Chapter Four

31.3K 1.9K 289
                                    

Rencana untuk tidur pulas dan akan terbangun pukul lima pagi terancam gagal. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat. Waktu terasa begitu lambat. Belum lagi rasa kantuk yang tiba-tiba saja pergi entah kemana.

Menselonjorkan kaki, mengangkat satu ke udara, berguling-guling mencari tempat nyaman, Anna terus bergerak memutar seperti jam dinding. Seprei ranjang yang tadinya rapi menjadi kusut serta berantakan.

Disela-sela kegelisahan sebab ingin lanjut tidur tetapi tidak bisa, atensinya kembali tertuju pada pojok ruangan dekat TV. Karena sosok yang berhasil memenuhi isi kepala selama berada di sini.

Dia masih di sana, masih dalam posisi yang sama juga menatapnya tajam, auranya begitu dingin. Dari sorot matanya tampak menyembunyikan banyak sekali luka juga amarah yang bercampur. Sehingga Anna kesulitan untuk mendeskripsikannya.

Siapa sih kamu sebenarnya?

Jika sedang asik berbalas chat dengan seseorang, itu membantu sekiranya 5% untuk meringankan tekanan batin selama di kost. Padahal, ini baru awal di minggu pertama mencoba beradaptasi di lingkungan baru.

Kemungkinan besok di sekolah akan Anna ceritakan semuanya kepada Rani dan Eva. Akankah mereka percaya?

Menatap langit-langit kamar sembari memilin jemari, Anna mengembuskan napasnya. Hatinya begitu gelisah, takut juga ingin menangis. Menelepon kedua orang tuanya adalah hal tidak tepat mengingat sudah jam berapa sekarang.

"Bodoh amatlah masalah respons, yang penting aku cerita ke mereka berdua." Lelah bertarung oleh ekspektasi, Anna kalah dan memaksa menutup mata serapat-rapatnya.

Mimpi indah cantik ...

***

Udara pagi sangat baik untuk kesehatan, masih belum terkontaminasi oleh polusi juga debu-debu jalanan, serta asap kendaraan.

Tiga siswi berseragam putih abu-abu berjalan beriringan di koridor kelas. Tampak dari kejauhan, Rani dan Eva sibuk bercerita, sedangkan cewek berwajah murung, diam menyimak hingga tidak terasa mereka sampai di dalam kelas keadaan masih tercampur dengan yang lain, sebab belum diadakan pembagian kelas.

"Kamu diam aja dari tadi aku perhatiin, ada apa?" tegur Eva tidak sengaja mendapati Anna yang berjalan lunglai seperti tidak niat hidup.

"Aku gak apa-apa," sangkal Anna menggeleng cepat.

"Gak mungkin gak ada apa-apa, sini cerita," timpal Rani perhatian, menarik kursi ke belakang, kemudian mempersilakan Anna untuk duduk, mereka berdua memusatkan atensi kepada Anna.

"Jangan di pendem. Kasihan hati kamu kalo gak kuat," Eva merangkul pundak Anna.

Padahal mereka tidak tahu alasan mengapa ia tampak murung, namun nasehat-nasehat itu seolah menusuk jantung dan menyindirnya.

Mereka benar, seharusnya ia sudah bisa terbuka dan tidak memendam semua sendirian. Juga sudah terang-terangan peduli akan dirinya.

"Sebenarnya ...."

Bel berbunyi memotong ucapan Anna. Mungkin akan melanjutkan setelah bel istirahat nanti. Mendesah kecewa mereka duduk di kursi paling belakang. Pemateri berganti para guru, memperkenalkan diri masing-masing juga mapel apa saja yang digeluti.

LUCANNE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang