"Gimana sama weekend kalian, manteman?" tanya Anna begitu sampai di kantin untuk memesan makanan, dipergunakan oleh mereka saling bertukar cerita sembari pesanan dibuatkan.
"NYEBELIN!"
Mulai dari Eva menceritakan kisah minggu yang seharusnya menjadi hari terbaik untuk beristirahat malah berantakan karena si Kecil, Zey. Betapa hebohnya ia dari awal bangun tidur sampai tertidur kembali.
Perihal lip tint belum selesai karena sampai sekarang belum dapat yang plek ketiplek persis seperti yang sebelumnya dipecahkan oleh adiknya. Wajahnya sangat menggemaskan, kedua pipi bulat juga mata yang indah. Seharusnya Eva gemas, tapi mengingat betapa nakalnya Zey saat di rumah ingin rasanya Eva menelannya bulat-bulat.
"Mau buang aja rasanya ke panti asuhan," cetus Eva benar-benar mengekspresikan betapa emosi bercampur gemas terhadap kelakuan Zey.
Beralih ke Rani cewek itu menceritakan betapa menjengkelkannya sang ponakan Adnan, ketika meminta dirinya menjadi guru les privat. Alih-alih sebagai sebuah kesepakatan karena mulai saat itu juga Adnan mengurangi bermain gadget. Kedua orang tuanya pun sudah di tegur oleh ibunya.
Adnan itu sebenarnya pintar, hanya saja menguji kesabaran sang Tante juga kecerdasan otaknya. Kurang ajar memang. Rani dibuat naik darah oleh pertanyaan Adnan yang berulang-ulang.
"Ponakan gak ada akhlak ya gitu, ih. Pengen aku gites," napasnya naik-turun tidak beraturan. Rani menghabiskan sebotol air mineral di meja kantin.
"Kalo kamu, Na?" tanya mereka kompak.
Anna nyengir lebar, "Ceritaku rada alay, sumpah. Jangan deh, ntar kalian gumoh dengernya."
"Eh jangan gitu dong, harus adil," Rani menggeleng tidak setuju. Menurutnya mau sealay apapun cerita Anna, harus tetap di ceritakan.
"Tentang Lucanne," sahut Anna lirih. "Dia nyebelin banget!" lanjutnya menggebu-gebu.
Eva menatap Rani, lalu menatap Anna. "Eh, kamu sebut nama dia, emangnya dia gak buntutin kamu hari ini?" tanyanya seraya berbisik.
"Enggak. Aku suruh dia untuk diem di kosan selama seharian ini," balas Anna enteng.
"Kenapa tuh?" tanya Rani menimpali.
Kendati yang ditanya menarik napas dalam, dan penanya pun tak urung ikut tarik napas, siap mendengarkan. "Jadi gini ceritanya..."
Akibat kelalaian ketika berjanji bahwa pergi takkan lama untuk kembali rupanya sampai menjelang pagi tidak kunjung menampakkan diri. Memaparkan sebuah alasan yang sulit untuk Anna terima apalagi percaya, dari situlah perdebatan juga perang malas bicara di mulai. Anna yang memulainya, sebab Lucanne sudah dengan berbagai cara membujuk, merayu agar tidak lagi merajuk nihil tiada hasil.
"Gitu deh."
"Ih, kayak orang pacaran, sweet ini mah. Lah, kami bikin tensi naik aja," kata Eva mendesah berat.
"He'em. Jarang ada cowok modelan kayak Lucanne begitu. Andai dia hidup, udah aku gebet kali," timpal Rani dan sontak membekap mulutnya rapat-rapat, "Oh iya lupa, udah ada pawangnya. Mba Anna no counter."
"Apaansih! Intinya aku marah banget sama dia kemaren," tutur Anna.
"Hm..., kayaknya ada yang lagi berada di fase jatuh cinta tapi takut dosa," kata Eva mengelus-elus dagu runcingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCANNE [TAMAT]
HorrorBukan manusia maupun tokoh fiksi. Dia nyata hanya beda dimensi. Kalau masih ragu sama keaslian ceritanya, jangan terlalu dipikirkan, yang penting menghibur.