Tadi di luar cafe Hadsa menjawab telepon dari Jenggala, diawali dengan basa-basi dan diakhiri mengajaknya untuk bertemu.

Lantas di sinilah mereka sekarang, duduk di antara rerumputan dengan alas memakai jaket yang dipakai Hadsa agar seragam batiknya tidak terlihat.

Hadsa sandarkan kepalanya pada bahu tegap milik Jenggala, kekasihnya itu tak kunjung buka suara, namun tidak ada kecanggungan di sana, hanya kenyamanan yang menyelimuti mereka.

"Aku kangen kamu." Ujar Hadsa yang dibalas dalam hati oleh Jenggala, bahwa dia juga merindukan Hadsa-nya.

"Kamu kenapa bolos?" Itu yang dapat Jenggala utarakan, dan Hadsa pun langsung menegakkan tubuhnya sembari kepala menoleh pada kekasihnya.

"Aku udah bilang 'kan, kalau aku butuh healing." Jenggala juga menoleh, mata keduanya bertemu. Ah, Jenggala merindukan mata hazel yang seakan terpancar sinar bintang di dalamnya.

"Aku sayang kamu."

"Tiba-tiba banget?" Tentu Hadsa terkejut, sudah lama tidak berjumpa, sekadar tanya kabar di ruang chat pun tidak ada.

Jenggala hanya tersenyum, tak menimpali dengan suara lagi. Ia tengah menimang-nimang sesuatu dalam benak kepalanya, haruskah dirinya utarakan pada Hadsa? Atau tidak usah saja?

"Kamu akhir-akhir ini sibuk banget." Ujar Hadsa yang sedari hening.
"Kamu jangan lupa jaga kesehatan, jangan terlalu diforsir tubuh kamu, orang-orang pada bergantung sama kamu, termasuk aku."

"Jenggala, makasih udah bekerja keras. Kamu itu, manusia pertama yang paling keren di dunia." Ujarnya lagi.

Jenggala ingin menangis mendengar penuturan setiap kata menjadi frasa yang diutarakan oleh kekasihnya, Hadsa-nya.

Namun Jenggala tidak boleh egois, juga dia tidak bisa berbuat banyak selain hanya bisa berkata jika ia takut kehilangan.

"Udah sore, pulang, yuk?" Ajak Jenggala tanpa membalas kalimat indah yang dilontarkan Hadsa.

Bukan tidak mau, hanya saja dia tidak bisa. Ia takut jika nanti Jenggala akan membawa Hadsa sampai ke ujung dunia sekalipun. Yang hanya ada dirinya, serta bersama Hadsa-nya.

Hadsa menganggukkan kepalanya seakan menyetujui ajakan Jenggala untuk pulang, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, sedangkan sekolahnya dipulangkan pada pukul 1 siang.

Ia yakin, jika nanti sudah sampai rumah, Hadsa akan ditanyai sudah dari mana. Lantas, ia siapkan jawaban dari sekarang.

Keduanya mengendarai motornya masing-masing, jaket Hadsa yang dijadikan alas tak lagi dirinya pakai, melainkan dibawa Jenggala untuk dicuci. Padahal Hadsa sudah menolak, namun memang Jenggala yang selalu merasa tak enak hati hingga memohon agar jaket Hadsa dipulangkan oleh Jenggala sementara.

°°°

Sepeda motor yang dikendarai oleh Hadsa sudah sampai di depan pekarangan rumah miliknya, sembari melangkah ke dalam, Hadsa berdoa dalam hati. Semoga hari ini tidak ada kalimat yang membuatnya sakit hati, sejujurnya Hadsa sudah sangat lelah.

Kini tubuhnya sudah berada di dalam sepenuhnya, Hadsa menghela lega, sebab tak ada tanda-tanda raga sang Ayah terlihat di pandangannya.

Sontak membuat Hadsa melangkah tanpa beban, sebentar lagi kenop pintu kamarnya akan segera tergapai.

Namun, saat akan membuka pintu tersebut Hadsa dikejutkan dengan suara bariton dari arah belakang.

"Habis dari mana kamu, Bang?" Benarkan, jika dia pasti akan ditanyai seperti itu.

Destiny [ MARKHYUCK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang