Gedung-gedung yang menjulang tinggi di setiap sudut kota Jakarta di antaranya ialah termasuk tempat sekolahnya yang sudah menemaninya selama tiga tahun belakangan ini.
Plang bertuliskan NACATI BANGSA terlihat jelas dari luar dengan beberapa pepohonan yang menambah kesan indah kala mata memandang.
Bukan hanya keistimewaan saja yang dapat dikagumi melainkan juga diminati oleh beberapa orang yang ingin menjadi salah satu murid di sana.
Namun ada beberapa kendala agar dapat masuk ke sana, salah satunya yakni sekolah lebih mengutamakan siswa yang mempunyai nilai tinggi. Tetapi beberapa orang juga memanfaatkan uang untuk dapat masuk tanpa bersaing dengan orang lain.
Marley menjadi salah satu siswa terpilih dengan nilai yang cukup besar sampai akhirnya dia kini sudah berada di tingkat akhir.
Selain pelajaran yang dirinya minati Marley mempunyai alasan lain untuk pergi bersekolah, yakni bertemu dengan gadis yang sudah ia sukai sedari pertama kali melihat Anindya Putri.
Sayangnya, cinta Marley tidak pernah diterima oleh gadis tersebut. Setiap kali Marley ucap rasa suka, Anindya selalu menolaknya dengan alasan bahwa dia telah lebih dahulu menyukai pria lain.
Namun Marley tidak mudah untuk mengibarkan bendera putih, pemuda itu tetap mendekati Anindya walaupun dirinya tahu jika ia tak akan mendapat sebuah balasan.
Di sinilah pemuda tersebut berada, di depan Anindya yang tengah sibuk membaca beberapa buku yang Marley lihat sudah membuatnya mual.
Anindya sedikit terusik dengan Marley, lantas ia mendongak menatap pemuda tersebut dengan sedikit menukik alisnya. "Lo udah sepuluh menit diem terus, tiba-tiba dateng dan enggak ngomong sama sekali."
Marley berdeham pelan, "Bukannya lo tadi nyari gue, ya?" Tanya Marley dibalas wajah kebingungan dari Anindya, alasan Marley berdiam diri sedari tadi ialah tak ingin mengganggu waktu gadis itu yang sedang serius.
"Kapan?" Anindya layangkan pertanyaan, walau sedikit ragu Marley berucap demikian. "Tadi kata Alden lo nyari gue?"
Ia seakan mengerti apa yang dimaksud pemuda tersebut. "Gue tadi emang sempet papasan sama Alden di koridor, itu sebenarnya cuma basa-basi aja. Mar."
"Emang tadi Alden bilang apa?" Lanjutnya kala tak mendapat jawaban dari pemuda di depannya ini.
Marley berpikir sebentar, "Tadi dia cuma bilang di cariin Anin doang."
Sontak Anindya terkekeh dibuatnya, Marley ini mengapa sangat lucu. "Segitu antusiasnya lo mau ketemu gue?"
Dijawab dengan yakin oleh Marley, "Iya." Anindya terdiam beberapa saat dan kembali berujar namun mengganti pembahasan. "Tapi gak apa-apa deh, gue jadi ada temen balik ke kelasnya." Ucap Anindya.
Buku-buku yang dibaca oleh Anindya telah kembali diletakkan ke tempat semula, langkah kakinya membawanya ke luar ruangan dan meninggalkan perpustakaan yang diikuti Marley di belakang.
Alih-alih memasang kembali sepatu yang sempat dilepas, Marley dalam diam tengah menahan malu.
"Yuk." Ajak Anindya, keduanya pun berjalan beriringan dengan berbincang ringan. Jika dilihat oleh orang-orang mereka ini terlihat seperti kekasih, dan Marley mengaminkan dalam hati.
Tak terasa kelas milik Anindya sudah berada di depan mereka, keduanya berhenti di sana. Marley bertanya, "Baliknya mau bareng, enggak?"
Tanpa berpikir Anindya menggeleng yakin sedikit membuat Marley kecewa padahal ini sudah menjadi hal biasa namun ternyata rasanya tetap sama, "Gue sama Topan." Ujarnya.
Topan. Pemilik nama yang menjadi alasan Anindya setiap menolaknya, sosok yang dikagumi Anindya sewaktu gadis itu berada di sekolah menengah pertama.
Walau tak bisa menampik rasa kecewa Marley tetap berikan senyum, Anindya sedikit merasa kasihan pada pemuda itu namun menurutnya ini adalah pilihan yang tepat daripada memberikan sebuah harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanficBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...