Chapter Thirty Five

7K 556 29
                                    

Disini, ditempat ini Anna duduk bersimpuh memohon. "Ya Allah, bantulah hamba untuk ikhlas," doanya dengan tangan menengadah ke atas, disertai air mata yang membanjiri wajahnya, bahkan sampai jatuh membasahi mukena yang ia pakai.

"Hamba, hamba tidak bisa mengendalikan rasa rindu ini ya Allah. Engkau maha membolak-balikkan hati manusia, tegar kan lah hati hamba."

Sudah lebih dari satu bulan, Anna masih dalam belenggu rindu. Sosok Lucanne adalah yang sangat berperan hebat di masa-masa berjuang ketika bersekolah dan sekarang dengan sangat terpaksa harus ikhlas jika hubungan mereka putus sampai disini.

Di belakangnya ada sosok Lucanne tengah memandang pundak Anna yang bergetar karena menangis. Ia ikut serta saat Anna memasuki masjid lalu shalat istikharah meminta petunjuk juga pertolongan atas rasa yang sulit untuk hilang.

Maafkan saya Anna, sungguh saya sudah berlaku egois padamu.

Lucanne egois? Ya, dia memang sangat egois. Mempertahankan Anna untuk tidak pergi darinya. Karena sanggup, bukanlah kemampuannya.

Tuhan, apakah saya salah mempertahankan apa yang sudah menjadi milik saya?

Kami saling mencintai, Tuhan. Kenapa harus berakhir seperti ini?

Apakah luka di masa lalu kurang untuk saya rasakan?

Apakah saya tidak berhak bahagia?

Saya juga ingin merasakan, bagaimana rasanya dicintai hebat oleh seseorang.

Hancur. Satu kata menggambarkan sejuta luka dua insan beda dunia. Selama ini hanya mengulur-ulur waktu, menunda kata pisah disaat takdir memintanya berhenti.

Ujungnya mereka tahu, tak akan ada akhir bahagia sedari pertama kali bertemu. Mengulur waktu hanya demi bisa bersama dan itu semua hanya menunda tangis air mata.

"Saya selalu terima jika yang datang selalu pergi, tapi jika kamu yang pergi, saya tidak sanggup," bisik Lucanne didengar jelas oleh Anna.

***

Keluarga sepakat memberi waktu sendiri untuk Anna demi bisa menenangkan pikiran, perasaan yang selalu ribut. Kini, usai shalat Anna pergi entah kemana, asalkan hatinya kembali tenang sebelum pulang ke rumah.

Rumah?

Dulu Anna jadikan Lucanne sebagai rumah untuknya pulang. Mengadukan semua keluh kesahnya, bercerita bagaimana hari-harinya, lalu didengarkan dengan seksama, senyum menanggapi, juga tawa renyah ketika hal-hal lucu diceritakan.

"Jika begini ujungnya, lebih baik kita gak bertemu, ya. Agar kita sama-sama tidak terluka saja," Anna berjalan ke pantai seorang diri, hembusan angin menerbangkan anak rambutnya. Pantai sudah menjadi tempat favoritnya tersendiri.

Banyak kenangan tersimpan, walau mengerti bahwa datang kemari hanya menambah luka sebab kenangan itu, Anna tidak peduli. Setidaknya jika ia menangis, tidak akan ada yang lihat apalagi memedulikannya.

"Aku mau belajar ikhlasin kamu. Gapapa, kan?" monolog Anna. Ia tahu Lucanne dengar, ia tahu Lucanne terus berada disampingnya.

"Jangan sedih, aku cuma nyoba ikhlasin kamu, bukan ngelupain kamu, kok. Karena jujur, di dalam ruang hati aku paling dalam, kamu adalah sosok teristimewa bagiku, Lucanne."

LUCANNE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang