Hai, maaf menghilang tiba-tiba dan mengingkari janji gitu aja. Duniaku lagi amburadul, dan itu tidak bisa dijadikan alasan. Aku memang gak bisa dipegang omongannya, maaf ya. :)
°°°
Pemandangan di belakang rumah Hadsa begitu menyejukkan mata, bukan hanya soal keasrian, namun juga terpaan angin di sore ini membuat dua pemuda itu merasa nyaman. Di sebelah kanan terdapat ayunan yang terbuat dari kayu untuk topangan, dan tali untuk mengikatkan pada batang pohon yang kokoh.
Namun keduanya memilih untuk duduk di atas rumput hijau tanpa alas apapun, sebelumnya sih Marley sudah menawarkan diri saat akan melepas jaketnya untuk alas duduk Hadsa.
Hadsa menolak, di sini tidak begitu kotor. Maka, ia berikan gelengan. Marley urungkan niatnya, namun jaket yang sudah terlepas dia taruh di samping tubuhnya.
Di menit selanjutnya, kaki yang tadinya bersila, kini Hadsa selonjorkan ke depan. Ini menjadi kesempatan bagi Marley, sebab setelahnya kepala yang lebih tua sudah tertidur di atas paha milik Hadsa. "Berat," protesnya.
Marley tak mengindahkan, ia lebih memilih untuk fokus pada sosok yang sudah dilahirkan oleh Adira, Hadsa jika dilihat dari bawah, di pandangan Marley begitu indah. Bahkan langit pun kalah jauh, katanya.
Di sisi Hadsa tengah tahan seluruh gemuruh di dalam hatinya, ia sungguh tengah salah tingkah ditatap begitu dalam oleh Marley. Hingga telapak tangan Hadsa menutupi kedua mata milik pemuda yang enggan untuk mengalihkan perhatian.
"Stop liatin gue," urai Hadsa.
Telapak tangan sudah dijauhkan, membuat Marley kembali memandang pemuda yang pahanya ia jadikan topangan kepala. "Liat sini," ucap Marley.
Walau terasa sudah gila, Hadsa menuruti perkataan Marley. Kini, mata mereka saling mengunci. Sama-sama saling berikan seluruh rasa yang sudah singgah, jemari Marley sudah mengusap pipi kanan Hadsa dengan begitu sayang.
Hadsa menikmati usapan itu, tanpa tahu di detik setelahnya, kepala Hadsa ditarik dan kini sudah tepat wajahnya berjajar dengan milik Marley. Napas mereka saling berbagi, begitu hangat menerpa kulit mereka masing-masing.
Saat Hadsa akan mengangkat kepala, Marley sudah memagut bibir tebal yang terasa sedang memakan buah Cherry. Mata Hadsa membulat, namun ia mengikuti permainan yang tengah asyik Marley lakukan. Hadsa ikut memagut, menjilat, dan menggigit.
Marley semakin memperdalam ciuman, walau diposisi seperti ini terasa susah untuk mendominasi. Bahkan Hadsa justru yang lebih terlihat lihai, hingga kepala Hadsa terangkat dan saliva keduanya menggantung seperti jaring laba-laba.
"Enak," celetuk Hadsa yang begitu menggemaskan di mata Marley, ia ingin sekali kembali menggigit bibir nakal itu.
"Sering ciuman, ya? Pro banget kayaknya," tanya Marley, dan tubuhnya sudah beranjak dari tiduran, kini ia kembali duduk di samping Hadsa sembari mengusap bekas basah di area bibir yang lebih muda.
Ditanyai seperti itu oleh Marley, membuat Hadsa bergeling jahil, hingga suara Hadsa terdengar pongah dan bangga. "Iyalah! Sering gue sama Jenggala," Tepat setelah selesai berbicara, wajah Marley mendatar.
Hingga setelahnya Marley kembali menempelkan bibirnya dengan milik Hadsa dengan tergesa, ada senyum tipis di bibir Hadsa.
Pagutan terlepas, ada protes kecil dari Hadsa. "Anjing lu! Mau bunuh gue?!" Entah sudah berapa menit diciumi, Marley seperti tidak mengampuni.
Hadsa ambil nafas panjang, Marley benar-benar seperti manusia dikelilingi oleh nafsu, sudah beberapa kali menepuk dada menyuruh Marley untuk berhenti, pemuda itu seperti tidak mendengarkan, justru semakin memperdalam ciuman.
"Di mana lagi?" Nafas Marley memburu, "Di mana lagi yang sering Jenggala lakuin?" sambungnya.
Seringai Hadsa terlihat, sembari melirik sekilas di area bawahnya dan kepunyaan milik pemuda yang raut wajahnya benar-benar terkejut luar biasa. Hingga tawa Hadsa mengudara, reaksi Marley sungguh mengocok perutnya. Begitu lucu.
Mana berani Hadsa melakukan hal seperti itu, "Gaklah gila! cuma sebatas ciuman doang, belum berani."
"Belum?"
"ENGGAK BERANI MAKSUDNYA!"
°°°
Senja sudah nampak, namun keberadaan keduanya masih tetap duduk di atas rerumputan, enggan untuk beranjak. Ingin semakin mendekatkan, seperti sekarang bahu tegap Marley dipakai untuk mengistirahatkan kepala Hadsa; menyender.
Sembari tunggu mentari menyelesaikan tugasnya selama 12 jam, kini sepasang suami saling menikmati keindahan langit yang sudah berubah menjadi jingga.
Hingga suara Hadsa terdengar,
"The sunset is beautiful, isn't?"
Marley memahami, apakah Hadsa benar-benar menarik ucapannya waktu lalu yang katanya ingin mencoba. Namun Marley, Hadsa belum selesai berbicara, kamu tenangkan hati dulu.
"But, the moon is more beautiful than the sunset, right?"
Hadsa menegakkan tubuhnya, pandang pemuda yang kini sudah menatapnya. Seraya tersenyum, Hadsa berkata dengan suara berbisik, namun terdengar dan menghangatkan relung hati miliknya.
"I love you," tiga kata yang membuat Marley ingin menangis.
Baru saja, Hadsa ungkapkan rasa padanya. Baru saja, Hadsa berbicara dengan senyum tulusnya. Baru saja, Hadsa berkata seperti tersirat, bahwa tidak dia saja yang jatuh sendirian.
"Aku sayang kamu," Hadsa kembali bersuara, membuat kedua mata Marley berlinang, ingin segera menumpahkan.
Entah mengapa kalimat itu lebih punya banyak makna setelah diungkapkan melalui Bahasa Indonesia, begitu terasa dan menyengat.
Hingga rengkuhan diterima oleh Hadsa, Marley memeluk erat tanda tidak ingin kehilangan Hadsa. "Aku takut, aku kira, aku bakal kehilangan kamu."
"Hadsa, makasih banyak udah mau mempercayakan semuanya sama aku. Makasih buat kasih aku kesempatan dan perbaiki perilaku buruk aku."
"Hadsa, aku sayang kamu juga."
Usapan tangan yang diberikan Marley pada surai rambut milik Hadsa, semakin nyaman dirasakan oleh sang empu. Hadsa bahkan menutup kedua mata, dalam hati tidak menyangka jika kisahnya akan berakhir demikian.
Marley pun sama halnya, dahulu menolak dan memaki, kini berganti dengan ingin melindungi dan menyayangi. Janji ini Marley ungkapkan, bahwa tidak ada lagi rasa sakit yang akan Hadsa rasakan dikemudian hari, bahwa Marley akan menjaga Hadsa dengan segenap hati.
Marley berbuat salah, Hadsa memaafkan asal tidak akan ada halaman yang dahulu diulang kembali.
Rengkuhan terlepas, Marley mengecup kening Hadsa begitu lama, seperti menyalurkan segala rasa.
Tatapan teduh dan sayang saling dipancarkan. Hingga, kalimat dalam hati ingin diucapkan, bahwa bertemunya mereka sudah ditakdirkan.
END.
°°°
(a/n)
Cerita Destiny oleh Heciwrittings resmi selesai, di tanggal, bulan, tahun ini. 27 Februari 2023.
Terima kasih atas segala bentuk dukungan, dari ceritaku yang banyak sekali kekurangan.
Maaf, untuk semua kesalahanku yang banyak dijumpai.
Maaf juga kalau ceritaku enggak memenuhi ekspektasi kalian, kalau mau request MARSA ngapain, boleh banget untuk dm atau reply sini.
Kalau tidak keberatan, aku mau dong tulis kesan atau pesannya di cerita pertamaku.
Dari banyak part ini, bagian mana yang paling kalian sukai? Dan enggak kalian sukai?
Oh iya, kalau bingung dengan dialog yang tentang senja dan bulan aku jelaskan di sini.
Arti dari, the sunset is beautiful, isn't? (mau melepas/kehilangan)
kalau the moon is more beautiful than the sunset, right? (ini gak mau melepas/kehilangan)
So.. see you in my another story?

KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanfictionBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...