Di dekat sungai dengan sela-sela jarinya terdapat sebuah nikotin yang sudah terbakar dan menyisakan ujungnya saja, lantas ia lempar ke sembarang arah. Lalu menggantinya dengan rokok yang baru.
Sudah genap seminggu ia tak pulang ke rumah, handphonenya juga dengan sengaja ia matikan. Selama satu minggu itu Marley tidak berangkat ke sekolah menjadi tanda tanya besar dari beberapa murid di sana.
Marley tak memperdulikan semuanya, ia lebih ingin tenangkan batin dan pikirannya yang tak henti-henti menghilang di dalam benaknya. Iya, Marley frustasi oleh kejadian minggu lalu.
Sebenarnya Marley sudah mulai menerima jika ia akan dijodohkan, dengan ini walau tidak rela dia dapat melupakan Anindya. Namun itu sebelum Marley belum mengetahui semuanya.
Tidak pernah terbesit dalam pikirannya jika ia akan menjalin kasih dengan laki-laki, membayangkannya saja sudah membuatnya merinding tak karuan.
Rokok yang baru saja dia bakar itupun kembali dilempar olehnya sembari mengeram dibarengi umpatan setelahnya, "Anjing."
"Mereka apa enggak mikir dulu sebelum mutusin, ini soal pernikahan lho? Seenak jidat aja mutusin hal yang belum lumrah di dunia." Gumamnya.
"Gila emang orang-orang, gue aja enggak ada rasa penasaran buat nyoba pacaran sama sesama." Lanjutnya.
Marley terkekeh gusar, "Apa yang dicari di hubungan aneh ini deh, Mereka-mereka yang ngejalaninnya apa enggak ngerasa jijik?" Tanyanya pada diri sendiri tanpa tahu jawaban yang didapati.
Tubuhnya ia dudukkan di atas rerumputan tanpa alas, handphone yang sengaja diletakkan di dalam saku celana coba dia keluarkan.
Layar yang menghitam itu sedikit demi sedikit kembali menyala setelah Marley matikan selamat satu minggu.
Beberapa pesan berdatangan memenuhi notifikasi layar ponselnya, salah satunya tentu dari kedua orang tua. Bahkan teman-temannya pun melakukan hal yang sama; bertanya di mana keberadaannya. Sebab pikirnya mungkin orang tuanya sempat bertanya lewat teman-temannya.
Marley terlebih dahulu membalas pesan dari teman-temannya melalui group chat, respon mereka sungguh seperti apa yang Marley pikirkan.
Umpatan yang menjadi penambah di dalam grup, Marley dimaki habis-habisan. Namun kala akan kembali membalas pesan Marley terhenti oleh sebuah panggilan dari nomor yang baru ia lihat, nomor itu masih terlihat asing di matanya.
Panggilan itu ditolaknya, kedua kalinya pun Marley hanya diamkan. Namun sudah ketiga kali dan merasa muak akhirnya Marley menggeser icon telepon ke atas, panggilan tersebut Marley terima. Awalnya tak ada suara dari seberang, hanya keheningan dari keduanya.
Kesal Marley yang memang sedari tadi sudah datang bertambah kesal dengan seseorang yang belum ia ketahui itu tidak berbicara apa-apa. "Halo?" Suara Marley lebih dahulu menginterupsi, nadanya sedikit terdengar geram.
Suara Marley mendapatkan kekehan dari seberang, ia mendengar seseorang tersebut sempat berdeham sebelum berbicara. "Hai, calon suami." Ujarnya.
Marley mengenali suara ini, ia cukup berdiam diri sesaat sampai seseorang tersebut kembali bersuara kala tak mendapat balasan dari Marley. "Halo? Lo denger 'kan?" Sungguh, suara tersebut nampak menyebalkan di gendang telinganya.
Hadsa terkekeh, "Sombong banget sih." Ucapnya saat kembali tak ada respon dari Marley. Lantas panggilan itu dimatikan sepihak olehnya, Marley sungguh sudah tidak tahan.
Sedangkan Hadsa kembali tertawa saat mengetahui jika panggilannya dimatikan oleh Marley. Hadsa sangat menyukainya mungkin saja ia akan terus menerus menjahili pemuda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanfictionBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...