15

2.7K 203 5
                                    

Nevda tidak pernah bisa menjadi sempurna, Nevda hanya mencoba melangkah sesuai arahan orang sekitarnya. Karena Nevda tidak punya pilihan, Nevda hanya bayangan yang akan hilang ketika gelap mendekap lalu kembali hadir ketika gelap terusir.

Ia memenuhi keinginan orang lain tanpa mempedulikan keinginannya yang tak pernah sedikitpun tercapai. Jika orang lain memiliki pilihan dan dengan lantang dapat menjawab iya atau tidak berbeda dengan Nevda yang hanya memiliki kata iya sebagai keputusan atas pilihan yang ada.

Nevda membiarkan helaian rambutnya sedikit bergerak karena angin yang terus menerjang. Tak banyak yang dapat ia lakukan, hati nya masih terasa sakit.

Beberapa saat lalu, ketika Theora telah selesai melakukan Hemodialisa Mova memberi tahu Theora bahwa Andrian kecelakaan. Lalu setelah Hira ikut mengetahui bahwa Andrian kecelakaan, tentu saja Nevda yang menjadi sasaran. Hira kembali meyakini bahwa Nevda penyebab semua ini terjadi.

Hira berkata bahwa Nevda adalah kesialan, kemudian meminta Nevda pergi menjauh agar mereka tidak kembali tertimpa kesialan.

Theora menjadi penengah sekaligus pembela Nevda. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, Theora setia membela Nevda karena tidak terima dengan semua hinaan Hira.

Namun lagi-lagi Theora harus kembali bungkam ketika Nevda menampilkan senyum nya dan berkata dengan lembut bahwa ia tidak apa-apa dan akan keluar agar tidak ada pertengkaran lagi.

Nevda hanya perlu berlari dari kegaduhan yang tercipta karena kehadirannya, kemudian ia akan kembali datang ketika semua orang telah tenang dan melupakan masalah yang pernah terjadi.

Jika hadirnya menciptakan keributan, maka ia hanya harus menjauh.

"Opa nyariin kamu lho, ternyata kamu disini." Nevda menoleh, lalu tersenyum dan mempersilahkan Syarif duduk.

"Kata Theo tadi ada keributan ya? kamu diapain sama oma?" tanya Syarif.

"Ga ada apa-apa opa." jawab Nevda.

"Pasti kamu banyak disakiti sama Hira ya? jangan khawatir, opa akan bawa pulang oma kalian, biar kamu gak dimarahin lagi sama oma, biar kamu gak dipukul lagi sama oma."

"Oma seneng tinggal sama mas Theo opa, jangan diajak pulang nanti oma sedih." Nevda melepas jaket yang ia kenakan, lalu memakaikannya kepada opa. "opa keluar ga pake jaket, ini dingin banget nanti opa sakit." ujar Nevda.

"biar opa yang seret oma pergi dari sini, opa gamau oma nyakitin kamu. Opa akan bawa oma pergi" ucap Syarif.

Nevda menggeleng, "gausah opa, Nevda juga gak lama lagi pergi kok."

"kamu mau kemana?"

"pulang."

Syarif menatap Nevda penuh arti, "pulang kemana, itu rumah mu."

Nevda mengangguk lalu berdiri, "iya, yaudah ayo aku antar opa masuk ke ruang ayah lagi, disini dingin nanti opa sakit."

"Nev, proses nya panjang disana, kalau kamu pulang akan banyak penebusan yang harus kamu lakukan sampai kamu kembali menjadi suci dan diterima dirumah itu. Jadi pertimbangkan semua keputusan kamu, apa kamu yakin bekal mu udah cukup? tidak ada proses yang mudah nak."

"Nevda ngerti, makasih opa, tapi cepat atau lambat Nevda pasti pulang. Kata oma, kita gak boleh menunda hal baik."

❇❈❇❈

Setelah perdebatan panjang, akhirnya Theora ikut pulang ke rumah bersama Nevda, Syarif dan Hira. Jadi hanya Mova yang menemani Andrian di rumah sakit.

"Lo tega banget masa bunda ditinggalin gitu aja." oceh Nevda ketika mereka sudah duduk di kamar Nevda.

"Gua mau sama lo aja, lagian bunda ga bolehin gua ikut nginep di sana, gua 'kan habis HD harus banyak istirahat." jawab Theora acuh. Kemudian mereka sama-sama diam. Hingga akhirnya Theora bosan dan mendekati meja belajar.

"dek?" dahi Theora berkerut, lalu mengangkat benda yang lupa Nevda sembunyikan. "lo gila ya? kok bisa benda kaya gini ada di kamar lo?" tanya Theora.

"Gua tanya dari mana lo dapet semua ini?" Theora meninggikan nada bicaranya, membuat Nevda sedikit takut untuk menjawab.

"Mas, itu- gue.." Nevda meringis, bingung harus menjawab apa.

Theora melirik pisau yang terdapat di meja belajar Nevda, lalu bangkit dan mendekat kearah Nevda. Theora memeriksa tangan Nevda dan menemukan satu goresan memanjang yang tak ia sadari sama sekali.

"Lo tau gak di luar sana banyak orang sakit yang mau sembuh, banyak orang sekarat yang berjuang hidup, dan salah satu contohnya ada di hadapan lo Nevda. Liat gua, gua yang penyakitan aja masih berusaha buat sembuh, tapi lo? lo malah sengaja nyakitin diri lo sendiri Nev."

"Kenapa lo lakuin itu?" tanya Theora dingin, "Gua ga ngelakuin itu" jawab Nevda jujur.

"Oke, jadi dari mana lo dapet sayatan itu?" tanya Theora, namun Nevda tak menjawab. "Nev udah berapa kali gua bilang, kalau ada yang nyakitin lo bilang sama gua, kenapa sih Nev lo gak pernah mau cerita apa-apa?" tanya Theora.

"Lo masih gamau jawab? oke gua ganti pertanyaan, dari mana lo dapet racun itu, dan semua ini, obat apa ini?" untuk kesekian kali Theora bertanya dan Nevda tidak menjawab.

Theora diam beberapa detik menunggu jawab yang selama ini sulit ia dapat, hingga ia meyakini bahwa bibir Nevda akan terus terkatup rapat.

"Dari semua pertanyaan yang gapernah dapet jawaban, ada satu pertanyaan yang selalu menghantui gua setiap hari dek, sebenernya lo nganggep gua kakak lo ga sih?" Nevda mengambil nafas dalam mendengar lirihan Theora.

"ngapain gua selama ini manggil lo dengan embel-embel mas kalau gua ga nganggep lo kakak gua?" tanya Nevda.

"Tapi kenapa lo gak pernah cerita apapun ke gua? lo sakit pun gua gatau apa-apa. Karena lo cuma bilang gapapa. Nev lo bukan cewek, dan gua bukan cowok yang bisa tahu segalanya dengan denger kata gapapa doang. please ngerti."

"Mas tugas gua didunia ini bukan buat ngeluh atau cerita-cerita doang" gua harus ngubah diagnosa dokter dari sakit jadi sembuh mas...

"apa salah nya berbagi ke kakak lo sih dek? gua cuma mau tau gimana hari-hari lo, apa yang lo rasain, kenapa sesusah itu?" Theora memejam menghalau sesak di dadanya.

"Gua selalu ngeliat adek gua luka, tapi dia selalu bilang gapapa bahkan kadang gua gatau dari mana asal lukanya"

Nevda menatap Theora dengan senyum miring. "Luka ini mas?" Nevda memperlihatkan sayatan di lengan nya. Sayatan yang sempat Hira buat sebagai contoh agar Nevda mengerti cara mainnya.

"Gua dapet luka ini dari seseorang yang sayang sama gua, gua beneran gapapa, ini ga sakit, luka ini bentuk kasih sayang orang itu buat gua."

"Dan benda-benda yang lo pegang itu dari orang tersebut, dia minta gua untuk pergi. Tapi gua bisa pergi tanpa benda itu, jadi gua simpen sebagai kenang-kenangan." ujar Nevda.

"jangan bilang oma yang-"

"mas" Nevda memotong ucapan Theora. "katanya mau denger gua cerita, gua belum selesai. Gua cuma mau lo tau kalau gua selalu gapapa mas jadi jangan khawatir, gua ga pernah keberatan dapet luka dari orang yang gua sayang."

"Sebagian orang di dunia ini dapat dengan mudah ngerasain rasanya diperhatiin dan disayang. Tapi ada sebagian lagi yang susah banget dapet kasih sayang."

"Ada bagus nya nasib kita beda mas. Lo mungkin ga sadar kalau selama ini semua orang nyalurin banyak kasih sayang dengan cara sederhana. Diluar sana mungkin ada orang yang pengen banget dapet kasih sayang tapi gabisa mas, kemudian merelakan dirinya dilukai atau dimarahi demi disentuh atau berbicara lama, seenggaknya eksistensi nya masih di tangkap sama orang yang di sayang walaupun dengan tatapan yang berbeda."

"sesakit itu selama ini lo, dek?"

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang