02

5.1K 323 4
                                    

"Theo, sini sayang sarapan dulu yuk" Nevda melirik Theora yang berjalan mendekati nya, lalu duduk di sebelah nya.

Seperti keluarga pada umum nya, mereka menikmati pagi yang tenang ditemani dengan obrolan-obrolan penghantar kehangatan yang berusaha mereka ciptakan.

Nevda meminum satu gelas teh hangat yang tadi sempat ia buat. Menunduk adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan ketika semua perhatian keluarga nya hanya tertuju untuk Theora.

"nanti kalau ada yang sakit, langsung kabarin bunda atau ayah ya? obat nya udah bunda masukin tas. Inget kata dokter kamu gak boleh kecapekan, dan Nevda, kamu jaga mas Theo." Mova melirik Nevda yang menunduk.

"iya bunda, tenang aja. Ngomong-ngomong Nevda lagi yang buat sarapan ya? enak banget, dek" Theora tersenyum manis kepada Nevda.

Meja makan selalu hening jika nama Nevda turut diseret dalam topik mereka, seakan tak ada yang tertarik untuk membahas Nevda.

Namun siapa sangka jika sang pemilik nama pun merasa tak pantas untuk bergabung dalam obrolan hangat keluarga nya, maka untuk semua rasa asing yang terasa ketika nama nya terseret dalam obrolan hangat keluarga ia akan memilih bungkam dan tidak mengatakan apapun hingga salah satu dari keluarga nya kembali memunculkan topik baru.

"ayah denger katanya nilai ulangan harian kamu menurun, dek" suara bariton Andrian menjadi topik menegangkan pagi ini.

Nevda mengangkat wajah nya dan mengangguk singkat, "maaf ya, yah. ada beberapa soal yang gak sempat Nevda jawab"

"oke, sebagai ganti nya hari ini kamu ada les fisik-"

Nevda memejamkan mata, berbanding balik dengan Theora yang melebarkan kelopak mata nya. "kamu dibiayain sekolah masih gak tahu diri ya? kamu sengaja mau mempermalukan Andrian ya? dengan gampang nya kamu minta maaf dan ngomong ga sempet jawab soal!"

"oma!/ibu" Theora mengambil tissue di atas meja dan mengelap wajah Nevda yang di siram menggunakan teh yang hampir dingin karena terlalu lama didiamkan oleh Hira.

"panas teh nya? dek, sakit ya? mau ke rumah sakit? aduh, bunda tolongin dong!" Theora geram lalu membuka seragam Navda yang basah karena tersiram teh.

Nevda membuka mata, "sakit? ada yang sakit? yang mana?" tanya Theora, sedangkan Mova dan Andrian hendak mendekat namun Nevda buru-buru mencegah.

"gapapa, mas. lanjut aja sarapan, Nevda ganti baju dulu mumpung masih ada waktu. Sebentar ya" Nevda bangkit, tersenyum kepada Theora sebelum benar-benar meninggalkan meja makan.

Nevda berlari kecil, tak mempedulikan suara Theora yang sedikit meninggi menyeruakan keberatan atas tindakan sang oma.

Bagi Nevda tak ada guna nya jika harus bertengkar untuk hal-hal seperti ini, lebih baik ia menerima semua perlakuan orang kepada nya dari pada harus membuang waktu dengan mengatakan apa yang ia rasakan.

Sesakit apapun tubuh ataupun hati nya, tak akan pernah menjadikan alasan Nevda untuk mengeluh kepada orang lain.

❇❈❇❈

Presentasi Nevda berjalan dengan lancar. Sebelum kembali ke tempat duduk Nevda mengucapkan terimakasih kemudian tepuk tangan dari teman-teman nya pun terdengar.

"baiklah karena kebetulan jam pelajaran ibu sudah selesai, ibu akan kembali ke ruang guru, minggu selanjutnya Ercio yang akan presentasi." Nevda melirik Ercio yang mengangguk, "jangan ada yang keluar kelas sampai bel istirahat berbunyi."

Setelah guru tersebut pergi, Nevda bangkit dengan satu buku di dekapan nya. Ia berjalan mendekati ketua kelas, "Kent, gue ke perpus bentar ya ngembaliin buku" ujar Nevda meminta izin.

"oke" Kent memberikan satu jempol lalu Nevda pergi dari kelas. Langkah kaki nya sedikit lambat dengan hati yang mulai mencoba tenang saat berjalan di lorong sekolah yang lumayan sepi.

"hai" mata Nevda memejam, membiarkan sapaan tersebut tak menemukan jawab dan membiarkan leher nya memerah karena seseorang mencekik nya.

Di lorong yang sepi ini, langkah Nevda harus terhenti karena Byaz, salah satu kakak kelas nya, kembali mencari masalah.

"kak, gua... mau ngembaliin buku ke perpus bentar." Nevda merasakan cengkaraman Byaz semakin kuat, juga nafas nya yang kian terasa berat.

"hari ini nilai Theo lebih tinggi dari gua, dan gua ngerasa kesel. Lo mau kan main sama gua bentar?" tanya Byaz dengan berbisik.

"kak.. gue, gabisa na... fas" Byaz menjauhkan tangan nya dari leher Nevda membuat Nevda meraup oksigen dengan serakah, wajah memerah Nevda bagai lelucon yang dapat membuat tawa Byaz terdengar.

BUGH

Tidak, Nevda tidak akan meminta orang lain untuk berhenti menyakiti nya. Ia membiarkan perut nya menjadi sasaran empuk dari Byaz.

Bel istirahat berbunyi, "padahal kita baru main sebentar, gua belum puas. tapi yaudah deh, sampai ketemu di lain waktu" Byaz terkekeh melihat Nevda yang tak berdaya, lalu pergi begitu saja tanpa merasa bersalah.

Tangan nya memegang perut yang terasa sakit, Nevda diam sebentar meresapi rasa sakit yang timbul akibat pukulan Byaz tadi.

"Lo gak papa?"

Nevda menegakan tubuh nya setelah mengambil buku yang tadi sempat terjatuh ke lantai. "gak papa, gue duluan ya? mau balikin buku"

"ke UKS?" Nevda menggeleng, dan tersenyum kepada Kent, ketua kelasnya.

"gua ga sakit, Kent. Udah ya, gue mau ke perpus" Nevda buru-buru berjalan tanpa menghiraukan rasa sakit pada perutnya.

"gue liat kejadian tadi, Nev."

Kaki Nevda reflek berhenti ketika mendengar ujaran sang ketua kelas. "kejadian apa? lo salah liat" Nevda berbalik dan tersenyum lagi kepada Kent.

"punya masalah apa lo sama dia?"

Nevda membisu.

Menjadi NevdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang