Seharusnya sekarang tubuhnya berada di antara kursi kelas yang ditempati, namun justru tetap merebahkan diri di atas kasur. Tak ada pergerakan sedikitpun walau kini jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, yang artinya kelasnya sudah dimulai sedari tadi.
Beberapa teriakan yang Hadsa yakini pelakunya adalah Marley mampu membuatnya merasa risih, ketukan pintu yang disengaja dipukul begitu keras membuat Hadsa pun beranjak dari kasur, tentu dengan penuh paksaan.
"Sebentar." Beritahu Hadsa lirih.
Marley mendengar suara Hadsa yang teredam ruangan tertutup itu, lantas ia kembali berteriak. "Cepetan, lima belas menit lagi kelas gue masuk."
Dua menit berlalu, kini pintu sudah terbuka. "Lama banget sih—" Ucapannya terpotong saat menampilkan sosok Hadsa yang berdiri pun terasa begitu malas.
Selimutnya bahkan tidak ditinggalkan di atas kasur, melainkan masih membalut tubuh Hadsa dengan kedua tangan mencengkram selimut agar tidak terjatuh.
Hanya satu yang mengambil fokusnya, ialah wajah pias dan tatapan sayu juga bibir yang bergetar milik Hadsa, Marley paham jika Hadsa kini sedang sakit, atau orang-orang sering menyebutnya dengan demam.
Setelah terbukanya pintu, Hadsa pun hendak berbalik ingin segera kembali merengkuh tubuhnya di atas kasur, namun lengannya dicekal oleh pemuda di belakangnya.
Marley bisa merasakan panas dari pergelangan tangan milik Hadsa.
"Lo sakit?" Tanya Marley.Sang empu berdecak sembari menepis pelan lengan milik Marley, sebab dia tidak punya banyak tenaga. "Menurut lo aja." Jawabnya dengan ketus.
Hadsa kembali melangkah, kini ranjang kasur sudah tergapai. Lalu dia dudukan tubuhnya di sana, dengan pelan-pelan kembali merebahkan diri dengan selimut yang masih membalutnya.
Bibir Hadsa terdengar lenguhannya, ia tengah mencari kehangatan, namun sedari tadi hanya ada hawa dingin yang dirinya dapatkan.
Marley pun terburu-buru menghampiri raga yang sedang berada di atas kasur itu, lantas punggung tangannya diletakkan pada kening milik Hadsa, terasa panas.
Diperlakukan seperti itu oleh Marley, Hadsa hanya berdiam saja, tak ingin meresponnya, serta kedua matanya sedari tadi di pejamkan. "Lo beneran sakit?"
Pertanyaan Marley mendapatkan satu decakan dari sang empu, kedua matanya dia buka perlahan, pun tangan Marley kembali dirinya tepis.
Tubuh Hadsa kini menyamping, membelakangi pemuda yang lebih tua darinya itu. "Ke rumah sakit ya, tunggu sebentar, gue mandi dulu."
"Apaan sih, gak usah!" Tolak Hadsa tegas. Marley mendengarnya hanya mengernyitkan dahi, "Oh, mau dipanggil ke sini aja Dokternya?" Tanya Marley seakan mengerti.
"Gak usah, lo mending pergi."
"Gue panggil Dokter." Telak Marley.
Tubuh Hadsa kembali mengarah pada Marley, "Gue bilang gak usah ya gak usah, jangan sok perhatian gitu deh, lo aja dulu ninggalin gue pas habis makan soto." Ujar Hadsa.
Namun Marley tak mengindahkan, ia men-dial nomor rumah sakit yang tak jauh dari tempatnya. Saat akan menekan panggilan, ponselnya direbut paksa oleh Hadsa.
"Gue bilang, jangan sok perhatian." Ucap Hadsa di setiap kata ditekankan.
"Mending lo cepet-cepet pergi, tinggalin gue sendiri." Lanjutnya.
"Terus lo di sini sama siapa?"
"Nanti gue coba minta tolong orang lain buat beli obat."
Mendengar ucapan tersebut membuat Marley menimpali dengan kesal, "Apaan sih? Kan ada gue, kenapa minta tolong sama orang lain?"
Hadsa tak kembali membalas, lantas handphone pada jemari Hadsa dirinya ambil dengan keras, terdengar rintihan pelan dari sang empu.
"Lo diem aja di sini, jangan ketemu siapa-siapa, apalagi berani bawa orang lain masuk ke dalam." Ujar Marley dengan tegas, tersirat nada kesal di dalamnya.
Marley melangkah ke arah pintu kamar, tanpa berbalik, Marley ucapkan sesuatu. "Nanti Dokter ke sini, gak menerima penolakan." Dan pergi dengan segera, meninggalkan Hadsa yang tidak bisa menimpalinya.
Pintu tersebut Marley banting saat menutupnya, jelas sekali rasa kesal masih memupuk dalam hati. Marley pun keluar dari apartemen dengan langkah terburu-buru.
°°°
"Hadsa lo tinggalin begitu aja?" Tanya Naura tak percaya. Iya, Marley sudah memberitahukan alasan dirinya bisa berada di sini, dan bercerita tentang pernikahan tanpa landasan cinta kepada Naura serta kekasihnya, Stephen.
Sebenarnya Marley takut dengan pandangan dari kedua temannya yang baru itu, namun karena dia berpikir bahwa untuk bercerita bukan opsi yang salah.
Beruntung, baik Naura maupun Stephen, keduanya tidak mempersalahkannya, sontak membuat Marley merasa lega. Selama itupun Marley sering bertanya perihal rasa yang bisa membuatnya bingung ini kepada Naura dan Stephen.
Katanya, mungkin saja Marley sudah mulai membuka hatinya kepada Hadsa. Namun, itu semua tentu dia tepis. Bahwa Marley belum sepenuhnya menerima atas hubungan yang kini terjalin.
Lantas Marley mengangguk, "Dia yang mau sendiri, lagian udah gue panggil Dokter." Jawabnya, walau dalam hati ada perasaan khawatir.
"Udah lo kasih makan?" Tanya Naura.
Marley menggeleng pelan. "Goblok." Maki Stephen, lalu mendapati satu kecupan dari Naura, seakan memberikannya sebuah penghargaan.
"Sana balik, jangan recokin orang pacaran." Usir Naura.
Dengan rasa kesal yang masih hinggap, Marley berlalu dari apartemen milik Naura dan meninggalkan pasangan tersebut.
Marley menghela, lalu memasuki mobilnya, sebelum dikemudikan ke tempat tinggalnya, Marley sempatkan untuk membeli makanan untuk Hadsa.
Dikarenakan mencari bubur ayam di Kanada adalah hal yang mustahil, lantas ia memesan Split Pea Soup.
Setelah membelinya, Marley membelokkan stir, berbalik arah dan kembali melajukan dengan sedikit kencang.
Tanpa perlu banyak waktu, kini mobilnya sudah terparkir rapih bersama kendaraan yang lain, lantas Marley keluar dari mobilnya dan berjalan dengan cepat menuju unit apartemennya.
Lift sudah terbuka, Marley masuk ke dalam, hingga tunggu beberapa saat, kini pintu lift pun kembali terbuka di tempat yang berbeda; lantai 4.
Langkah Marley membawanya ke arah kanan, di mana tempatnya berada di sana. Setelah menempelkan sebuah kartu, pintu apartemen pun terbuka.
Makanan dalam wadah sudah dia genggam dengan begitu erat, kini Marley hendak mengambil mangkuk guna meletakkan sop itu pada benda tersebut.
Namun, langkahnya bahkan terhenti tepat saat dia berbelok. Marley berdiam diri, melihat pemuda yang dirinya khawatirkan sedang disuapi oleh seseorang yang selalu dia pertanyakan sosoknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/326902270-288-k550231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [ MARKHYUCK ]
FanficBukan hanya sekadar perihal perjodohan saja, namun juga tentang bagaimana bahwa dirinya dijatuhkan ke dalam lingkungan yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di hidupnya. Garis takdir yang bahkan beberapa orang tidak menginginkannya, semua orang...