08

2.8K 197 2
                                    

Angin berhembus dengan kencang malam ini, hujan yang awalnya sedikit ragu untuk turun kini dengan yakin menjatuhkan diri demi membasahi tubuh satu remaja yang tengah asik duduk sendirian di tepi kolam renang.

Berkali-kali ekspektasi nya di hancurkan nyatanya belum mampu membuat Nevda merasa terbiasa. Sebelumnya bahkan ia tak pernah membayangkan bahwa keluarganya bisa menghancurkannya hingga benar-benar tidak tersisa seperti ini.

Ia gagal dalam banyak hal, salah satunya dalam hal percintaan. Siapa sangka jika wanita yang selama ini ia cintai nyatanya adalah jodoh sang kakak.

Bohong jika Nevda berkata bahwa Nevda ikhlas, Nyatanya Nevda masih sulit terbiasa dengan kehadiran Dellana di rumahnya dan kedekatan Dellana dengan Theora yang terlihat jelas.

Selama ini Nevda selalu memberikan apapun yang orang lain inginkan, namun apakah ia harus membiarkan cinta nya pergi begitu saja? jawabannya, iya.

Nyatanya ia masih mencoba terlihat bahagia untuk perjodohan kakaknya. Walaupun hati nya sakit, namun jika kakak nya bahagia Nevda akan menahannya.

Nevda membuka mata ketika ia tak merasakan air hujan menyentuh tubuhnya.

"mas nyariin lo dari tadi, ternyata disini. Masuk yuk, inget lo ada alergi dingin, itu udah ga bener nafas nya." Theora mengulurkan tangan namun Nevda tak menerima nya.

"mas ngapain? dingin nanti sakit, sana masuk. Gua disini bentar lagi, sekali-sekali hujanan mas." jawab Nevda.

Theora menggeleng, meraih tangan Nevda yang terasa sangat dingin dan pucat, "lo masuk sama gua sekarang, dek." Theora khawatir Nevda akan sakit.

Nevda menarik tangannya lalu menelungkupkan wajahnya dilipatan tangan, "masuk, mas. gua pengen sendiri" lirih Nevda yang masih didengar Theora.

Nevda kembali merasakan air hujan yang turun membasahi tubuhnya, ia kesulitan bernapas namun tak begitu peduli, termasuk pada sakit di kepala nya yang terus mendera.

"lo suka sama Della?"

Ia pikir Theora sudah masuk ke dalam rumah, namun ternyata belum. "jawab gua dek, lo suka sama Della?" tanya Theora sekali lagi.

Theora berjongkok, mencoba membuat Nevda menatapnya, ia sedikit khawatir karena sang adik bergeming.

Nevda mengangkat wajah nya, lalu menatap Theora dengan senyum tipis, "apa sih, mas? ngaco." jawab Nevda.

"gua tau lo beberapa bulan belakangan deket sama Della, dan setelah perjodohan gua dan Della malam itu lo jadi beda, jujur aja, lo sebenernya suka kan sama Della?" Sarkas Theora.

"Iya"

Theora memejamkan mata, "tapi itu dulu, awal masa orientasi. sekarang gua biasa aja, lagian dia calon istri lo sekarang, rasa nya ga pantes kalo kita bahas ini."

"gue bakal bilang ke bunda dan ayah untuk batalin semuanya, gua gamau nyakitin lo, Nev." Theora hendak berdiri namun terhenti karena ucapan Nevda.

"ngapain, mas? gua ga merasa disakitin kok." jawab Nevda.

"gua tau lo sakit, cuma lo tutupin rasa sakit lo dari gua. Gua ga mungkin bisa ngejalanin hubungan sama Della kalau-

"Tapi lo cinta kan sama kak Della?" tanya Nevda memenggal kalimat Theora.

"Gua-

"Lo punya rasa sama kak Della mas, kalo lo ga suka sama kak Della pasti sejak awal lo nolak perjodohan ini." lagi, Theora tak sempat menyelesaikan kalimatnya.

"mas, selama 15 tahun hidup di dunia ini, harapan paling besar gua cuma bisa ngeliat lo bahagia." lirih Nevda.

"sama kayak lo yang pengen ngeliat gua bahagia, gua juga mau ngeliat lo bahagia Nev. Selama ini lo banyak berkorban untuk gua, gua gak mau lo terbiasa berkorban dek. Gua mau lo bahagia"

"bahagia gua di lo mas, kalo lo bahagia gua juga bakal bahagia. jadi jangan ragu untuk mencapai kebahagiaan lo, yang terbaik untuk lo adalah alasan kebahagiaan gua sampai saat ini" karena selama ini gua hidup cuma sebagai bayangan lo mas.. gua ga pernah bener-bener jadi Nevda.

Theora berdiri, menarik paksa adik nya untuk ikut berdiri kemudian memeluk dengan erat.

"makasih karena udah jadi orang yang paling peduli sama gua, gua sayang banget sama lo dek. Gua bersyukur bisa terlahir jadi Theora Adireksha, kakak kandung lo."

Nevda mengangguk, ia terlahir untuk mengorbankan hidupnya demi Theora. ia akan mengalah dalam segala hal, membiarkan Theora menemukan kebahagiaan yang tak akan pernah ia biarkan ber-ujung.

"Lo-"

"Mas! Astaga kamu ngapain hujanan? masuk cepet! kamu bisa demam!" lagi-lagi kalimat Theora harus terpotong tanpa sempat terselesaikan.

"masuk, mas. Bunda sama oma udah nunggu" Theora mengangguk lalu menarik tangan Nevda untuk ikut masuk bersamanya.

"kamu tuh ngapain hujanan, mas. Nevda juga kenapa ga nyuruh mas nya masuk? kalian ini kayak anak kecil aja! kalau sakit gimana?!" Mova mengeringkan rambut Theora yang basah, Nevda tersenyum tipis lalu melepaskan genggaman tangan Theora.

PLAK

"Kenapa kamu mengajak cucu saya hujanan hah? kamu sengaja ya ingin membuat cucu saya sakit? iya?" wajah Nevda tertoleh kesamping.

"oma-" dengan gemetar Nevda menyentuh lengan Theora pelan, agar Theora tidak melanjutkan kalimatnya.

"maaf, oma." lirih Nevda dengan menunduk.

Mova menatap Nevda yang menunduk kemudian buru-buru fokus mengeringkan rambut Theora. "masuk, Nevda. ganti baju dan bawa air hangat untuk mas kamu."

Nevda mengangguk, lalu melangkah masuk tanpa mempedulikan panggilan Theora.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang