Beberapa puluhan menit yang lalu bel pulang sekolah sudah lama berbunyi, Hadsa berniat untuk menunggu kedatangan Marley di depan yang katanya akan menjemputnya.
Namun niat tersebut dia urungkan, sebab Jenggala mengajaknya untuk pulang bersama. Dan Hadsa tentu mengiyakan dengan senang hati tanpa memberitahu pada pemuda yang mungkin saja benar akan menjemputnya.
Tanpa perlukan waktu lama, keduanya berhenti di sebuah kebun milik orang lain yang cukup sepi.
Hadsa sungguh kebingungan, namun dia tak banyak bertanya. Jenggala lebih dahulu turun dari motornya, lalu diikuti oleh Hadsa setelahnya.
Keduanya memutuskan untuk meneduh di bawah pohon rindang yang dapat menutupi panasnya terik matahari siang ini.
Jenggala membuka tas nya dan mengambil sesuatu di dalam, setelah menemukannya, jaket milik Hadsa dia berikan.
Sudah bersih dan wangi khas Jenggala.
"Maaf baru aku kasih ke kamu." Ujar Jenggala, lantas Hadsa terima jaketnya yang dicuci oleh kekasihnya.
"Gak apa-apa, makasih ya, Gala." Ucapan terima kasih hanya dijawab anggukan oleh Jenggala.
Setelahnya tak ada suara yang terdengar, Hadsa tak mempermasalahkan, sedangkan Jenggala sedang mencari kalimat yang pantas dia utarakan.
"Apa kabar, Gal?" Hadsa lebih dahulu bertanya soal kabar, dan dijawab oleh Jenggala demikian. "Aku baik." Nada ragu terdengar jelas yang dapat dipahami oleh Hadsa.
"Kamu, gimana?"
"Enggak baik." Kekehan Hadsa keluar. Dia tidak berbohong jika dia memang tidak sedang baik-baik saja.
"Kenapa?" Jenggala bertanya, dia tentu tengah khawatir.
Namun Hadsa menggeleng, "Kamu marah, ya?" Tanyanya.
"Aku marah soal apa?"
Hadsa mengidik bahu, "Enggak tahu, yang marah 'kan kamu, jadi aku enggak tahu."
Jenggala menghela, "Kamu itu bisa berspekulasi begitu, dari mana?"
Kini bergantian, Hadsa yang menghela lelah. "Kamu enggak sadar ya atas perilaku kamu ke aku akhir-akhir ini? Wajar dong aku mikirin kalau kamu marah sama aku?"
"Aku enggak marah, Hadsa. Kamu tahu sendiri 'kan, kalau aku lagi sibuk cari uang buat pengobatan tambahan Bapak."
"Aku bantu, kamu malah nolak." Ujar Hadsa, namun itu bukan jawaban yang tepat atas masalahnya. Yang bahkan, mungkin saja akan menjadi Boomerang untuknya?
"Aku enggak mau membebani kamu, aku bisa usaha sendiri. Makasih banyak udah mau bantu aku." Jelas Jenggala. Hadsa pun kembali membuang napasnya.
"Sampai enggak bisa buat ngabarin aku? Gala, aku ini masih butuh kabar walau kata kamu mungkin enggak penting."
"Enggak sempat." Jawab Jenggala segera dan Hadsa bingung harus berbicara apalagi.
"Hadsa." Panggil Jenggala membuat mata Hadsa menatap figuran di sebelahnya.
Tak ada balasan darinya, sontak Jenggala menoleh dan menatap balik kedua mata yang dipenuhi sinar bintang di dalamnya. "Kayaknya aku enggak bisa." Ujarnya tiba-tiba membuat Hadsa terkejut bukan main.
"Enggak bisa apa, Jenggala?" Hadsa bertanya penuh kepanikan, dia takut yang dilontarkan Jenggala seperti apa yang ia pikirkan di benaknya.
"Hadsa maaf." Bukan, bukan itu yang Hadsa inginkan. Ia ingin sebuah penjelasan atas apa yang diutarakan oleh Jenggala, bukan perihal maaf yang bahkan Hadsa tidak tahu atas konteks apa.
![](https://img.wattpad.com/cover/326902270-288-k550231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanficBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...