Chapter Sixteen

13.2K 1K 64
                                        

pembaca cerita ini, kamu dari pulau Indonesia bagian mana?

***

Tidak terasa sudah satu tahun terlewati, begitu banyak lika-liku telah berhasil Anna lalui serta kedekatannya dengan Lucanne menjadi salah satunya.

Berdiri sendiri sembari menghela napas, ia pejamkan mata, kemudian meletakan ponsel di atas kasur. Berita yang kemarin beredar ternyata bukan bohong belaka.

Sekolah di tutup sementara waktu kurang lebih 2 minggu. Pembelajaran tetap dilaksanakan secara daring.

"Dua minggu katanya," lirih Anna mengingat pengumuman kala itu saat akses belajar diubah menjadi belajar dari rumah. Dengan alasan merebaknya virus corona yang begitu cepat.

"Ada apa?" tanya Lucanne saat mendapati Anna tengah melamun seorang diri dekat jendela.

Perempuan itu menoleh, tak ubahnya raut wajah murung serta tatapan mata kosong. "Belajarnya tetap daring," kata Anna kemudian menghela napas berat.

"Kenapa, bukankah ini sudah dua minggu belajar dari rumah?"

Anna berjalan menuju meja dapur untuk menuangkan air dalam gelas untuk ia minum. Mustahil jika Lucanne hanya diam memandang. Tentu ia membuntuti karena belum mengantongi jawaban.

"Iya memang, tapi penyebaran virus corona gak bisa terdeteksi, cepat dan mematikan. Pemerintah bilang, data orang-orang yang terjangkit, sembuh juga meninggal itu seimbang bahkan lebih banyak kasus yang meninggal," jelas Anna beberapa saat kemudian.

"Sungguh?" Lucanne sedikit tercengang mendengarnya.

"He'em. Oleh karena itu, sekolah di tutup. Bahkan gak cuma sekolah aja yang di tutup, tapi gedung perkantoran, dan tempat umum, wisata sampai penerbangan di tutup secara total baik dari dalam negeri maupun luar negeri."

"Ganas sekali," gumam Lucanne.

Anna mengendikkan bahu acuh, "Apakah tahun ini bakalan jadi tahun paling berduka bagi seluruh dunia?" entah kepada siapa tanya itu Anna tujukan, yang pasti Lucanne hanya bisa mendengar tanpa bisa memberi jawaban.

"Jangan sedih, Anna. Disini ada saya yang bisa menemani kamu, tenang saja." Lucanne tersenyum sembari menatap Anna teduh. Perempuan itu kontan membalas dengan senyuman yang tak kalah manis.

"Makasih."

Ponsel menyala karena sebuah panggilan video masuk. Anna segera mengangkatnya, rupanya Eva dan Rani. Mengusap layar ponsel ke atas lalu terpampang lah wajah keduanya dengan raut sedih.

"Sedih," ucap Eva dari seberang sana sambil memangku satu toples keripik pisang.

"Kenapa jadi begini ya," timpal Rani dengan tangan kiri sibuk memainkan sequisi.

"Gak nyangka banget tahun 2020 bakalan sesuram ini," kata Anna dengan menghadapkan kamera ke wajah Lucanne. Agar hantu itu bisa ikut masuk meskipun hanya Anna saja yang mampu melihatnya.

Kemudian obrolan dialihkan dan tidak jauh-jauh, sekadar membahas cowok korea, idol mereka. Lucanne duduk bersila sambil menopang dagu, melihat keasikan Anna bersama kedua sahabatnya saat membahas cowok bermata sipit.

LUCANNE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang