Chapter Twenty

10.1K 741 21
                                    

"Sudah azan, silakan batalkan puasanya."

Ya. Bulan puasa pun tiba, perdana bagi seorang Anna menjalankannya seorang diri. Biasanya penyambutan bulan ramadan dirayakan bersama kedua orang tuanya. Untuk sekarang, mandiri dulu.

"Hah?" ucap Anna linglung sambil menghapus kasar jejak air mata.

Hantu Belanda itu mengulas senyum, "Sudah azan, silakan berbuka puasa," ulang Lucanne sambil menunjuk ke arah ponsel Anna.

"Astaghfirullah iya," kekeh Anna segera menengadahkan tangan untuk berdoa. Lalu meraih segelas air putih. Meneguknya sekali lalu menyendok sesuap nasi.

"Aku kangen mereka," kata Anna lirih. Makanan yang masuk terasa hambar. Tidak ada kenikmatan sama sekali.

"Sabar. Jika waktunya sudah tiba, kamu bisa kembali bertemu dengan mereka Anna," hibur Lucanne sambil berpindah posisi duduk di samping Anna. "Kamu tidak kesepian di sini. Masih ada saya yang siap menemani hari-hari kamu berpuasa," kata Lucanne sambil melipat kedua tangannya di atas meja.

"Gak cukup, aku tetap butuh mereka. Aku ingin menjalankan ibadah puasa bareng ibu dan ayahku," aku Anna dengan suara bergetar menahan tangis.

"Aku gak nafsu makan, rasanya hambar banget tanpa kehadiran mereka." Anna dorong pelan piring sedikit menengah di atas meja. Ia tatapi wajah Lucanne lamat-lamat. "Kangen," rengeknya hampir menangis.

"Menangis lah tidak apa-apa, sekiranya bisa membuatmu lega," ucap Lucanne sepenuhnya mengerti bagaimana perasaan Anna saat ini.

"Maaf, aku cengeng, repotin kamu terus," ungkap Anna di sela-sela tangisnya.

"Jangan bicara seperti itu. Kamu sama sekali tidak merepotkan apalagi cengeng," tegas Lucanne memprotes Anna yang menilai diri rendah.

"Semua itu adalah lumrah, karena setiap jiwa pasti di bekali oleh kekuatan yang berbeda-beda. Tergantung pada kita, bisa tidak untuk mengelolanya," kata Lucanne menambahkan.

Anna langsung terdiam dan menatap Lucanne dalam.

"Dengarkan saya," ujar Lucanne menyita perhatian Anna. "Terima kasih sudah berjuang sampai sejauh ini. Kamu hebat, kamu kuat, kamu luar biasa!"

Kelopak mata Anna kembali di genangi oleh air mata. Mengedipkan sekali, dan jatuh membasahi pipi. Selalu dengan konteks kenapa memenuhi kepala Anna jika mendeskripsikan seorang Lucanne.

Kenapa Lucanne bukan manusia?!

***

Kesibukannya sekarang adalah belajar yang di mana selalu ditemani Lucanne yang berdiri di belakang. Materi matematika dengan Lucanne sebagai tutornya.

"Aku gak paham, bisa minta tolong jelaskan?" ujar Anna menyerah, kepalanya sudah pusing tujuh keliling hanya mencari jawaban dari satu soal paling rumit diantara yang lain.

"Yang mana?" Lucanne segera mencondongkan tubuhnya melihat buku tulis catatan. Mata Lucanne menyipit, dengan otak terus bekerja. "Adakah contoh soalnya?" imbuhnya.

"Kayaknya sih ada, bentar aku cari dulu," Anna membalikkan dua lembar kertas ke belakang. Ada beberapa catatan materi di sana. Sedangkan, mulut Lucanne terus komat-kamit tanpa suara.

"Ini. Aku udah dari tadi buat paham sama soalnya, tapi tetep aja gak masuk ke otak. Tolong banget, aku udah gak bisa mikir," kata Anna dengan wajah frustasi.

Hantu itu tertawa ringan lantaran gemas. Kemudian menatap fokus ke arah contoh soal yang Anna berikan. Dalam hitungan detik ia dapatkan jawabannya. Tidak lupa air muka terlampau datar jika sedang fokus-fokusnya.

LUCANNE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang