22. Bertanya Perihal Pandangan

1.3K 117 12
                                    

Siang hari ini matahari begitu terik, orang-orang yang berada di lapangan terus menerus mengumpat jika mereka kepanasan dan kegerahan.

Namun karena kini pertandingan futsal begitu sengit membuat mereka mengorbankan diri untuk melihat siapa yang akan menang pada perlombaan ini.

Dikarenakan ujian telah selesai, OSIS mengadakan class meeting dengan beberapa perlombaan, diantaranya; Futsal, badminton, cerpen, tenis meja, dan ada beberapa yang lain.

Akan tetapi Marley dan ketiga teman karibnya itu memilih untuk berada di dalam kelas saja, sedang teman kelasnya menonton perlombaan yang tengah dilaksanakan.

Dapat terlihat Marley begitu frustasi, kantung mata yang sedikit menghitam, juga tubuhnya yang melemas. Jika ditanya pun Marley hanya menggeleng lemah, hingga membuat ketiga temannya menghela lelah.

"Lo kenapa, sih, Mar?" Tanya Caesar yang sudah lelah melihat Marley beberapa kali menghela dan mengusap wajahnya kasar.

"Lo kalau lagi gak fit, mending pulang aja, deh." Saran Davin, ia merasa kasihan melihat tubuh Marley yang mungkin saja akan tumbang.

"Gue gak apa-apa asli." Kalimat itu lagi, mereka muak mendengarnya.

"Lo lagi banyak pikiran?" Tanya Hendra, dan Marley pun mengangguk mengiyakan.

Sebenarnya, pikiran Marley masih berlabuh pada kejadian minggu lalu yang menyebabkan keributan dan diakhiri Hadsa yang pergi entah ke mana.

Setiap hari itu Marley mencoba berbicara kepada kedua orang tuanya, jika dirinya sungguh-sungguh tidak ingin perjodohan itu akan benar-benar terjadi. Namun apa daya, baik Erika maupun Jaden, keduanya enggan untuk membatalkan perjodohan.

Marley hampir saja hilang kendali jika tidak ditenangkan oleh Mamanya.

Malam-malam itu Marley habiskan untuk merokok dan sesekali meminum cairan beralkohol, tentu tidak dengan sepengetahuan orang tuanya.

Hingga membuat Marley susah untuk tidur, pikirannya berkelana, Marley benar-benar sudah frustasi. Perkataan Jaden beberapa hari lalu yang mengatakan jika pernikahan ia dan Hadsa akan dilakukan setelah mereka berdua lulus sekolah.

Marley tiba-tiba bercelatuk, "Pandangan kalian tentang hubungan yang melibatkan sesama gender itu gimana?" Mampu membuat ketiganya tertegun atas lontaran tanya yang tanpa kontes terlebih dahulu.

"Ini yang ngebuat lo stress?" Marley menghiraukan pertanyaan dari Davin, "Jawab aja." Ucapnya.

"Tiba-tiba banget?" Timpal Caesar.

"Gak usah dijawab."

"Ya elah, ambekan lu jadi cowok." Ledek Caesar, lalu ia kembali berkata. "Kalau menurut gue gak gimana-gimana sih? Itu urusan mereka, gue gak berhak buat ikut campur. Tapi katanya, cinta bisa berlabuh pada siapa aja." Jawabnya atas pertanyaan yang dilontarkan Marley.

Davin menyetujui, "Gue setuju apa yang dibilang Caesar, kebetulan gue juga punya temen yang lo maksud itu Mar."

"Siapa?" Tanya Marley.

"Ada, gue gak mau sebut nama. Tapi kasihan, soalnya udah putus karena gak direstui bokap pacarnya, dan ada problem sedikit." Jelasnya.

"Maksud dari pertanyaan lo barusan itu apa?" Tanya Caesar bingung.

Sebenarnya Marley takut untuk berkata jujur, dikarenakan mereka sebentar lagi lulus dan mungkin saja berpisah, maka Marley dengan berani menyuarakan kebenaran. "Gue dijodohin."

"Ya? Terus? Kan kita udah tau? Masalahnya di mana?" Ujar Caesar.

Marley menghela, walau dengan takut-takut dia berucap. "Sama cowok." Dan setelahnya, hening menyelimuti mereka. Tak ada suara, selain wajah terkejut dari masing-masing temannya.

"Gue tau lo semua pada kaget, dan gue juga awalnya begitu. Gue takut buat bilang jujur, tapi karena kita sebentar lagi lulus dan mungkin gak akan ketemu lagi? Jadi gue mencoba untuk jujur."

Davin yang mengambil alih setelah terdiam beberapa saat, "Oke, terus gimana? Lo tolak atau terima?"

Marley menghela sebelum menjawab, "Lo semua pasti tau, gue nolak hal gila itu, dan bahkan pergi dari rumah pas dikasih tau kalau gue bakal dijodohin sama cowok."

"Oh, pas hilang seminggu?" Tanya Caesar setelah menetralkan diri dari terkejutnya, Marley pun mengangguk sebagai jawaban.

"Eh, kok lu tiba-tiba diem, sih?" Tanya Caesar pada Hendra yang tidak mengeluarkan suara sedikit pun setelah pembicaraan yang dibawa oleh Marley.

Hendra berdeham, "Karena kepalang tanggung, jadi gue mau ikut jujur."

"Gue sebenernya juga lagi pacaran sama cowok, dia anak kuliahan, umurnya beda tiga tahun sama gue." Atas fakta yang bertubi-tubi datang membuat teman-temannya itu sungguhan terkejut.

"Denger Marley yang tiba-tiba angkat pembicaraan tentang pacaran sesama gender gue jadi takut, dan sekarang lega kalau lo semua gak terlalu keberatan." Ujarnya sembari menjelaskan.

"Gak usah takut, Hen, kita semua gak bakal menghakimi lo gitu aja, lakuin apapun yang bikin lo seneng." Ucap Davin.

Hendra tersenyum, ia merasa lega sekarang. "Thanks."

Kini kembali pada pembicaraan awal, "Terus gimana, Mar?" Tanya Hendra.

"Sebentar, gue masih kaget." Beritahu Marley. Hendra pun tertawa, "Oke silahkan."

Setelahnya Marley kembali berbicara, "Sebenarnya juga gue gak masalah tentang orang-orang yang berhubungan sesama gender, tapi entah kenapa setelah fakta tentang gue yang akan berhubungan dengan laki-laki bikin gue marah dan menyalahkan banyak pihak."

"Cowok yang bakal dijodohin sama gue udah nerima perjodohan, gue sekarang gak tau harus ngapain, selain ikut ngeiyain. Soalnya, Mama yang memohon." Jelasnya.

"Oh, jadi ini yang ngebuat lo kayak mayat hidup akhir-akhir ini?" Tanya Caesar, oleh Marley keluarkan kekehan dan setelahnya mengangguk mengiyakan.

Semua orang kembali terdiam, lebih tepatnya sama-sama saling bergelut dalam pikiran, mereka juga ikut merasa bingung untuk apa yang berhak diutarakan, selain kata semangat yang sering kali diucapkan.

Marley membuang nafas, "Gue mau pulang aja, makasih udah mau dengerin keluh kesah gue." Dan setelahnya Marley berlalu meninggalkan ketiga temannya itu.

Sebelum Marley berlalu, Hendra ucapkan sesuatu. "Semangat Mar, walaupun ini suatu hal yang baru, gue harap lo bisa ngatasinnya. Hubungan yang gue jalanin dan mungkin nanti lo, bener bener berat, gue harap lo kuat."

Lalu disambung oleh Davin, "Pesan gue cuma satu, jangan gampang emosi, dan jangan sakiti cowok yang akan jadi pasangan lo nanti." Marley terkekeh dalam hati, Davin telat untuk memberitahu, sebab sudah dari lama Marley menyakiti fisik dan batin milik Hadsa.

Sedangkan Caesar hanya berikan senyuman, seolah berkata, semuanya akan baik-baik saja.

°°°

(a/n)

Yeyyyy. Sebentar lagi MarSa (Marley Hadsa) menikahhhh hahaha, makasih banyak buat semuanya yang sempatkan waktu dan tetap ikutin cerita ini dari awal.....

Destiny [ MARKHYUCK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang