07

2.9K 201 8
                                    

Mungkin banyak orang menganggap bahwa mendapatkan nilai yang sempurna nyaris tidak mungkin bisa, namun siapa sangka jika Nevda mampu mencapai nya.

"Nevdatha Fadelth Nekisar" Nevda menoleh, menatap wanita cantik yang memanggil nama nya dengan lengkap.

Jika di hitung sudah lebih dari tiga bulan sejak mereka membeli alat lukis bersama, Dellana menjadi lebih sering meminta Nevda untuk menemani membeli ini dan itu.

Dan kini, di hadapan nya, wanita yang ia cinta sedang tersenyum dengan satu buket di tangan nya, Nevda ikut tersenyum karena melihat wajah bahagia Dellana.

"selamat!" Dellana memeluk tubuh Nevda dengan erat untuk pertama kalinya, Nevda membeku tanpa membalas pelukan wanita cantik di hadapan nya.

"kakak bangga sama kamu, Nev. Nama kamu bisa berada di barisan paling atas, kamu berhasil, Nev." ujar Dellana lalu melepas pelukan mereka.

"kamu mau hadiah apa?" tanya Dellana.

"aku mau kakak" Dellana mengerutkan dahi nya, merasa bingung dengan jawaban yang Nevda berikan.

"m-maksud ku, aku mau kakak doain aku, semoga aku bisa mempertahankan nilai ku." jawab Nevda gugup, Dellana mengangguk dengan senyum nya.

"kamu selalu ada di setiap doa ku, Nev." pipi Nevda bersemu, kemudian ia menerima buket bunga yang Dellana beli untuk nya.

Selama beberapa bulan terakhir kehidupannya masih sama, Byaz dan Reno masih suka mengganggu nya, ayah bunda nya juga masih lebih menyayangi Theora dari pada dirinya, namun yang berubah hanya satu, rasa cinta nya terhadap Dellana. Semakin besar.

Nevda merasa di spesialkan oleh Dellana, harap nya semakin besar. Sepertinya Dellana juga menyukainya, terbukti dari bagaimana Dellana sering meminta untuk ditemani atau sekedar berbicara bersama.

Tiga hari lagi Nevda akan libur kenaikan kelas, yang artinya Dellana akan meninggalkan sekolah ini karena pendidikan nya selama tiga tahun telah usai, Nevda ingin melakukan sesuatu.

Di hari terakhir masuk sekolah, Nevda akan menyatakan perasaannya, Nevda ingin Dellana tahu, kemudian memiliki akhir bahagia.

"Dek" Nevda menoleh, Theora berjalan lalu berdiri di sebelah Dellana.

"Pulang yuk" ajak Theora yang diangguki oleh Nevda, "yaudah kalau gitu sampai bertemu besok kak Dell, aku sama mas Theo pulang dulu ya! kakak udah dijemput juga kan sama mama?" tanya Nevda.

"Iya. Sampai jumpa adek gemes ku"

❇❈❇❈

Biasanya setiap pulang sekolah Nevda akan mengganti pakaian dan langsung menuju dapur untuk memasak, namun kali ini tidak.

Bunda dan ayahnya mengatakan bahwa malam ini mereka akan pergi makan malam di restoran, Nevda tersenyum ketika berpikir bahwa mereka mengajak nya makan malam direstoran karena ingin merayakan nilai nya yang memuaskan.

Akan kah bunda dan ayah memberi kejutan untuknya? bukan kah sangat menyenangkan menerka-nerka kejutan apa yang akan keluarganya berikan.

Senyum bunda dan ayah nya yang tidak luntur semakin meyakinkan Nevda bahwa malam ini ada kebahagiaan yang akan menuntun mereka untuk mempererat tali kekeluargaan mereka.

"Mas, pelan-pelan turun nya."

Masih dengan senyum yang sama, mereka melangkah tanpa ragu memasuki restoran yang malam ini sangat sepi.

"yah, kenapa sepi banget?" Andrian menoleh, "restoran ini kita booking malam ini" Nevda mengangguk dan melihat kesana kemari.

Bisa dibilang Nevda itu jarang sekali ke restoran, karena selama ini ia yang memasak makanan dan merasa bahwa makanan yang ia buat jauh lebih sehat dan terjamin kebersihannya dari pada makanan restoran, sedikit sombong memang.

"maaf membuat kalian menunggu" Nevda menatap Andrian yang tersenyum ramah, kemudian menatap tiga orang yang mulai berdiri untuk mempersilahkan keluarga Nevda duduk.

Jantung Nevda bekerja dua kali lebih cepat, lidahnya kelu. Apakah ini mimpi? kenapa saat ini dihadapannya ada wanita yang ia cinta memakai gaun yang menambah kesan anggun.

Tunggu, sejak kapan orang tua nya mengenal Dellana, apakah bunda dan ayah nya tahu bahwa selama ini Nevda memiliki rasa kepada Dellana?

Namun dari mana mereka mengatahui itu? bukan kah selama ini Nevda tidak pernah memberitahu kepada siapapun.

"ini Nevda yang sering kamu ceritakan?" Nevda mengangkat wajah menatap wanita seumuran Mova yang menatapnya lembut.

"Iya, Ma. Dia adek kelas ku yang paling unyu dan pintar." Nevda mencoba terlihat biasa saja ketika Dellana memujinya, ia harus menahan diri.

Kemudian beberapa pelayan datang dengan begitu banyak hidangan, namun yang menjadi pusat perhatian Nevda hanya Dellana.

Nevda membiarkan keluarganya berbicara banyak kepada keluarga Dellana, Nevda tak begitu mengerti tentang pembicaraan mereka, maka Nevda menatap Theora yang duduk disebelahnya.

"Mas, ini lagi ngomongin apa sih?" Theora terkekeh mendengar pertanyaannya, "nanti juga lo tau." jawab Theora singkat.

"kami akan menjaga dan menyayangi Dellana seperti anak kami sendiri, karena Dellana juga akan menjadi bagian dari keluarga kami." Nevda membulatkan mata, kenapa ayahnya berbicara seperti itu?

Apakah mereka akan menikahkan nya dengan Dellana? tidak, tidak. Nevda masih terlalu kecil untuk itu, tapi memang nya boleh menikah di umur 15 tahun? apa yang keluarga nya rencanakan sebenarnya.

Nevda mencoba menenangkan dirinya, lalu menatap Dellana yang sedang berbicara kepada bunda nya.

"tante tau ini terlalu cepat untuk kalian, tapi kamu mau kan menerima perjodohan ini?" Nevda menatap Mova tidak percaya, lalu berpindah menatap Dellana yang menganggukan kepala dengan senyum merekah.

"Della, Theo. Kalian siap 'kan bertunangan?"

"Kak Della dan mas Theo, bertunangan?" cicit Nevda dalam hati.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang