Di bagian akhir, kisah Marley dan Hadsa. Dari berbagai rasa sakit yang telah dilewati, keburukan yang dialami, hingga rasa baru yang diakui. Maka akan dikatakan, pada akhirnya kisah mereka yang diawali dengan ketidakmauan, saling menentang, kini sudah sampai pada pelabuhan kebahagiaan.
Biarlah semua kepedihan berlalu, berganti dengan kisah yang baru. Semoga saja tidak akan ada Hadsa kedua di kisah orang lain, begitupun dengan sosok buruk Marley yang ditemukan di orang lain.
Hari yang entah sudah ke berapa, hingga kedekatan keduanya sudah selayaknya disebut sebagai pasangan, tanpa ikatan paksaan seperti awal kisah mereka.
Di pagi hari, dalam rumah keluarga Wilangga, kamar Marley berada.
Marley membuka mata perlahan saat tak merasakan sosok yang selalu temani kesehariannya, setelah sepenuhnya sadar dan tidak ada Hadsa di sisinya, membuat Marley sontak terduduk.
Dia yakin, Hadsa-nya sudah dicuri oleh wanita paruh baya, ibunya, Mama Erika. Lantas ia turun dari kasur dan berjalan keluar untuk hampiri sosok yang ia yakini sedang berada di dapur.
Tebakannya tidak meleset, di sana, Hadsa tengah memotong ayam menggunakan pisau yang lumayan besar. Setelah sampai, ia peluk yang lebih muda dari belakang, sang empu terkejut saat merasakan ada sebuah tangan yang melingkari pinggangnya.
"Sayang," Suara Marley terbenam, sebab pemuda itu membenamkan wajahnya di perpotongan leher Hadsa.
Sang empu merasa geli, hembusan nafas Marley membuatnya merinding. "Minggir!" ujar Hadsa.
Marley menghiraukan, bahkan pemuda itu semakin mengeratkan pelukan. Kekehan dari sang Mama seperti tak terdengar, kalau sudah begini, Hadsa yang merasa malu.
"Jangan gangguin dulu, aku lagi motong ayam," beritahu Hadsa.
Lantas Marley melepasnya, namun ia tetap berada di sana, tidak menyingkir seperti apa yang dikatakan oleh Hadsa. Marley pun berbicara, "Kamu tadi cium aku, enggak?"
Hadsa yakin semburat merah nampak di wajahnya, "Minggir ah! Nanti tanganku ke potong," kesalnya.
Mau tidak mau Marley benar-benar menyingkir, dan duduk di kursi di sebelah meja makan. Pusatnya masih berada di Hadsa, bagaimana jemari itu memegang pisau lalu memotong ayam yang dipegang oleh tangan satunya.
Setelah semuanya selesai, Hadsa berganti memotong timun, Marley tetap dihiraukan keberadaannya.
"Sayanggg," rengek Marley.
Hadsa berdeham. "Mau dibantu?" tanya Marley. Hadsa menoleh pada sosok pemuda tersebut, "Udah mau selesai baru nawarin! Mama nih anaknya nyebelin," adu Hadsa pada Erika.
Mama Marley menahan gemas dengan tingkah menantunya. "Udah biarin, cuekin aja dia."
"Apa sih Mama, iri ya gak ada Papa?" ledek Marley.
Erika hanya memutar kedua bola matanya saat mendengar nada menyebalkan dari sang anak, namun tidak dengan Hadsa yang merasa terganggu dengan keberadaan pemuda yang selalu merengek itu.
"Sayaaang ih, dengerin aku gak?"
"Iya astaga!"
"Terus kenapa gak dijawab?"
"Apa?" tanya Hadsa malas.
"Tadi cium aku gak?"
Sontak Hadsa berbalik, meninggalkan tugasnya yang sebentar lagi selesai. Dia hampiri Marley, dan berdiri di samping pemuda yang senyumannya sudah merekah. "Bisa gak jangan ceplas-ceplos gitu? Malu tau!"
"Aku tanya doang."
"Di sini ada Mama, kamu gak malu?"
Disaat keduanya berdebat, sementara Erika tak mengindahkan, sudah hal biasa baginya. Marley yang merajuk, dan Hadsa yang marah. Erika tersenyum diam-diam, ternyata akan begini ya akhirnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
Hayran KurguBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...